TIMESINDONESIA, MALANG – Dosen Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Malang), Whida Rositama, M.Hum., punya peran besar dalam film layar lebar Tak Kenal Maka Tak Taaruf, yang akan tayang pada 13 November mendatang. Dia dipercaya menjadi penulis skenario dalam film yang diadaptasi dari novel karya Mim Yudiarto tersebut.
Karya ini menghadirkan kisah cinta remaja yang dibalut nilai moral dan religius, menjadi alternatif segar di tengah maraknya film bertema percintaan modern. Melalui pendekatan islami dan pesan positifnya, film ini diharapkan menjadi tontonan yang tak sekadar menghibur, tetapi juga memberi tuntunan bagi generasi muda.
Whida mengaku, keterlibatannya dalam proyek ini merupakan cara dirinya menyalurkan ekspresi kreatif sekaligus membuktikan bahwa akademisi juga bisa berperan aktif di industri kreatif nasional.
“Menulis skenario film adalah cara untuk menghidupkan cerita melalui medium visual yang bisa menjangkau khalayak luas. Melalui film, pesan sosial, budaya, dan moral dapat disampaikan dengan lebih efektif, terutama kepada generasi muda,” ujarnya.
Perempuan kelahiran Semarang itu menilai, dunia penulisan skenario memberikan ruang luas untuk mengasah imajinasi dan kreativitas. Baginya, inovasi dalam menulis tidak selalu berarti penggunaan teknologi, melainkan kemampuan menghadirkan ide-ide yang menyentuh sisi kemanusiaan namun tetap menarik secara komersial.
“Inovasi dalam menulis tidak selalu soal teknologi, tapi juga tentang bagaimana kita menghadirkan ide-ide orisinal yang menyentuh sisi kemanusiaan dan tetap memiliki daya tarik komersial,” imbuhnya.
Film Tak Kenal Maka Tak Taaruf mengisahkan perjalanan Zoya, mahasiswi kedokteran yang berprinsip untuk tidak berpacaran dan menderita philophobia atau takut jatuh cinta. Kehidupannya berubah ketika bertemu Faris, mahasiswa teknologi kelautan yang juga vokalis kampus. Dari pertemuan yang awalnya tidak menyenangkan, Zoya mulai belajar tentang makna cinta yang sehat dan bernilai.
Film ini dibintangi oleh Saskia Chadwick (Zoya), Fadi Alaydrus (Faris), dan Dinda Mahira (Cleopatra). Ceritanya menyoroti dinamika pergaulan remaja modern dengan mengangkat konsep ta’aruf sebagai pendekatan yang lebih beretika dalam hubungan.
Dekan Fakultas Humaniora, Dr. M. Faisol, memberikan apresiasi atas capaian dosennya tersebut.
“Ini adalah bukti nyata bahwa dosen Fakultas Humaniora mampu berkontribusi di dunia industri kreatif tanpa meninggalkan nilai-nilai akademis. Semoga prestasi ini menginspirasi mahasiswa dan dosen lainnya untuk terus berkarya,” ungkapnya.
Kiprah Whida Rositama di dunia film memperlihatkan sinergi antara dunia akademik dan industri kreatif. Melalui karya ini, ia membuktikan bahwa perguruan tinggi tak hanya menjadi pusat ilmu pengetahuan, tetapi juga dapat menjadi bagian dari pembangunan ekosistem seni dan budaya nasional. (*)
| Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
| Editor | : Imadudin Muhammad |
Ribuan Fosil Pulang ke Tanah Air, Fadli Zon Sebut Indonesia Peradaban Tertua Dunia
Fenomena Self-Diagnose Kesehatan Mental di Media Sosial, Ini yang Perlu Kamu Tahu
Pesawat Angkut A400M Tiba 3 November, Perkuat Armada Udara TNI AU
Stasiun Merak, Simbol Konektivitas Jawa–Sumatera yang Bertahan Lebih dari Satu Abad
WHO: Pembangunan Sistem Kesehatan Gaza Butuh Dana Rp116 Triliun
TP PKK dan Dinsos Kota Malang Gelar Pelatihan Menu Sehat untuk Percepat Penurunan Stunting
Ungkap Kendala Coretax, Purbaya Yudhi Sadewa Revisi Target Jadi Januari 2026
Menlu AS: UNRWA Sudah Jadi Bawahan Hamas, Tak Akan Dilibatkan dalam Bantuan Gaza
Polisi Polda Bali Terlibat Kasus Perdagangan Orang di Benoa
TNI AU Kirim 22 Personel ke Spanyol untuk Pelatihan Pengoperasian A400M