TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dua Psikolog Klinis Anak dan Remaja dari Universitas Indonesia, Ratih Zulhaqqi dan Vera Itabiliana Hadiwidjojo, menekankan pentingnya pemilihan tayangan televisi yang tepat bagi anak sesuai tahapan usianya.
Menurut mereka, tontonan bisa berdampak positif atau negatif. Karena itu, orang tua perlu selektif dalam memilih program sekaligus aktif mendampingi anak saat menonton.
Vera menjelaskan tayangan yang tepat untuk anak memiliki beberapa ciri:
Mengandung nilai edukatif dan moral positif.
Sesuai tahap perkembangan anak.
Menggunakan bahasa sopan dan mudah dipahami.
Alur cerita sederhana dengan visual ramah anak.
Tidak berlebihan dalam konflik atau efek visual.
“Tayangan anak sebaiknya sederhana, visualnya ramah, dan tidak berlebihan dalam konflik maupun efek khusus,” kata Vera.
Menurut Vera, sejumlah konten televisi tidak layak dikonsumsi anak-anak, di antaranya:
Kekerasan atau perilaku antisosial.
Konten seksual atau mistis berlebihan.
Pola asuh yang salah tanpa pelurusan.
Iklan konsumtif berlebihan seperti junk food atau mainan mahal.
Ratih menambahkan, alur cerita yang terlalu cepat juga berisiko.
“Anak itu butuh jeda untuk memproses informasi. Kalau terlalu lama di depan layar, perilakunya bisa monoton dan hanya menonton,” ujar Ratih.
Kedua psikolog sepakat, peran orang tua sangat penting dalam membentuk kebiasaan menonton anak. Mereka menyarankan:
Buat aturan waktu menonton yang jelas. Anak usia sekolah maksimal 1–2 jam per hari.
Anak usia di bawah 2 tahun sebaiknya tidak terpapar layar sama sekali, kecuali video call keluarga.
Pilihkan tayangan sesuai usia, nilai, dan gunakan fitur parental control.
Ajak anak menonton bersama, lalu diskusikan isi tayangan.
Tentukan waktu khusus menonton, hindari menonton tanpa jadwal.
Ciptakan zona bebas layar saat makan, sebelum tidur, atau ketika kumpul keluarga.
“Tanyakan pendapat anak usai menonton dan luruskan bila ada perilaku yang tidak sesuai,” jelas Vera.
Ratih menambahkan, teladan orang tua juga berperan besar. Jika orang tua membatasi waktu layar, anak akan meniru kebiasaan tersebut.
Mengacu pada rekomendasi WHO dan organisasi dokter anak dunia, berikut panduan waktu menonton:
0–2 tahun: Sebaiknya tidak menonton TV sama sekali, kecuali video call keluarga.
2–5 tahun: Maksimal 1 jam/hari, tayangan edukatif, didampingi orang tua.
6–12 tahun: 1–2 jam/hari, konten edukatif atau moral seperti kartun, eksperimen sains, dokumenter ringan.
13–17 tahun: Boleh menonton hiburan kategori 13+, namun tetap perlu arahan dan diskusi.
“Yang terpenting bukan hanya apa yang ditonton, tapi juga bagaimana anak menontonnya dan siapa yang mendampingi,” tegas Ratih. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Deasy Mayasari |
Kulit Kerang Jadi Alat Tukar, Pasar Segoro Gresik Tawarkan Sensasi Belanja Unik
Arus Balik Maulid Nabi, Ribuan Penumpang Kangean-Raas Padati Pelabuhan Jangkar
PkM Kemdiktisaintek Latih Dasawisma Kapilit di Sumba Timur Kembangkan Olahan Pisang
Vanenburg Puas dengan Performa Timnas Indonesia Usai Libas Makau 5-0
Kereta Cepat Whoosh Jadi Atraksi Wisata Favorit Turis Malaysia ke Bandung
Piagam Madinah Menciptakan Negara Darussalam
Pantai Menuang Jadi Primadona, Wisata Baru Lahir dari Aksi Pemuda
Wisata Indonesia Ramaikan MATTA Fair 2025 di Kuala Lumpur
Ketika Hidup Menuntut Keberanian
Dewan Pers: Uji Materi UU Pers Bisa Tegaskan Perlindungan Hukum bagi Wartawan