TIMESINDONESIA, SURABAYA – Ada satu tindakan sederhana namun sarat makna dalam Kitab Makabe: Yudas Makabeus mengumpulkan perak untuk dikirim ke Yerusalem sebagai persembahan penebus dosa bagi orang-orang yang telah mati.
Ia yakin, seperti tertulis: “Sungguh suatu pikiran yang baik dan saleh untuk mendoakan orang-orang yang sudah mati supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.”
Tindakan itu adalah simbol cinta yang melampaui kematian. Sebuah keyakinan bahwa kasih dan doa masih bisa menjangkau mereka yang telah berpulang.
Dalam dunia yang sering menganggap kematian sebagai titik akhir, iman kita justru mengajarkan bahwa cinta tidak berhenti di liang kubur. Doa menjadi jembatan antara dunia yang fana dan yang kekal.
Bacaan kedua dari 1 Korintus 15 menegaskan bahwa Kristus telah bangkit sebagai yang sulung dari antara orang mati. Kebangkitan Kristus bukan sekadar peristiwa sejarah; itu adalah janji. Seperti benih yang mati agar tumbuh, demikian pula tubuh kita yang fana ini kelak akan diubah menjadi kemuliaan.
Dalam setiap ziarah ke makam orang terkasih, kita tidak sedang menatap kehilangan, melainkan sedang menatap harapan. Batu nisan hanyalah tanda, bukan akhir.
Yesus dalam Injil Yohanes 6:37–40 mengucapkan janji yang menenangkan:
“Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku tidak akan Kubuang.”
Inilah jantung dari iman Kristiani: tidak ada yang benar-benar hilang dalam kasih Allah. Kematian tidak mampu memisahkan kita dari kasih Kristus.
Maka, setiap lilin yang kita nyalakan di kubur, setiap doa yang kita bisikkan bagi arwah, adalah tanda bahwa kita masih terhubung dalam kasih yang kekal.
Kematian selalu meninggalkan luka. Tetapi iman mengubah luka itu menjadi rindu yang diterangi pengharapan.
Ketika kita mendoakan orang yang telah berpulang, sebenarnya kita sedang menegaskan iman kita sendiri — bahwa hidup ini bukan kebetulan, dan kematian bukan kehancuran.
Seperti Yudas Makabeus, kita percaya: doa bagi arwah adalah ungkapan iman kepada Allah yang penuh belas kasih.
Hari ini kita diingatkan: hidup tidak berhenti pada kematian, melainkan berlanjut dalam keabadian.
Kita dipanggil untuk menjaga api kasih tetap menyala, dengan berbuat baik, mengampuni, dan berdoa, sebab semua itu memiliki gema di kehidupan kekal.
“Hidup yang tak berakhir adalah hidup yang dijalani dengan kasih yang tak berkesudahan.” (*)
| Pewarta | : Ge Recta Geson |
| Editor | : Deasy Mayasari |
Jadi Percontohan Nasional, SPPG Polres Tulungagung Raih SLHS
PDAM Tirta Sembada Sleman Rayakan Hari Bakti ke-33, Bupati Dorong Peningkatan Kualitas Layanan
Tragis, Balita Ditemukan Meninggal Tenggelam di Kolam Banyuwangi Park
Salut, Polres Pacitan Berhasil Pulihkan Akun WhatsApp Korban Peretasan dalam 7 Jam
Kendalikan Inflasi, Gubernur Khofifah Gelar Pasar Murah di Bondowoso
Livoli Divisi I 2025, KWK Genk Ponorogo Ranking Ketiga Usai Bekuk Yuso Yogyakarta
Sedot Anggaran Rp10 Miliar, Fraksi PDI Perjuangan Pertanyakan Proyek Ambisisu Pemkot Madiun
Sekolah Benteng Melawan Radikalisme
500 Sertifikat Tanah Program PTSL di Desa Tambakrejo Banyuwangi Siap Cetak
Keseruan Kirab Budaya Klenteng Teng Swie Bio Sidoarjo Jadi Simbol Harmoni dan Toleransi Lintas Iman