TIMESINDONESIA, MALANG – Ketika kita berbicara tentang masa depan bangsa, tidak ada satu pun topik yang lebih relevan dibanding peran anak muda. Di pundak mereka, estafet kepemimpinan akan diserahkan.
Namun, lebih dari sekadar pewaris, anak muda sejatinya adalah motor perubahan. Pertanyaannya, apakah mereka sudah cukup diberdayakan untuk menjawab tantangan zaman yang makin kompleks?
Indonesia saat ini dihuni oleh generasi muda dalam jumlah yang besar. Data BPS menunjukkan, lebih dari 50 persen penduduk Indonesia adalah generasi milenial dan generasi Z.
Ini berarti kita memiliki bonus demografi yang luar biasa. Tetapi, bonus ini bisa menjadi berkah atau bencana, tergantung bagaimana negara dan masyarakat mengelolanya.
Jika anak muda dibiarkan tanpa arah, mereka hanya akan menjadi penonton dalam panggung globalisasi. Sebaliknya, jika diberdayakan dengan serius, mereka bisa menjadi aktor utama yang mengubah wajah bangsa.
Kata “berdaya” di sini tidak hanya berarti kuat secara fisik atau mampu secara ekonomi. Lebih dalam, berdaya adalah tentang kesadaran diri, kapasitas intelektual, dan keberanian untuk berperan dalam masyarakat.
Anak muda yang berdaya adalah mereka yang bisa berpikir kritis, mandiri, kreatif, tetapi tetap memiliki kepedulian sosial. Mereka bukan sekadar mengejar karier pribadi, melainkan juga berkontribusi pada kemajuan bersama.
Namun realitanya, jalan menuju pemberdayaan itu tidak mudah. Banyak anak muda hari ini masih terjebak dalam lingkaran masalah klasik: pendidikan yang tidak merata, lapangan kerja yang sempit, dan akses terhadap teknologi yang timpang.
Perguruan tinggi mencetak sarjana setiap tahun, tetapi pasar kerja tidak mampu menampung semua. Akibatnya, tidak sedikit lulusan muda yang berakhir menjadi pengangguran atau bekerja jauh di bawah kualifikasinya.
Selain itu, arus digitalisasi yang begitu deras menghadirkan paradoks. Di satu sisi, media sosial membuka peluang besar bagi anak muda untuk berekspresi, berbisnis, bahkan membangun jejaring global.
Tetapi di sisi lain, banyak anak muda yang justru terjebak dalam budaya konsumtif, teralihkan oleh hiburan instan, dan kehilangan fokus pada pengembangan kapasitas diri. Inilah tantangan serius yang harus segera diselesaikan.
Negara dan masyarakat tentu memiliki peran penting. Pemerintah tidak bisa hanya menjadikan anak muda sebagai jargon politik setiap musim pemilu. Program pemberdayaan harus benar-benar menyentuh akar persoalan.
Pendidikan, misalnya, tidak boleh hanya menekankan teori di ruang kelas, tetapi juga menyiapkan keterampilan praktis yang relevan dengan dunia kerja. Kurikulum harus adaptif dengan perkembangan zaman, termasuk menekankan literasi digital, kewirausahaan, dan kemampuan berpikir kritis.
Lebih jauh, akses modal dan ruang untuk berkarya bagi anak muda harus diperluas. Banyak pemuda memiliki ide cemerlang, tetapi terkendala pada dukungan finansial atau kebijakan. Padahal, jika diberi kesempatan, mereka bisa menciptakan lapangan kerja baru dan memberi dampak luas bagi masyarakat. Pemerintah daerah, misalnya, bisa memfasilitasi inkubator bisnis lokal, menyediakan ruang kreativitas, dan memberi penghargaan nyata bagi inovasi anak muda.
Namun, kita tidak bisa hanya menunggu negara. Pemberdayaan anak muda juga harus datang dari kesadaran komunitas. Organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, bahkan keluarga memiliki tanggung jawab untuk menumbuhkan mental kemandirian.
Anak muda perlu diarahkan agar tidak hanya mencari aman, tetapi juga berani mengambil risiko yang sehat. Mereka perlu dibiasakan untuk berpikir out of the box, tetapi tetap mengakar pada nilai-nilai budaya dan etika bangsa.
Di sisi lain, anak muda sendiri harus menyadari bahwa berdaya tidak datang secara instan. Tidak ada jalan pintas untuk menjadi pemimpin masa depan. Mereka perlu mengasah disiplin, membangun jejaring, dan berlatih mengambil keputusan.
Tantangan global menuntut anak muda Indonesia untuk bisa bersaing dengan generasi muda dari negara lain. Jika tidak, bonus demografi hanya akan jadi angka tanpa makna.
Harapan terbesar dari anak muda yang berdaya adalah terciptanya perubahan sosial yang nyata. Bayangkan jika anak muda di desa-desa mampu mengembangkan potensi lokal dengan teknologi digital, mereka tidak perlu berbondong-bondong ke kota untuk mencari kerja.
Bayangkan jika mahasiswa bukan hanya mengejar gelar, tetapi juga menciptakan riset yang menjawab kebutuhan masyarakat. Bayangkan jika komunitas pemuda mampu bergerak bersama melawan intoleransi, korupsi, dan kerusakan lingkungan. Semua itu bukan utopia, melainkan bisa menjadi kenyataan jika anak muda diberdayakan dengan benar.
Anak muda adalah cermin masa depan bangsa. Jika hari ini mereka lemah, masa depan bangsa pun akan rapuh. Tetapi jika hari ini mereka tumbuh menjadi generasi yang berdaya, masa depan bangsa akan terang. Karena itu, tidak ada pilihan lain selain menjadikan pemberdayaan anak muda sebagai agenda utama pembangunan nasional.
Anak muda bukan hanya objek pembangunan, tetapi subjek yang menentukan arah perjalanan bangsa. Mereka bukan sekadar penerus, tetapi juga pencipta sejarah baru. Kita hanya perlu memberi mereka ruang, dukungan, dan kepercayaan. Selebihnya, mereka akan membuktikan bahwa masa depan Indonesia ada di tangan anak muda yang berdaya.
***
*) Oleh : Agus Purnomo, S.P., Alumni Universitas Islam Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
Kopi dan Teh, Sama-Sama Menyehatkan tapi Ada Bedanya
Bakso Goreng Om Bakso, Harga Hemat Manjakan Lidah Pelanggan
BCA Tegaskan Sistem Aman di Tengah Isu Bobolnya RDN
Samsung Galaxy Tab S10 Lite Meluncur, Tablet AI Canggih Cuma Rp4 Jutaan
Mensos Saifullah Yusuf Dorong Pemberdayaan Revitalisasi Sungai di Denpasar
Bank Mandiri: Dana Pemerintah Pacu Akselerasi Kredit
Brave Pink-Hero Green: Bukti Suara Rakyat Kecil Tak Bisa Dibungkam
Bungkam Malut United 2-1, Persik Kediri Raih 3 Poin Pertama di Stadion Brawijaya
Hotel Majapahit Surabaya - MGallery Collection Rayakan Heritage Day dengan Heritage Hotel Tour
Rp200 Triliun Masuk Perbankan, Pertumbuhan DPK Diproyeksi Dua Digit