TIMESINDONESIA, SURABAYA – Reshuffle kabinet pada 8 September 2025 menghadirkan kejutan penting: Presiden Prabowo Subianto menunjuk Erick Thohir sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Setelah seminggu lebih menanti, Erick akhirnya resmi dilantik pada 17 September 2025 di Istana Negara.
Nama Erick tentu tidak asing. Ia dikenal sebagai menteri yang berhasil menata BUMN, sekaligus figur internasional dengan jejaring kuat di FIFA, IOC, hingga dunia bisnis global.
Kehadirannya menumbuhkan harapan baru. Jika selama ini Menpora kerap dipersepsikan sebatas urusan olahraga prestasi, maka kini terbuka peluang lebih luas: diplomasi internasional melalui sport diplomacy, pemberdayaan pemuda dalam ekosistem digital, hingga penguatan santri sebagai pelaku wirausaha atau yang dikenal dengan istilah santripreneurship.
Dalam teori kepemimpinan transformasional, seorang pemimpin tidak cukup hanya mengurus rutinitas, tetapi harus membawa visi besar yang mengubah organisasi. Erick Thohir memenuhi kriteria itu. Pengalaman mengelola klub sepakbola dunia, memimpin Asian Games 2018, hingga duduk di struktur olahraga global memberi modal besar.
Jika kapasitas global itu dipadukan dengan energi kepemudaan Indonesia, lahirlah peluang diplomasi baru. Olahraga dapat menjadi bahasa universal yang menghubungkan bangsa, memperkuat citra Indonesia, sekaligus membuka jejaring internasional yang lebih luas.
Jejak di Pesantren
Saya masih ingat, pada Juni 2022, Erick hadir di Pondok Pesantren Qomaruddin, Gresik, dalam program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) BUMN. Saat itu, Kementerian BUMN menggagas PesantrenPreneur bagi puluhan pesantren di Jawa Timur.
Saya bersama tim berkesempatan mendampingi Erick Thohir dalam meninjau lokasi pameran karya santri: mulai kopi, olahan pangan, pertanian-peternakan, hingga kerajinan dan fashion.
Yang menarik, Erick Thohir tidak sekadar lewat. Ia berdialog, menyimak, bahkan memberi apresiasi tinggi. Dalam kesempatan itu, ia menegaskan pentingnya penguatan ekosistem kewirausahaan santri agar berkembang lebih luas dan berdaya saing. Keyakinan itu menjadi sinyal kuat bahwa Erick Thohir memiliki visi kewirausahaan yang berpihak pada santri.
Saya sendiri juga sempat terlibat langsung dalam rangkaian program tersebut. Ketika para peserta pelatihan berkunjung ke industri PesantrenPreneur di Jawa Timur, tepatnya di Sidoarjo, saya berkesempatan menjadi pemateri.
Di forum itu saya melihat antusiasme luar biasa dari para santri dan pengasuh pesantren dalam mengembangkan usaha. Momentum inilah yang semakin meyakinkan saya, bahwa inisiatif yang didorong Erick Thohir kala itu benar-benar menyentuh kebutuhan nyata di lapangan.
Maka ketika ia kini menjadi Menpora, saya melihat peluang besar. Kemenpora bukan hanya bisa mengurusi atlet, tetapi juga menjadi motor gerakan santripreneur secara nasional.
Lima Agenda Strategis
Ada lima agenda strategis yang dapat menjadi arah baru Kemenpora di bawah kepemimpinan Erick Thohir: Pertama, memperluas akses pendidikan dan beasiswa. Pemuda Indonesia membutuhkan ruang untuk mengembangkan ilmu, riset, dan inovasi.
Investasi pada pendidikan akan kembali dalam bentuk produktivitas ekonomi. Erick Thohir dengan jejaring globalnya berpeluang membuka kolaborasi pendidikan dalam dan luar negeri.
Kedua, memperkuat literasi digital. Pemuda tidak boleh hanya konsumtif di media sosial, tetapi harus mampu menjadi kreator dan inovator. Erick Thohir, sebagai pengusaha media, tentu memahami tantangan ini: membentengi generasi muda dari judi online dan konten negatif, sembari mengarahkan mereka pada kreativitas dan produktivitas.
Ketiga, memperluas jejaring internasional. Bonus demografi hanya berarti jika pemuda berani tampil di panggung global. Sport diplomacy bisa menjadi pintu masuk, tetapi jejaring kewirausahaan, teknologi, dan budaya juga perlu dioptimalkan. Erick Thohir memiliki reputasi internasional yang jarang dimiliki Menpora sebelumnya.
Keempat, memperkuat santripreneur. Santri selama ini identik dengan dunia kitab dan dakwah, padahal mereka memiliki potensi besar di bidang ekonomi.
Gerakan santripreneur bukan sekadar bisnis, melainkan jalan moral meneguhkan kemandirian bangsa. Mereka butuh dukungan modal, regulasi, jejaring, dan akses pasar agar bisa tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru.
Kelima, membangun integritas dan kolaborasi. Pemuda membutuhkan teladan. Erick Thohir dituntut visioner sekaligus mampu merangkul atlet, akademisi, pengusaha, pesantren, hingga diaspora. Dengan kolaborasi lintas sektor, Kemenpora bisa keluar dari jebakan seremoni tahunan dan menghadirkan program yang benar-benar berdampak.
Olahraga dan Ekonomi Umat
Salah satu isu yang perlu diperhatikan Erick Thohir adalah ekonomi olahraga. Olahraga jangan hanya dipandang sebagai perebutan medali, tetapi juga sebagai industri yang membuka lapangan kerja, menggerakkan UMKM, hingga meningkatkan pariwisata. Di banyak negara, sport industry telah menjadi mesin ekonomi baru.
Hal serupa berlaku bagi pesantren. Santripreneur tidak hanya menjual produk, tetapi juga membangun ekonomi berbasis nilai. Jika gerakan ini dipadukan dengan ekosistem digital dan sport industry, santri bisa menjadi motor ekonomi yang berkontribusi nyata pada visi Indonesia Emas 2045.
Apakah semua agenda ini bisa dijalankan? Tentu tidak mudah. Namun strategi sejatinya bukan hanya rencana di atas kertas, melainkan kemampuan membaca peluang, beradaptasi, dan menggerakkan sumber daya. Erick Thohir punya rekam jejak adaptif, gesit, dan berjejaring luas.
Saya optimistis, bila energi pemuda dikelola dengan baik, bonus demografi tidak akan menjadi beban, melainkan kekuatan produktif. Erick Thohir punya peluang mengubah wajah Kemenpora: dari sekadar penyelenggara event olahraga menjadi katalisator energi pemuda, dari sekadar penonton global menjadi pemain penting diplomasi internasional, dan dari seremoni tahunan menjadi gerakan santripreneur yang mengakar kuat.
Indonesia Emas 2045 bukan sekadar cita-cita, melainkan amanah sejarah. Kini tugas kita bersama adalah mengawal agar harapan itu terwujud: olahraga yang bermartabat, pemuda yang kreatif, dan santri yang mandiri. Dan salah satu pintu menuju ke sana kini berada di tangan Erick Thohir sebagai Menpora. (*)
***
*) Oleh : Heri Cahyo Bagus Setiawan, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Negeri Surabaya, dan Direktur Utama PT Riset Manajemen Indonesia.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
Kasus Aduan Wali Murid SMPN 1 Pacitan, Guru Dipindahkan Sementara Menunggu Proses
Polres Probolinggo Kunjungi Keluarga Korban Penembakan KKB Papua
Melukis Bukan Sekadar Hobi, tapi Terapi Hati, Benarkah?
Bupati Bantul Instruksikan ASN, Non ASN, dan Pamong Kalurahan Jadi Anggota Koperasi Desa Merah Putih
Bersama Mendagri, APEKSI Bahas Penguatan Fiskal Daerah hingga Peningkatan PAD
Mabes Polri Apresiasi Polresta Malang Kota dalam Penanganan Unjuk Rasa
PGN Sediakan SPBG, Bahan Bakar Kendaraan Lebih Hemat hingga 55 Persen
Bulog Mengklaim Penyaluran Beras SPHP Meringankan Beban Masyarakat
Kedaulatan Rakyat di Era Digital, Badan Pengkajian MPR RI Soroti Anomali Demokrasi
Dana Hingga Rp 3 Miliar per Kopdes Merah Putih, Paling Lambat Cair Pekan Depan