TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di balik setiap kebijakan ekonomi besar di Indonesia, selalu ada kekuatan tak kasatmata yang mengatur arus keuntungan, mafia. Istilah “mafia” di sini bukan sekadar sindikat kriminal ala film, melainkan jejaring kepentingan yang terdiri dari politisi, pengusaha, birokrat, bahkan aparat penegak hukum yang bersimbiosis untuk mempertahankan privilese.
Dalam konteks utang negara, mafia ekonomi memegang peranan penting. Keuntungan besar yang seharusnya masuk ke kas negara justru bocor ke kantong pribadi kelompok tertentu.
Jika mata rantai ini bisa diputus, negara akan memiliki ruang fiskal lebih besar untuk membayar utang tanpa harus mengorbankan pajak rakyat.
Minyak dan gas bumi adalah salah satu sektor paling strategis Indonesia. Menurut data SKK Migas (2023), penerimaan negara dari sektor migas mencapai sekitar Rp 197 triliun. Namun, angka ini masih jauh dari potensi sesungguhnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkirakan bahwa praktik kebocoran, manipulasi lifting, dan mark-up kontrak bisa menyebabkan kerugian negara hingga Rp 50 triliun per tahun.
Kasus “Mafia Migas” yang pernah diungkap Tim Reformasi Tata Kelola Migas (2014) menjadi bukti nyata. Tim yang dipimpin Faisal Basri menemukan adanya jaringan perantara yang mengatur tender minyak impor, sehingga Pertamina dan negara membayar lebih mahal. Diperkirakan, kerugian negara mencapai Rp 20 triliun per tahun akibat praktik ini.
Indonesia adalah salah satu pengekspor batu bara terbesar di dunia. Nilai ekspor batu bara mencapai US$ 46,7 miliar pada 2022 (sekitar Rp 680 triliun) menurut BPS. Namun, kontribusi royalti dan PNBP ke kas negara tidak sebanding. Kementerian ESDM mencatat penerimaan negara dari sektor minerba hanya sekitar Rp 152 triliun pada tahun yang sama.
Perbedaan mencolok antara nilai ekspor dan penerimaan negara menunjukkan adanya kebocoran yang signifikan. Praktik umum yang dilakukan mafia batu bara antara lain: under-invoicing (melaporkan harga lebih rendah), penambangan ilegal, serta permainan kuota ekspor. KPK (2021) melaporkan potensi kerugian negara akibat penambangan ilegal bisa mencapai Rp 133 triliun per tahun.
Tidak hanya di sektor energi, mafia juga bercokol di sektor pangan. Setiap kali harga beras, gula, atau minyak goreng naik, publik sering mendengar istilah “kartel” atau “mafia pangan”.
Laporan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menunjukkan adanya indikasi kartel pada impor daging sapi (2016), gula (2017), hingga minyak goreng (2022).
Sebagai contoh, kasus minyak goreng tahun 2022 mengungkap keterlibatan perusahaan besar yang menahan distribusi demi mengerek harga. Akibatnya, rakyat menanggung harga mahal, sementara potensi pajak dan devisa negara ikut bocor.
Kejaksaan Agung bahkan menetapkan sejumlah tersangka dari perusahaan sawit besar dengan dugaan merugikan negara hingga Rp 18 triliun.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya menjadi “mesin pencetak dividen” bagi negara. Namun, tidak jarang BUMN justru menjadi sarang korupsi dan mafia proyek. Kasus Jiwasraya (kerugian Rp 16,8 triliun) dan Asabri (Rp 22,7 triliun) membuktikan bahwa mafia keuangan bisa menjebol perusahaan negara sebesar itu.
Padahal, jika tata kelola BUMN bersih, dividen yang masuk ke kas negara bisa jauh lebih besar. Pada 2024, setoran dividen BUMN diperkirakan hanya sekitar Rp 80 triliun. Bandingkan dengan potensi keuntungan riil jika kebocoran bisa ditutup: menurut studi LPEM UI, efisiensi tata kelola BUMN bisa meningkatkan dividen hingga dua kali lipat, mencapai Rp 160 triliun per tahun. Selisih Rp 80 triliun ini bisa digunakan untuk memperkuat APBN dan membayar utang.
Dampak Mafia terhadap Utang Negara
Mari kita buat simulasi sederhana dari potensi kehilangan negara akibat mafia di berbagai sektor: Migas: Rp 20–50 triliun per tahun, Batu bara/minerba: Rp 133 triliun per tahun, Pangan (impor & distribusi): Rp 18 triliun per tahun, BUMN (inefisiensi & korupsi): Rp 80 triliun per tahun, Total potensi kebocoran: Rp 251–281 triliun per tahun.
Jika setengah saja dari angka ini bisa diselamatkan, Indonesia punya tambahan penerimaan Rp 125 triliun per tahun. Angka ini setara dengan 25% dari kebutuhan pembayaran bunga utang negara.
Banyak negara lain juga menghadapi masalah mafia ekonomi, tapi beberapa berhasil menertibkannya. Nigeria berhasil menindak mafia minyak melalui Nigeria Extractive Industries Transparency Initiative (NEITI), yang membuat penerimaan negara dari sektor migas naik signifikan sejak 2010.
India berhasil menekan mafia pangan melalui digitalisasi distribusi beras bersubsidi dengan sistem biometric identification (Aadhaar). Meksiko menindak kartel bensin dengan membuka pasar dan memotong monopoli perusahaan negara Pemex, sehingga harga lebih kompetitif dan penerimaan pajak meningkat.
Pengalaman internasional ini bisa jadi rujukan Indonesia untuk memutus mata rantai mafia di sektor-sektor strategis. Mafia ekonomi adalah salah satu “utang tersembunyi” bangsa Indonesia. Mereka menggerogoti penerimaan negara yang seharusnya bisa digunakan untuk membayar utang, membangun infrastruktur, atau membiayai pendidikan dan kesehatan.
Dengan memberantas mafia di sektor migas, minerba, pangan, dan BUMN, Indonesia berpotensi menghemat ratusan triliun rupiah per tahun. Namun, kuncinya ada pada keberanian politik: berani melawan kepentingan besar, berani transparan, dan berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
***
*) Oleh : Fahrul Bagenda, Sekretaris Jendral Forum Strategis Pembangunan Sosial (FORES).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
Berkah BIG Downhill 2025, Sejumlah Rumah Warga Tamansari Banyuwangi Jadi Penginapan Dadakan
Dandim 0617 Majalengka Turun ke Sawah, Panen Raya Jadi Bukti Sinergi Ketahanan Pangan
Universitas Brawijaya Jadi Pionir AI Talent Factory di Indonesia
Penulis Lagu Peraih Grammy, Brett James Meninggal dalam Kecelakaan Pesawat
Densus 88 Sebut Belitung Aman dari Ancaman Radikalisme
DPW Tani Merdeka DIY Dilantik, Petani Yogyakarta Siap Perkuat Kedaulatan Pangan
Serangan Darat dan Bom Paksa Ribuan Warga Gaza Mengungsi
Ribuan Komunitas dan Influencer Turun Bersih Sampah di Kawasan GOR Sidoarjo
Sumur Tujuh, Warisan Sejarah Perang Dunia II di Pesisir Bangka
Turnamen Pencak Silat Piala Panglima TNI 2025 Digelar di Malang