TIMESINDONESIA, MALANG – Kemiskinan ekstrem di desa masih menjadi persoalan mendasar pembangunan Indonesia. Data pemerintah menunjukkan bahwa mayoritas penduduk miskin berada di wilayah perdesaan, terutama yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian tradisional.
Ironisnya, desa yang selama ini dikenal sebagai lumbung pangan, justru dihuni oleh masyarakat dengan tingkat kesejahteraan rendah. Fenomena ini menegaskan perlunya strategi yang lebih inovatif dan berkelanjutan dalam menangani kemiskinan, bukan sekadar karitas atau bantuan jangka pendek.
Kemiskinan di desa memiliki wajah yang kompleks. Ia tidak hanya berkaitan dengan rendahnya pendapatan, tetapi juga keterbatasan akses pada pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga kesempatan ekonomi.
Banyak desa masih terjebak dalam lingkaran keterbelakangan: anak-anak putus sekolah, generasi muda merantau ke kota, sementara orang tua bertahan hidup dengan hasil tani yang tidak menentu. Kondisi ini melahirkan ketimpangan struktural antara kota dan desa.
Pertama, penguatan akses pendidikan dan keterampilan menjadi kunci. Pendidikan di desa kerap dianggap formalitas, padahal ia adalah pintu keluar dari jerat kemiskinan. Pemerintah desa bersama sekolah dan pesantren dapat menghadirkan model pendidikan vokasional yang relevan dengan kebutuhan lokal.
Misalnya, pelatihan keterampilan agroindustri, perikanan modern, atau pengolahan hasil pertanian berbasis teknologi sederhana. Dengan demikian, anak muda desa tidak hanya diajarkan teori, tetapi juga diberi bekal keahlian praktis yang bisa langsung membuka peluang usaha.
Kedua, pembangunan ekonomi desa harus berorientasi pada nilai tambah lokal. Selama ini, desa hanya menjadi pemasok bahan mentah dengan harga rendah, sementara keuntungan besar dinikmati rantai distribusi di kota.
Strategi hilirisasi sederhana perlu didorong, misalnya dengan membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengelola pengolahan pangan, produk kreatif, hingga wisata desa. Dengan cara ini, desa tidak hanya menjual beras, jagung, atau ikan, tetapi juga produk olahan yang bernilai tinggi di pasar.
Ketiga, penting untuk memperkuat akses digital dan teknologi. Digitalisasi dapat menjadi senjata ampuh melawan kemiskinan ekstrem. Platform marketplace memungkinkan petani dan pelaku UMKM desa menjual produknya langsung ke konsumen tanpa bergantung pada tengkulak.
Namun, akses internet yang merata dan literasi digital masyarakat desa masih menjadi pekerjaan rumah besar. Di titik ini, kolaborasi antara pemerintah daerah, komunitas, dan sektor swasta menjadi sangat penting untuk menyediakan infrastruktur sekaligus pelatihan.
Selain aspek ekonomi, kesehatan masyarakat desa juga harus menjadi perhatian. Kemiskinan sering kali berbanding lurus dengan rendahnya derajat kesehatan. Banyak keluarga di desa masih kesulitan mendapatkan air bersih, sanitasi layak, atau akses ke fasilitas kesehatan yang memadai.
Program penanganan kemiskinan ekstrem tidak bisa dilepaskan dari pemenuhan kebutuhan dasar ini. Pembangunan Puskesmas yang berkualitas, posyandu aktif, hingga program gizi seimbang bagi balita dan ibu hamil akan membantu memutus rantai kemiskinan antar generasi.
Lebih jauh, penanganan kemiskinan di desa juga menuntut adanya penguatan kelembagaan sosial. Desa memiliki modal sosial yang kuat berupa gotong royong, tradisi musyawarah, dan kepemimpinan lokal.
Sayangnya, nilai-nilai ini sering tergerus oleh arus individualisme modern. Padahal, jika dikelola dengan baik, modal sosial bisa menjadi kekuatan besar.
Misalnya, penguatan koperasi tani, kelompok nelayan, atau komunitas perempuan desa yang berorientasi pada usaha produktif. Melalui solidaritas sosial, risiko kemiskinan bisa ditekan secara bersama-sama.
Tidak kalah penting adalah reformasi kebijakan dana desa. Selama ini dana desa lebih banyak diarahkan pada pembangunan infrastruktur fisik. Padahal, tantangan kemiskinan ekstrem menuntut perhatian lebih pada program pemberdayaan manusia.
Alokasi anggaran desa perlu diarahkan untuk pelatihan keterampilan, modal usaha mikro, beasiswa pendidikan, hingga program pemberdayaan perempuan. Desa yang berdaya bukanlah desa yang hanya memiliki jalan cor atau balai desa megah, melainkan desa yang masyarakatnya mampu keluar dari jerat kemiskinan.
Strategi menangani kemiskinan ekstrem juga harus berpihak pada kelompok rentan: perempuan kepala keluarga, penyandang disabilitas, lansia, dan anak-anak. Mereka adalah pihak yang paling mudah terjerumus dalam kemiskinan karena keterbatasan akses dan kesempatan.
Program pemberdayaan ekonomi berbasis keluarga, misalnya pelatihan keterampilan rumah tangga produktif atau usaha mikro berbasis komunitas, akan membantu kelompok rentan menemukan ruang hidup yang lebih layak.
Menangani kemiskinan ekstrem di desa bukan semata persoalan bantuan sosial, melainkan proses panjang membangun kemandirian. Desa tidak boleh lagi dipandang sebagai objek pembangunan, tetapi subjek yang mampu mengelola potensinya sendiri. Ketika desa diberdayakan, kemiskinan akan berkurang, dan Indonesia akan berdiri lebih kokoh sebagai bangsa yang adil dan sejahtera.
Kemiskinan memang persoalan klasik, tetapi ia tidak boleh dianggap sebagai takdir. Dengan pendidikan yang relevan, ekonomi berbasis nilai tambah, akses teknologi, kesehatan layak, dan penguatan modal sosial, desa bisa menjadi ruang hidup yang bermartabat. Saatnya berpindah dari sekadar karitas menuju kemandirian. Karena desa yang kuat berarti Indonesia yang tangguh.
***
*) Oleh : Burhanuddin, Kader PMII Cabang Kota Malang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Editor | : Hainorrahman |
Marty Natalegawa: Kemampuan Beradaptasi Kunci Ketahanan ASEAN
Oliver Sykes dari Bocah Kreatif hingga Ikon Musik Alternatif BMTH
Google Tambah Dua Fitur Baru di Android Auto, Bikin Berkendara Lebih Aman
Daftar Sementara Korban Insiden Ambruknya Musala Ponpes Al-Khoziny: 104 Selamat, 26 Meninggal Dunia
Tiga Jenazah Kembali Ditemukan di Reruntuhan Ponpes Al Khoziny, Total Korban Meninggal Capai 20 Orang
HIPMI Sidoarjo Turunkan Alat Berat Bantu Percepatan Evakuasi Korban Tragedi Al Khoziny
Berpikir Optimis, Hidup Jadi Sehat
Polda Jatim Identifikasi 3 Jenazah Korban, Total Jadi 8 Orang
Menyelamatkan Warisan Intelektual Bangsa dari Barat
Minta Layanan Cepat dan Responsif, Puluhan Pejabat Cianjur Resmi Dilantik