TIMESINDONESIA, JAKARTA – Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki menegaskan bahwa penguatan perhutanan sosial, konservasi sumber daya alam (SDA), dan program pembangunan kehutanan merupakan kunci kebangkitan ekonomi hijau Indonesia.
“Pemerintah akan terus memperkuat perhutanan sosial sebagai strategi nasional untuk membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan, sekaligus menjaga kelestarian hutan,” ujar Rohmat dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Secara nasional, capaian perhutanan sosial telah mencapai kurang lebih 8,3 juta hektare, melibatkan lebih dari 1,4 juta kepala keluarga penerima manfaat. Program ini, kata Rohmat, bukan hanya membuka akses kelola hutan bagi masyarakat, melainkan juga memberikan nilai tambah ekonomi secara berkelanjutan.
“Perhutanan sosial memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar kawasan hutan, dengan pemanfaatan yang bertanggung jawab dan tidak merusak kelestariannya,” tambah Rohmat.
Wamenhut mencontohkan Provinsi Maluku sebagai salah satu daerah dengan capaian nyata. Hingga kini, pemerintah telah menerbitkan 171 unit SK Persetujuan Perhutanan Sosial seluas kurang lebih 240 ribu hektare, melibatkan lebih dari 33 ribu kepala keluarga. Dari program tersebut, terbentuk 533 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang mencatatkan nilai transaksi ekonomi tahun 2025 sebesar Rp3,85 miliar.
Lebih jauh, Maluku bahkan mencatat sejarah dengan melepas ekspor perdana hasil hutan bukan kayu (HHBK). Produk yang dikirim meliputi 30 ton getah damar ke India senilai Rp570 juta serta 15 ton rempah pala ke China melalui Surabaya senilai Rp1,5 miliar. Pelepasan dilakukan dari Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon.
“Maluku diharapkan menjadi contoh bagaimana hutan dapat dikelola secara lestari dan berkelanjutan oleh masyarakat adat,” kata Rohmat.
Produk ekspor ini berasal dari berbagai wilayah hutan rakyat dan adat, antara lain Hutan Desa Rambatu, Hutan Desa Morella, HKM Tawanesiwa, HKM Soribang, serta Hutan Adat Hutumuri.
Selain menambah devisa negara, ekspor HHBK tersebut juga berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja. Sedikitnya 36 perempuan lokal terlibat dalam proses sortir pala, dengan penghasilan rata-rata Rp2,5 juta hingga Rp3 juta per bulan.
Rohmat menegaskan, inisiatif ini menandai babak baru pengelolaan hutan di Maluku, di mana aspek ekonomi, ekologi, dan sosial berjalan seiring demi mewujudkan visi ekonomi hijau nasional. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Imadudin Muhammad |
Mengenal Perjalanan Panjang Sistem Keuangan Indonesia Lewat Penelusuran Museum BI
Penderita Asam Lambung Masih Bisa Menikmati Kopi, Ini Tipsnya
Hayley Williams Tegaskan Paramore Tidak Bubar, Cuma Hiatus
Yamaha XMAX Connected TechMAX Resmi Dirilis, Ketahui Fitur dan Harganya
Era Digitalisasi, Kementerian UMKM Dorong Pelaku Usaha Adopsi Teknologi dan AI
Netflix Rilis Foto Logue Town untuk One Piece Live Action
Ekonomi RI Tetap Tangguh, JCR Pertahankan Rating BBB+ dengan Outlook Stabil
Sekolah Rakyat Permanen Dibangun di Solok, Harapan Baru Putus Rantai Kemiskinan
Lestari Moerdijat: Hormati Kedaulatan Negara, Kunci Perdamaian Dunia
Pemkab Sleman Gandeng Dinas PMK Dukcapil DIY, Lurah Diminta Kelola TKD Sesuai Aturan