TIMESINDONESIA, PACITAN – Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan (Dinkes Pacitan) mengaku sangat terbantu dengan adanya alokasi anggaran dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2025.
Melalui DBHCHT tersebut, Dinkes mendapatkan suntikan dana sebesar Rp17,5 miliar, dari total anggaran tersebut Rp3 miliar yang digunakan khusus untuk pengadaan obat-obatan guna memenuhi kebutuhan layanan kesehatan masyarakat di seluruh Puskesmas di Pacitan. Jumat (25/7/2025).
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Pacitan, drg. Nur Farida menyampaikan bahwa dana sebesar itu sangat membantu pihaknya, mengingat pada tahun anggaran 2025, tidak ada bantuan pengadaan obat dari pemerintah pusat.
“Kami tentu sangat terbantu. Tahun 2025 ini, tidak ada bantuan pembelian obat dari pusat. Tapi beruntung kami mendapatkan anggaran dari DBHCHT, salah satunya digunakan untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan di 12 kecamatan se-Kabupaten Pacitan,” ungkap drg. Nur Farida,
Menurut Farida, pengadaan obat merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan adanya ketersediaan obat yang cukup dan sesuai standar, maka pelayanan di Puskesmas maupun fasilitas kesehatan lainnya bisa berjalan lebih optimal.
Oleh sebab itu, tambahan dana dari DBHCHT menjadi solusi konkret untuk menjamin ketersediaan obat di daerah.
Tak hanya untuk pengadaan obat, anggaran DBHCHT juga dimanfaatkan untuk pengadaan alat kesehatan (alkes), renovasi Puskesmas dan Pustu (Puskesmas Pembantu), hingga pembangunan gedung rawat jalan RSUD dr. Darsono Pacitan.
“Selain untuk obat, anggaran DBHCHT juga kita gunakan untuk pembelian alkes, kemudian renovasi fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Pustu, serta menunjang kebutuhan RSUD dr. Darsono,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa setiap alokasi dana dari DBHCHT direalisasikan sesuai petunjuk teknis (juknis) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pihaknya selalu mengikuti aturan dan perencanaan berdasarkan kebutuhan lapangan, termasuk pembagian alokasi antara pengadaan barang dan peningkatan fasilitas layanan.
Ada lima ciri utama yang harus diwaspadai oleh masyarakat terkait rokok ilegal, yaitu tanpa pita cukai, pita cukai palsu, pita cukai bekas, salah peruntukan, dan salah personalisasi.
Larangan menjual rokok ilegal melanggar undang-undang nomor 39 tahun 2007 pasal 50 dan 54, dengan ancaman hukuman pidana 1 hingga 5 tahun penjara dan/atau denda sedikitnya 2 kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang harusnya di bayar.
Peredaran rokok ilegal di Pacitan berdampak buruk pada pendapatan negara dan daerah, sehingga partisipasi semua pihak sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. (*)
Pewarta | : Rojihan |
Editor | : Ronny Wicaksono |
Mendes RI Hingga Bupati Probolinggo Cari Solusi Kesulitan Air Bersih di Tengger
Verstappen Pecundangi Piastri di Sprint Race GP Belgia
Bupati Malang ‘Manut’ Aturan Provinsi Jatim Soal Sound Horeg
Komisi E DPRD Jatim Desak KONI Segera Selesaikan Konflik Cabor Anggar Porprov Jatim
Menikmati Teh Legendaris Thailand Sejak 1945 ChaTraMue yang Kini Hadir di Surabaya
Tengger Tengah Kesulitan Air, Mujadalah Kiai Kampung Jadi Tempat Curhat Warga
Memperkuat Kontribusi Perempuan Indonesia di Bidang STEM
Band Madura Lorjhu’ Bawa Warna Rock ke Jazz Gunung 2025
Pastikan Stok BBM Aman, Pertamina dan Pemkab Jember Imbau Masyarakat Untuk Bersabar
Tiffany’s Aesthetic Clinic Padukan Kecantikan dan Kesehatan Lewat Secretome Stem Cell