TIMESINDONESIA, BANYUMAS – Kehadiran Menteri Agama (Menag) RI, Prof DR KH Nasaruddin Umar, MA dalam acara Zikir Kebangsaan dan Ikrar Bela Negara yang digelar Jam’iyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah Ahlussunnah Wal Jamaah (JATMA Aswaja) di Masjid Istiqlal, Ahad (10/8/2025), menuai polemik di sebagian kalangan.
Namun, Guru Besar Ilmu Manajemen UIN Saizu Purwokerto, Prof DR KH Fathul Amin Aziz, MM menilai langkah Menag tersebut justru sudah tepat dari perspektif manajerial dan kepemimpinan.
Menurut Prof Amin Aziz, Menag hadir bukan sekadar sebagai tokoh agama, tetapi sebagai pemimpin tertinggi lembaga yang menaungi seluruh agama di Indonesia, termasuk penghayat kepercayaan.
"Belajar kepemimpinan dari Piagam Madinah yang menaungi seluruh umat dari suku apapun dan agama apapun. Kehadiran Menag adalah bagian dari tugas mengayomi semua golongan,"ujarnya kepada TIMES Indonesia, Rabu (13/8/2025).
Ia menambahkan, secara manajerial, kehadiran Menag merupakan penerapan seni mengatur organisasi, mengelola konflik, dan membangun komunikasi lintas kelompok sebagaimana pandangan Stephen P. Robbins dan Mary Coulter dalam literatur manajemen. Apalagi, Nasaruddin juga berkapasitas sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal.
"Tidak elok jika ada acara besar di Istiqlal, tapi tuan rumah tidak hadir. Kehadiran beliau sekaligus bentuk penghormatan terhadap tamu," tegasnya.
Prof Amin Aziz mencontohkan sikap adaptif Menag dalam berbagai kesempatan, seperti saat menghadiri peluncuran Pojok Baca Nahdliyin (PBN) di Cilacap awal Agustus lalu.
"Beliau tidak segan menginap di rumah warga, lalu ikut istighasah haul ulama. Menag itu wise, bijaksana, dan mampu menyesuaikan diri di setiap kondisi," katanya.
Terkait kritik atas alokasi DIPA Kemenag 2025 yang dinilai timpang antara Islam dan agama lain, Prof Amin menilai hal itu harus dilihat berdasarkan data. Berdasarkan statistik 2024, penganut Islam di Indonesia mencapai 87,2% dari total penduduk.
"Jumlah pesantren saja ada lebih dari 39.500, belum termasuk madrasah diniyah dan sekolah formal lainnya, wajar secara manajemen jika anggarannya lebih besar, yang penting adalah efektivitas dan nilai manfaatnya,"jelasnya.
Ia mengingatkan, informasi yang dibangun tanpa data valid, metodologi jelas, dan alur berpikir sehat rawan ditunggangi kepentingan tertentu. Dalam perspektif teori manajemen komunikasi dan semiotika Ferdinand de Saussure, framing seperti itu sering digunakan untuk membentuk persepsi publik.
Diketahui, dalam sambutannya di acara JATMA, Menag Nasaruddin Umar mengajak seluruh elemen bangsa menjadikan Indonesia sebagai rumah besar bagi umat beragama. Ia menegaskan masjid, termasuk Istiqlal, harus menjadi pusat kemanusiaan yang terbuka bagi siapa saja.
Rasulullah SAW, menurutnya, pernah mengundang 60 tokoh lintas agama berdialog di masjid, dan hal itu menjadi teladan. "Prinsip ini adalah modal sosial Indonesia untuk tampil sebagai pelopor peradaban Islam modern yang damai dan toleran,"ucapnya.
Prof Amin Aziz menutup dengan menegaskan bahwa polemik ini sebaiknya dilihat dengan kacamata kepemimpinan strategis. "Menag menjalankan peran manajerial, menjaga harmoni, dan memberi teladan dalam menghormati perbedaan. Itu inti kepemimpinan," pungkasnya. (*)
Pewarta | : Sutrisno |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
Kolaborasi Akademisi Menguat, IKAPROBSI Dorong Internasionalisasi Bahasa Indonesia
MPR RI Siap Gelar Sidang Tahunan 2025, Agenda Pidato Presiden hingga Rangkaian Peringatan Hari Konstitusi
Transformasi UNJ Sebagai Kampus Berdampak dan Inklusif Menuju WCU
PSG Balikkan Keadaan, Kalahkan Tottenham Lewat Adu Penalti di Piala Super Eropa
Integrasi Jaringan Listrik ASEAN: Solusi Ketahanan Energi dan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan
Pimpinan MPR Gelar Napak Tilas Sejarah ke Rengasdengklok
Niat Jemput Anak, Ibu Muda di Kota Banjar Dijambret Saat Berkendara
Menjaga Kulit Tetap Terhidrasi dengan Air Mineral Alamo
Jejak Kerajaan Panjalu di Sendang Tirta Kamandanu, Airnya Diyakni Sakti dan Berkhasiat
Gebyar Kemerdekaan! PLN Obral Diskon 50 Persen untuk Tambah Daya Listrik