TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto turun langsung ke posko pengungsian Banjar Sedana Mertha, Ubung, Denpasar, Kamis (11/9/2025). Dalam kunjungan itu, ia membuka dialog dengan puluhan korban banjir Bali yang rumah kos mereka hancur dihantam air bah.
Suharyanto menegaskan bahwa pemerintah pusat bersama daerah sedang mencari skema khusus untuk membantu para penyintas, mengingat kondisi mereka berbeda dari korban bencana di wilayah lain.
“Memang ada yang spesifik di Bali ini, karena ternyata masyarakat yang terdampak bukan pemilik rumah, tapi mereka penyewa rumah kos,” kata Suharyanto di hadapan pengungsi.
Menurut Kepala BNPB, penanganan banjir biasanya lebih mudah diasesmen ketika rumah korban merupakan milik pribadi. Dalam aturan umum, rumah yang rusak berat mendapat ganti rugi Rp60 juta, rusak sedang Rp30 juta, dan rusak ringan Rp15 juta.
Namun, skema itu sulit diterapkan bagi warga yang tinggal di kos.
“Harta benda mereka sudah hanyut bersama rumah kos milik orang lain. Jadi ini harus dibicarakan secara terpadu dari kepala desa, camat, wali kota, bupati hingga gubernur,” jelasnya.
BNPB membuka kemungkinan penerapan pola dana tunggunia, yakni bantuan biaya sewa sementara bagi keluarga terdampak. Skema ini pernah digunakan saat Gunung Lewotobi Laki-laki meletus, di mana warga menerima Rp600 ribu per bulan per kepala keluarga untuk mengontrak rumah, sambil menunggu pemulihan.
“Apa bisa seperti itu nanti kita diskusikan. Berikan kami waktu,” ujar Suharyanto.
Dalam masa tanggap darurat yang ditetapkan selama sepekan, BNPB memastikan kebutuhan dasar masyarakat di pengungsian tetap terpenuhi. Bantuan logistik yang sudah disalurkan antara lain sembako, perlengkapan tidur, serta kebutuhan ibu dan anak.
BNPB juga mendengar langsung permintaan warga agar bantuan pakaian segera disalurkan. “Yang terpenting sekarang adalah memastikan masyarakat bisa bertahan dengan layak di posko, sambil kita pikirkan solusi jangka panjang,” tambahnya.
Cerita pilu datang dari Deby (24), salah satu pengungsi yang membawa bayi berusia 7 bulan. Ia kehilangan rumah kos dan seluruh barangnya saat banjir melanda kawasan Jalan Cokroaminoto, Gang Mawar, Denpasar, dini hari Rabu (10/10/2025).
“Kosnya hancur, tidak bisa dihuni lagi. Kejadiannya jam 2 malam, kami tidur tidak sadar, tiba-tiba air naik. Saya langsung gendong anak keluar, tidak sempat bawa apa-apa,” tutur Deby dengan mata berkaca-kaca.
Ia menambahkan, ada 10 kamar kos yang hancur akibat banjir. Semua penghuninya selamat, tetapi tidak ada barang yang tersisa. “Kasur, lemari, semua hanyut. Kami minta bantuan terutama tempat tinggal,” kata Deby, ibu muda asal Kupang, NTT.
BNPB menekankan bahwa solusi untuk penyintas rumah kos harus dirumuskan bersama pemerintah daerah. Hal ini penting agar kebijakan tidak hanya sekadar bantuan darurat, tetapi juga menjawab kebutuhan jangka panjang warga yang kehilangan tempat tinggal.
“Banjir Bali ini harus menjadi pembelajaran. Kita tidak boleh hanya jadi pemadam kebakaran, menunggu bencana datang. Skema mitigasi, normalisasi sungai, dan tata ruang juga harus segera ditata ulang,” ujar Suharyanto. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Imadudin Muhammad |
UM Buka Kesempatan Siswa SMA Rasakan Kuliah Lebih Awal
Kakek di Malang Ditangkap, Cabuli Bocah Tetangganya Sendiri
Gaya Hidup Bebas dan Pencarian Jati Diri Bangsa
Gelar Public Expose, Bank Jatim Catat Kinerja Solid Sepanjang Triwulan Dua 2025
Jabar Media Summit 2025 Bahas Masa Depan Media di Era Digital
Pekerja P3PD Subkomponen 1 D Desak Kemendagri Bayarkan Honorarium dan Tuntaskan Masalah Proyek
Pacu Kemandirian Ekonomi, Pemkab Blora Dorong Sinergi BUMDes Antar Desa
Gubernur Khofifah Puji Kualitas Sepatu Olahraga Produksi UMKM Mojokerto, Tawarkan Ikut Misi Dagang
KKP Jalin Kemitraan dengan Korsel, Target Lahirkan Kampus Cerdas dan Pemimpin Global
Nasib Mujur Ojol Banyuwangi, Motornya Kembali Plus Dapat Bonus dari Kapolresta