TIMESINDONESIA, SURABAYA – Lapangan Tugu Pahlawan di Kota Surabaya kembali ramai oleh ratusan pasang mata yang menyaksikan pertunjukan teatrikal New Kompi Maling Matosin, Minggu (26/10/2025) pagi.
Di bawah naungan komunitas Front Kolosal Soerabaja, kisah heroik arek-arek Suroboyo melawan tentara Inggris dihidupkan kembali dipertunjukkan.
Selama hampir satu jam penuh, puluhan pemain dengan kostum pejuang lengkap dengan properti senjata dan efek suara tembakan berhasil menyulap lapangan menjadi medan pertempuran 10 November.
Para penonton yang terdiri dari berbagai usia terpaku menyaksikan adegan demi adegan, termasuk banyak keluarga yang sengaja membawa anak-anak untuk melihat langsung pertunjukan peristiwa bersejarah ini.
“Anak-anak zaman sekarang itu harus ngerti gimana perjuangan pahlawan demi kemerdekaan Indonesia. Dari acara kayak gini kan mereka bisa belajar sejarah. Yang biasanya baca buku aja jadi tahu lah, gimana-gimananya. Selain hiburannya dapat, belajarnya juga dapat jadi menyenangkan,” ujar Fitri (36), ibu dua anak yang datang sejak pagi.
Rifa (15), yang juga datang dengan teman-temannya mengaku kalau acara tersebut seru dan ramai. "Biasanya baca di buku doang kalau sejarah, jadi kami pengen lihat langsung kayak gimana. Menurutku bagus sih, soalnya bisa belajar juga tentang sejarah Indonesia. Sekalian juga habis ini ke museum buat belajar," katanya.
Komunitas Front Kolosal Soerabaja memang telah konsisten menggelar pertunjukan serupa setiap bulan di Lapangan Tugu Pahlawan. Setiap pementasan selalu mengusung cerita-cerita perjuangan lokal dengan skala besar. Tidak hanya sebagai tontonan, pertunjukan ini menjadi media efektif untuk menumbuhkan kecintaan terhadap sejarah di kalangan masyarakat.
New Kompi Maling Matosin khususnya mengangkat peran rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan. Cerita ini mengingatkan dan memberikan pesan bahwa semangat patriotisme tidak hanya dimiliki tentara, tetapi juga menyala-nyala di hati warga biasa, dari pedagang kecil hingga buruh, yang rela berkorban demi tanah air.
Keberhasilan pertunjukan semacam ini membuktikan bahwa pendidikan sejarah tidak harus kaku dan membosankan. Dengan kemasan yang atraktif dan mudah diakses, nilai-nilai kepahlawanan bisa terus hidup dan relevan bagi generasi sekarang.
Hadirnya berbagai komunitas sejarah di ruang publik menunjukkan geliat baru dalam pewarisan nilai-nilai kepahlawanan. Sebuah bentuk edukasi yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat. (*)
| Pewarta | : Della Nur Khofiah [MG] |
| Editor | : Ronny Wicaksono |
Gebrakan Gabriella Cecilia, Dari Dunia Catwalk ke Advokasi Pendidikan Inklusif
Tampak Rapuhnya Sistem MBG
Lanud Abdulrachman Saleh Malang Gelar Open Base, Warga Diajak Mengenal Dunia Dirgantara
Dua Ribu Peserta SD dan SMP se-Surabaya Ikuti Kompetisi Mengeja Bahasa Inggris
Ibu Negara Tutup Usia, Mulai Hari Ini Thailand Berkabung Selama Satu Tahun
Gubernur Khofifah Hadiri Jalan Sehat Hari Santri 2025 Bersama Ribuan Warga Lamongan
Kemampuan Pedagogi Tanpa Moral
Dihantam Tiga Kekalahan Kandang Beruntun, Arema FC Sesalkan Keputusan Wasit
Warga Sumringah Berkat Listrik Gratis PLN EPI, PLN UID Jatim dan PLN UP3 Banyuwangi
Luar Biasa, Bank Jatim Raih Best Issuing Bank di Prima Awards 2025