TIMESINDONESIA, MALANG – Mahasiswa Program Studi D3 Teknologi Pemeliharaan Pesawat Udara (TPPU) Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang (Polinema) mengembangkan perangkat untuk meningkatkan keselamatan penerbangan dengan membuat alat Flap/Slat Electronics Unit (FSEU) dan Simulator Fly by Wire.
Karya ini dipamerkan dalam ajang Expo Polinema Berdampak sebagai bagian dari tugas akhir mereka.
Ide tersebut berawal dari tragedi kecelakaan tragis pesawat Spanair yang menewaskan ratusan penumpangnya pada 2008 silam.
Penyebab kecelakaan Spanair Penerbangan 5022 tahun 2008 terjadi karena pilot lupa mengembangkan flap dan slat untuk lepas landas, menyebabkan pesawat kehilangan tenaga angkat dan jatuh sesaat setelah lepas landas di Madrid.
Booth Program Studi Teknologi Pemeliharaan Pesawat Udara pada event Expo Polinema Berdampak. (foto: Beril Bestarino/TIMES Indonesia)
Mereka kemudian merancang teknologi antisipatif jika pilot terlambat mengoperasikan flap atau slat saat lepas landas.
Lima mahasiswa TPPU kemudian bekerja selama tiga bulan untuk menyelesaikan FSEU, mulai dari desain menggunakan aplikasi Fusion 360, pembuatan komponen dengan 3D printing, hingga perakitan kelistrikan sesuai wiring diagram.
“Harapannya, ke depan inovasi ini bisa lebih baik lagi, terutama pada bagian engine dengan tambahan peralatan yang lebih canggih,” ujar Joe Steven Natanael Corputty, salah satu anggota tim, Rabu (27/8/2025).
Joe menjelaskan, FSEU dirancang menyerupai kondisi nyata penerbangan. Simulator ini dilengkapi sistem peringatan suara dan visual untuk mengantisipasi kesalahan saat flap tidak dioperasikan sesuai prosedur.
Joe berharap alat ini dapat menjadi media pembelajaran yang efektif, baik untuk praktikum maupun edukasi keselamatan penerbangan bagi masyarakat.
Dalam prosesnya para mahasiswa harus membuatan desain stand alat, wing, flap, engine, throttle dan control panel menggunakan aplikasi fusion 360 terlebih dahulu.
Kemudian membuat stand alat yang terbuat dari kayu multiplek dengan ketebalan 18 mm dan 15 mm. Untuk wing, flap, engine, throttle terbuat dari filament dengan metode 3d printing.
Simulator Fly by Wire sebagai sarana edukasi bagi para pengunjung. (foto: Beril Bestarino/TIMES Indonesia)
Lalu menuju proses pembuatan wing dan penutup atau disebut dengan skin pesawat yang terbuat dari mika PVC dan diberi stiker skotlet warna putih untuk mengganti warna dari mika pvc.
Kemudian dilakukan proses perakitan antara stand alat, wing dan 3d print yang telah dicetak sesuai dengan gambar kerja yang dibuat. Dan terakhir memasang kelistrikan pada alat tersebut sesuai dengan wiring diagram yang telah rancang sebelumnya.
Mahasiswa Program studi TPPU menjelaskan mekanisme Flap/Slat Electronics Unit dan Simulator Fly by Wire.
Selain FSEU, mahasiswa TPPU juga mengembangkan Simulator Fly by Wire yang terinspirasi dari sistem kendali pesawat Airbus A320. Simulator ini menekankan stabilitas otomatis, perlindungan batas aman, serta sistem kontrol berbasis sinyal elektronik.
“Proses ini membuat saya semakin paham kompleksitas sistem kendali pesawat modern. Semoga ke depan bisa dikembangkan lebih lanjut, termasuk pada kontrol flap, spoiler, dan trim,” kata Ardian Pratama, anggota tim.
Melalui dua inovasi ini, mahasiswa Polinema berharap alat yang mereka ciptakan bisa berkontribusi meningkatkan keselamatan penerbangan. (*)
Pewarta | : Beril Bestarino [MBKM] |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Mengenal Teknik Memasak Sous Vide yang Muncul di Drakor Bon Appetite Your Majesty
The Spice Odyssey: A Time Capsule of Indonesia’s Spice Heritage at Hotel Tugu Bali
Merayakan Maulid: Antara Konsumerisme dan Spiritualitas Ekonomi
Polres dan Rutan Pacitan Gelar Razia Gabungan, Ini Hasilnya
Dua Akademisi Ungkap Hal Berbeda Terkait Kasus Tunjangan Perumahan DPRD Kota Banjar
Perang Melawan Narkoba di Cianjur, Bersatu Luluh Lantakkan Tanpa Kompromi
UHC Probolinggo Tembus 99%, Tapi Dinkes Ungkap 3 Tantangan Krusial Program JKN
Pemkab Sleman Gandeng Kampus dan Perusahaan Wujudkan Satu Sarjana di Tiap Keluarga
Pemkab Sleman dan Pedagang Sepakati Penataan Pasar Godean
Kenaikan Tunjangan DPR Dinilai Tak Berpihak ke Rakyat, Akademisi UGM: Minim Empati Sosial