TIMESINDONESIA, MALANG – Candi Gito, ikon wisata buatan Lembah Tumpang di Jalan Slamet, Gang Gumuk Agung, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, memikat dengan arsitektur khas Majapahit dan Singhasari.
Berdiri di tengah kolam ikan, candi ini menghadirkan nuansa Jawa Kuno yang menjadi daya tarik wisatawan sekaligus spot rekreasi keluarga.
Koleksi furnitur klasik sang pendiri menambah aksen artistik pada kawasan wisata Lembah Tumpang. (Foto: Beril Bestarino/TIMES Indonesia)
Kawasan wisata buatan Lembah Tumpang mulai dibangun pada 2014 oleh Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito, mantan Rektor Universitas Brawijaya. Lahan yang dulunya berupa rawa kemudian disulap menjadi taman peristirahatan dengan nuansa budaya Jawa Kuno.
Menurut Budi Santoso, staf Wisata Lembah Tumpang, pembangunan kawasan ini lahir dari kecintaan Yogi terhadap kejayaan peradaban leluhur.
“Beliau cinta dengan budaya Indonesia, sehingga membangun padepokan ini bersama keluarganya. Kawasan ini sekaligus menjadi sarana edukasi lintas zaman,” ujarnya saat ditemui TIMES Indonesia, Jumat (22/8/2025).
Arca Harihara, perwujudan Raja Majapahit pertama Raden Wijaya, menghiasi dinding candi yang menambah kesan spiritual dan nuansa budaya Jawa Kuno yang kental. (Foto: Beril Bestarino/TIMES Indonesia)
Candi Gito berdiri megah di tengah kolam ikan dengan material batu andesit berwarna hitam. Di sekelilingnya terdapat patung-patung kecil yang menambah kesan artistik. Keunikan lain terlihat dari Arca Harihara—perwujudan Raden Wijaya, raja pertama Majapahit—yang menghiasi dinding candi sehingga memberikan nuansa spiritual dan budaya yang kental.
Tak hanya itu, berbagai replika arca turut memperindah kawasan ini. Mulai dari Dwarapala, Ganesha, Ken Dedes, hingga Gajah Mada, semua menggambarkan masa keemasan kerajaan-kerajaan Nusantara. Sebuah patung putri bermahkota juga menjadi pusat perhatian wisatawan di area candi.
Candi Gito bukan sekadar bangunan replika, tetapi juga menyimpan kisah personal sang pendiri. Relief di dinding candi menggambarkan perjalanan hidup Yogi Sugito sejak kecil hingga dewasa. Koleksi pribadinya, seperti kursi, dipan, lemari, hingga perabot rumah tangga, turut dipamerkan di kawasan wisata ini. “Di setiap dinding candi, ada cerita kehidupan Pak Yogi,” tambah Budi.
Lembah Tumpang berdiri di atas lahan seluas delapan hektare dengan fasilitas lengkap. Pengunjung dapat menikmati gazebo, musholla, kafe, spot foto instagramable, hingga wahana Dino Park, Flying Fox, dan River Tubing yang dibuka saat akhir pekan.
Harga tiket masuknya Rp60.000 per orang, dengan jam operasional setiap hari pukul 08.00–17.00 WIB. Harga yang sepadan dengan pengalaman menikmati suasana Jawa Kuno sekaligus rekreasi keluarga. (*)
Pewarta | : Abimanyu Satrio Widodo (MKBM) |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Kulit Kerang Jadi Alat Tukar, Pasar Segoro Gresik Tawarkan Sensasi Belanja Unik
Arus Balik Maulid Nabi, Ribuan Penumpang Kangean-Raas Padati Pelabuhan Jangkar
PkM Kemdiktisaintek Latih Dasawisma Kapilit di Sumba Timur Kembangkan Olahan Pisang
Vanenburg Puas dengan Performa Timnas Indonesia Usai Libas Makau 5-0
Kereta Cepat Whoosh Jadi Atraksi Wisata Favorit Turis Malaysia ke Bandung
Piagam Madinah Menciptakan Negara Darussalam
Pantai Menuang Jadi Primadona, Wisata Baru Lahir dari Aksi Pemuda
Wisata Indonesia Ramaikan MATTA Fair 2025 di Kuala Lumpur
Ketika Hidup Menuntut Keberanian
Dewan Pers: Uji Materi UU Pers Bisa Tegaskan Perlindungan Hukum bagi Wartawan