Ekonomi

84 Penunggak Pajak Lunasi Rp5,1 Triliun, Sisanya Diburu hingga 2025

Jumat, 26 September 2025 - 20:07 | 4.80k
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjawab pertanyaan wartawan dalam taklimat media di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/9/2025). (Foto: Antara/Imamatul Silfia)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjawab pertanyaan wartawan dalam taklimat media di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/9/2025). (Foto: Antara/Imamatul Silfia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan sebanyak 84 dari 200 penunggak pajak inkrah sudah melakukan pembayaran, dengan total nilai saat ini sebesar Rp5,1 triliun.

“Hingga September, terdapat 84 wajib pajak yang telah melakukan pembayaran atau angsuran dengan total nilai Rp5,1 triliun,” kata Purbaya dalam taklimat media di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Advertisement

Purbaya menyatakan bakal terus mengejar para penunggak pajak besar itu agar mereka bisa menyelesaikan kewajiban mereka.

Kebanyakan dari penunggak pajak tersebut merupakan wajib pajak perusahaan. Sedangkan untuk wajib pajak perorangan jumlahnya relatif kecil.

Dia pun menargetkan seluruh tagihan dapat diselesaikan pada akhir tahun 2025.

“Ini akan kami kejar terus, sampai akhir tahun selesai lah. Yang jelas mereka nggak bisa lari lagi sekarang,” ujar Purbaya.

Sebelumnya, konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Senin (22/9), Purbaya menyatakan bakal mengejar 200 wajib pajak besar untuk menagih tunggakan pajak yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah dengan potensi serapan mencapai Rp60 triliun.

“Kami punya daftar 200 penduduk pajak besar yang sudah inkrah. Kami mau kejar dan eksekusi sekitar Rp50 triliun sampai Rp60 triliun,” ujarnya.

Merespons rencana itu, ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengingatkan Purbaya untuk berhati-hati dalam mengeksekusi rencana menagih kewajiban 200 wajib pajak agar tidak berujung menjadi bumerang.

Menurut Wijayanto, tidak semua pengusaha tersebut mempunyai uang untuk membayar pajak kendati sudah inkrah dan berkekuatan hukum tetap.

Bila wajib pajak tak mampu memenuhi kewajiban, langkah yang kemungkinan diambil adalah menyita aset perusahaan pengutang pajak. Sementara aset belum tentu dalam kondisi baik dan kemungkinan mayoritas menjadi agunan kredit bank.

Mengingat posisi bank yang lebih dominan, pemerintah bisa jadi akan menghadapi tantangan legal yang tidak mudah.

Di sisi lain, penyitaan aset perusahaan berpotensi menimbulkan gelombang kebangkrutan dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Bila efek negatif sampai pada titik ini, persepsi investor terhadap iklim berusaha dan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terdampak.

Maka dari itu, Wijayanto berpendapat eksekusi rencana Purbaya itu tidak boleh bersifat one size fit all atau diterapkan dengan pendekatan yang sama tanpa adanya pertimbangan yang lebih spesifik.

Kendati begitu, Wijayanto menggarisbawahi implementasi rencana tersebut harus adil dan tidak boleh tebang pilih agar kebijakan tetap kredibel dan efektif. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hendarmono Al Sidarto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES