Gaya Hidup

Guru Besar Unesa: Screen Time Berlebih pada Anak Bisa Mengancam Kesehatan Mental

Senin, 28 Juli 2025 - 16:23 | 7.72k
Ilustrasi screen time pada anak. (Foto: Freepik)
Ilustrasi screen time pada anak. (Foto: Freepik)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Tanpa disadari, paparan screen time yang berlebih pada anak dan remaja memiliki dampak yang besar terhadap aspek perkembangannya. Seperti penelitian yang dilakukan guru besar Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Nanik Indahwati dan tim pada 355 siswa SMP di Surabaya berusia 12-15 tahun 2024.

Ia mengungkap bahwa screen time berlebih bisa menyebabkan risiko kesehatan fisik atau motorik, dan emosi (negatif) atau mental anak. Menurutnya, rata-rata waktu yang dihabiskan anak di depan layar mencapai 5,9 jam per hari. Dalam seminggu, anak menggunakan 41,3 jam di depan layar gawai atau monitor mereka. 

Advertisement

Screen time lebih banyak digunakan pada malam hari (70,7%), lalu sore hari (21,1%), dan siang hari (7,3%). Sementara pagi hari karena sekolah dan aktivitas belajar aksesnya terbilang sedikit (0,8%).

Nanik-Indahwati.jpgGubes FIKK Unesa, Nanik Indahwati. (Foto: Unesa for TIMES Indonesia)

“Sebanyak 91,5% gawai digunakan untuk bermedia sosial dan bermain games, hanya 8,5% yang menggunakannya untuk kepentingan belajar dan bekerja,” ungkap Nanik, Senin (28/7/2025). 

Semakin tinggi frekuensi dan durasi anak terpapar layar smartphone atau monitor, maka semakin buruk kondisi kesehatan mentalnya. Jika ditelusuri lebih dalam, aspek mental yang paling terasa dampaknya pada relasi sosial anak, aktivitas harian, dan well-being atau kesejahteraan psikis.

"Karena screen time berlebih, anak berisiko mengalami gangguan kecemasan hingga depresi. Pun, berimbas pada masalah konsentrasi, dan impulsivitas atau kecenderungan anak mengambil keputusan yang tiba-tiba tanpa memikirkan akibat atau konsekuensinya," katanya. 

Selain itu, anak jadi lupa waktu makan, dan jam atau pola tidurnya pun jadi berantakan. Pola makan dan tidur yang berantakan berpengaruh pada kondisi fisik, dan ketentraman emosi. Paparan layar yang berlebihan dapat memengaruhi struktur dan fungsi otak, termasuk area yang berkaitan dengan daya pikir, dan kontrol emosi. 

"Anak jadi kurang beraktivitas fisik dan interaksi sosial langsung. Padahal, aktivitas fisik penting untuk pelepasan endorfin yang meningkatkan mood, serta mengurangi stres. Interaksi sosial langsung juga krusial untuk mengembangkan keterampilan komunikasi, empati, dan regulasi emosi," jelas Nanik. 

Cahaya biru pada layar, lanjutnya, mengganggu produksi melatonin, hormon tidur, yang menyebabkan gangguan pada ritme sirkadian tubuh. Tidur yang tidak berkualitas berdampak langsung pada regulasi emosi, konsentrasi, dan kemampuan anak mengatasi stres.

"Mengingat dampak-dampak tersebut, penting bagi orang tua untuk membatasi screen time anak sesuai rekomendasi usia, misalnya, WHO merekomendasikan anak usia 2-4 tahun tidak lebih dari 1 jam sehari, dan anak usia 5-17 tahun tidak lebih dari 2 jam sehari, serta mendampingi dan memilih konten yang edukatif dan sesuai usia," terangnya.

Oleh karena itu, aktivitas fisik dan interaksi sosial di dunia nyata sangat penting untuk kesehatan mental dan perkembangan anak secara menyeluruh. 

"Peran sekolah dan orang tua menjadi kunci selain di aspek pendampingan, juga edukasi dan mengajak mereka rutin beraktivitas fisik atau olahraga," pungkasnya. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES