Khalid Basalamah Mengaku Jadi Korban dalam Kasus Kuota Haji

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pendakwah sekaligus pemilik agensi perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, Khalid Zeed Abdullah Basalamah, mengaku menjadi korban dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji 2023–2024 yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jadi, posisi kami ini korban dari PT Muhibbah yang dimiliki oleh Ibnu Mas’ud,” kata Khalid Basalamah usai diperiksa KPK sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Advertisement
Khalid menjelaskan, awalnya ia merupakan jemaah haji furoda dan telah membayar penuh untuk berangkat. Namun, ia kemudian ditawari visa tambahan oleh Ibnu Mas’ud, Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata asal Pekanbaru. Tawaran itu membuat dirinya dan para calon jemaah lainnya akhirnya terdaftar melalui PT Muhibbah.
Ketua asosiasi agensi perjalanan haji, Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji) tersebut, kemudian menjelaskan dirinya menjadi jemaah karena agensi perjalanan hajinya, Uhud Tour, belum mendapatkan izin PIHK atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus.
“Bahasanya Ibnu Mas’ud kepada kami, PT Muhibbah ini adalah kuota tambahan resmi 20.000 dari Kemenag. Karena dibahasakan resmi dari pihak Kemenag, ya kami terima, dan saya pun terdaftar sebagai jemaah di PT Muhibbah,” jelas Khalid.
Khalid menambahkan, agensi miliknya, Uhud Tour, saat itu memang belum mengantongi izin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Karena itu, ia bersama 122 jemaah lainnya berangkat melalui PT Muhibbah dengan fasilitas VIP.
“Fasilitasnya ya seperti furoda, eh bukan, langsung VIP karena pakai khusus tadi,” jelasnya.
KPK sebelumnya memanggil Khalid pada Selasa (2/9/2025), namun ia tidak hadir. Lembaga antirasuah itu mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, setelah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus.
Dari hasil penyelidikan, KPK menemukan indikasi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. Tiga orang dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024, terutama terkait pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur proporsi kuota 92 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Rizal Dani |