Hukum dan Kriminal

Saksi JPU Ingkari BAP di Sidang PT Position vs PT WKM

Rabu, 24 September 2025 - 20:13 | 6.76k
Saat sidang berlangsung di perkara sengketa lahan PT Position vs PT WKM di PN Jakpus, Rabu (24/09/2025).
Saat sidang berlangsung di perkara sengketa lahan PT Position vs PT WKM di PN Jakpus, Rabu (24/09/2025).

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sidang perkara dugaan sengketa lahan antara PT Position dan PT Wana Kencana Mineral (WKM) kembali diwarnai dinamika mengejutkan. Saksi kunci yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Maharendra yang merupakan pegawai Dinas Kehutanan Halmahera Timur, memberikan keterangan yang dinilai tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Ketidakkonsistenan tersebut bahkan sempat menimbulkan gelak tawa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2025). Kuasa hukum terdakwa maupun majelis hakim bereaksi atas jawaban-jawaban saksi yang dianggap kontradiktif dan tidak masuk akal, terutama terkait perizinan serta tata kelola hutan.

Advertisement

Dalam pantauan di ruang sidang, saksi berulang kali menjawab “tidak tahu” atau “bukan kewenangannya” ketika ditanya soal hal-hal mendasar. Salah satunya terjadi saat Ketua Majelis Hakim, Sunoto, menyinggung keberadaan dua izin operasi produksi (IUP) di lokasi yang sama. Saksi mengaku tidak mengetahui, lalu menambahkan bahwa itu bukan tanggung jawabnya.

Situasi serupa muncul saat saksi ditanya mengenai kerja sama formal antara PT Position dan PT WKM. Ia kembali mengaku tidak tahu, bahkan menyatakan tidak mengenal PT WKM dan posisinya dalam sengketa.

Lebih jauh, keterangan saksi di persidangan justru berseberangan dengan BAP yang ditandatangani olehnya sendiri. Dalam BAP, saksi sempat menyebut patok berada pada titik koordinat Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik PT WKM. Namun, di persidangan ia mendadak mengaku tidak mengetahui posisi tersebut. 

sidang-sengketa-lahan-Halmahera-Timur-2.jpg

Ketika dikonfirmasi ulang, ia mengakui isi BAP adalah keterangannya, tetapi tetap tidak bisa menjelaskan detail yang termuat dalam dokumen resmi itu, termasuk soal lebar jalan yang seharusnya dipahami sebagai pengawas lapangan.

Inkonsistensi tersebut dinilai melemahkan kredibilitas saksi dan mempertegas keraguan atas kapasitasnya sebagai pegawai kehutanan. Meski berlatar belakang pendidikan Sarjana Kehutanan dengan tugas pengawasan lapangan, saksi mengaku tidak memahami kewenangan penegakan hukum terhadap praktik pertambangan ilegal. Padahal, ranah itu semestinya bagian dari kompetensinya.

Kontradiksi semakin terlihat ketika saksi mengaku sering melakukan survei lapangan, tetapi baru mengetahui adanya konflik pemanfaatan wilayah yang telah berlangsung lama. Kesenjangan antara klaim pengamatan dan pengetahuan menambah keraguan atas bobot kesaksiannya.

Kuasa hukum terdakwa menilai rangkaian pernyataan yang berubah-ubah dan “tidak memenuhi rasa keadilan” itu harus ditimbang secara kritis oleh majelis hakim. 

“Keterangan yang inkonsisten berpotensi menyesatkan proses peradilan, apalagi jika dijadikan pijakan materiil dalam dakwaan,” tegas Sunoto.

Hal senada juga disampaikan Kuasa Hukum PT WKM, Prof. Dr. O.C. Kaligis, S.H., M.H. Ia menilai saksi JPU justru memperlihatkan kelemahan yang mencolok dalam kapasitasnya sebagai aparatur kehutanan. 

“Bagaimana mungkin seorang pegawai kehutanan yang ditugaskan di lapangan mengaku tidak tahu soal kewenangan dan perizinan yang menjadi bagian dari pekerjaannya? Ini jelas menimbulkan tanda tanya besar dan melemahkan validitas keterangannya,” ungkap Kaligis.

Dengan kondisi ini, kapasitas dan kredibilitas saksi JPU kembali menjadi sorotan. Majelis hakim diharapkan memberi perhatian serius pada setiap kontradiksi, demi memastikan persidangan berjalan berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Simpel kami hanya ingin perkara ini terbukti dengan fakta," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES