Hukum dan Kriminal

Jaksa Ungkap Modus Manipulasi Dokumen di Kasus Tanah Pertamina

Kamis, 16 Oktober 2025 - 22:15 | 822
Direktur Umum PT Pertamina (Persero) periode 2012–2014 Luhur Budi Djatmiko dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025). (ANTARA)
Direktur Umum PT Pertamina (Persero) periode 2012–2014 Luhur Budi Djatmiko dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025). (ANTARA)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Mantan Direktur Umum PT Pertamina (Persero) periode 2012–2014 Luhur Budi Djatmiko didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp348,69 miliar terkait dugaan tindak pidana korupsi pembelian tanah di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada periode 2012–2014.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, P. Hutasoit, menyebut Luhur diduga memperkaya diri sendiri, pihak lain, maupun korporasi dengan cara melawan hukum.

Advertisement

“Memperkaya korporasi PT Bakrie Swastika Utama dan PT Superwish Perkasa sebesar Rp348,69 miliar,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis.

Jaksa memerinci, kedua perusahaan tersebut menerima keuntungan tidak sah sebesar Rp260,51 miliar melalui pembayaran Pertamina dalam pembelian lahan di luar Jalan MHT yang nilainya melebihi harga wajar, berdasarkan hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Sugianto Prasodjo dan Rekan (SPR) di bawah supervisi Dewan Penilai MAPPI.

Selain itu, Pertamina juga disebut membayar Rp88,18 miliar untuk fasilitas umum berupa Jalan MHT yang seharusnya tidak termasuk dalam transaksi.

Perbuatan tersebut, kata JPU, dilakukan Luhur bersama Gathot Harsono (Vice President Asset Management Pertamina 2010–2014), Hermawan (General Support Manager 2011–2014), Firman Sagaf (Komisaris PT Prodeva Doubles Synergy sekaligus Dirut KJPP FAST), dan Nasiruddin Mahmud (Ketua Tim Konsultan PT PDS).

Dalam dakwaan disebutkan, Luhur mengajukan alokasi anggaran pengadaan lahan Pertamina Energy Tower (PET) tanpa kajian investasi memadai. Bahkan, kajian baru diajukan setelah usulan anggaran disetujui direksi.

Tidak hanya itu, laporan penilaian lahan yang dibuat oleh konsultan PT PDS disebut dimanipulasi secara tanggal mundur (backdate) agar seolah-olah mendasari pembelian lahan di Rasuna Epicentrum.

Luhur juga diduga menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pihak pengembang, meski lahan tersebut belum berstatus bebas dan bersih.

Lebih jauh, JPU mengungkap, Luhur bersama timnya mengarahkan KJPP FAST untuk menyusun laporan penilaian seolah-olah tanah bebas sengketa, dengan harga Rp35 juta per meter persegi—angka yang disetujui oleh direksi Pertamina.

Perbuatan itu berujung pada pembayaran Rp1,68 triliun untuk tanah yang belum bersih secara hukum, dan menimbulkan kerugian negara Rp348,69 miliar.

Atas perbuatannya, Luhur dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES