Kesehatan

Dosen FK UB Ingatkan Bahaya Sound Horeg, Picu Gangguan Pendengaran Serius

Rabu, 23 Juli 2025 - 11:06 | 10.25k
Ilustrasi- sound Horeg. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
Ilustrasi- sound Horeg. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Tren sound horeg yang banyak digunakan dalam acara hajatan dan hiburan masyarakat mendapat sorotan dari kalangan medis. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB), dr. Meyrna Heryaning Putri, Sp.T.H.T.B.K.L., FICS., memperingatkan bahwa paparan suara dengan volume tinggi secara terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan serius pada organ pendengaran.

Sound horeg diketahui menghasilkan suara hingga 130 desibel (db), mendekati ambang batas yang sangat berbahaya bagi telinga manusia. Menurut dr. Meyrna, batas aman intensitas suara yang bisa ditoleransi telinga adalah 85db selama 8 jam. Kenaikan intensitas suara akan mengurangi waktu toleransi secara drastis. Misalnya, pada 91db hanya boleh didengar selama 2 jam, dan pada 140db, kerusakan bisa terjadi dalam waktu singkat.

Advertisement

"Volume suara 140 db dapat menyebabkan kerusakan fatal, tidak hanya saraf, tapi bisa memorak-porandakan gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput," jelasnya.

Dosen-2.jpgDosen FK UB, dr. Meyrna Heryaning Putri, Sp.T.H.T.B.K.L., FICS. (Istimewa)

Kerusakan telinga akibat paparan suara keras bisa memicu gangguan pendengaran, baik sementara maupun permanen. Gejalanya bisa berupa telinga terasa penuh atau berdenging. Bila terus berlanjut, dapat berujung pada kehilangan pendengaran (hearing loss) dalam berbagai tingkatan.

Kelompok usia rentan seperti anak-anak, lansia, dan individu dengan riwayat penyakit telinga, disebut sebagai yang paling berisiko jika terpapar suara keras seperti dari sound horeg. Untuk mencegah dampak lebih parah, dr. Meyrna menyarankan penggunaan pelindung telinga seperti earplug atau earmuff saat berada di lingkungan bising.

Meski menyadari bahwa musik bisa memberi rasa tenang dan sound horeg telah menjadi bagian dari budaya, dr. Meyrna menekankan perlunya edukasi agar masyarakat lebih sadar akan bahaya suara berlebih bagi kesehatan telinga. Edukasi ini, menurutnya, bisa dilakukan siapa saja asalkan memahami dampaknya.

“Menikmati musik bukanlah hal yang salah. Namun, kita perlu mengetahui batas level pendengaran kita,” ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES