Kesehatan

Pakai ChatGPT untuk Periksa Kesehatan? Ini Saran Kemenkes

Rabu, 23 Juli 2025 - 14:54 | 10.61k
Ilustrasi. Menggunakan Chat GPT. (Foto: istockphoto)
Ilustrasi. Menggunakan Chat GPT. (Foto: istockphoto)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan panduan bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan kecerdasan buatan seperti ChatGPT untuk memeriksa kondisi kesehatan secara mandiri. Namun, masyarakat tetap dianjurkan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis profesional.

Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan Kemenkes, Setiaji, menyatakan bahwa kecerdasan buatan belum bisa dijadikan rujukan tunggal untuk diagnosis.

Advertisement

“Saat ini kita belum bisa percaya 100 persen terhadap kecerdasan buatan (AI), jadi tetap harus berkonsultasi ke dokter,” ujarnya di Jakarta, Rabu (23/7/2025), mengutip Antaranews.com.

Meski begitu, Setiaji mengakui kemajuan teknologi seperti AI telah memberi kemudahan masyarakat dalam mencari informasi kesehatan. Banyak masyarakat yang kini aktif membaca gejala dan langkah-langkah awal penanganan penyakit.

“Kalau sekadar mengetahui gejala dan waspada terhadap diri sendiri, silakan. Tapi paling tidak tetap harus dilanjutkan dengan konsultasi ke dokter,” jelasnya.

Gunakan ChatGPT Sebagai Referensi, Bukan Diagnosa Akhir

Setiaji, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Transformasi Teknologi dan Digitalisasi Kesehatan (TTDK), menekankan pentingnya membandingkan informasi saat menggunakan AI seperti ChatGPT. Jika jawaban yang diberikan AI bervariasi atau berbeda-beda, maka masyarakat harus lebih berhati-hati.

“Ini cara paling mudah, jawabannya itu posisinya sama enggak. Kalau beda informasinya, kita wajib waspada,” ujarnya.

Menurutnya, ChatGPT hanya dapat dijadikan referensi awal, bukan pengganti diagnosis dokter. Ia juga mengingatkan bahwa data yang digunakan ChatGPT berasal dari luar negeri, sehingga bisa jadi tidak sesuai dengan kondisi lokal di Indonesia.

Ia mengimbau masyarakat sebaiknya menggunakan platform seperti Sahabat AI yang databasenya di Indonesia dan menggunakan bahasa lokal

Rekomendasi WHO: Konsultasi Tetap ke Dokter

Mengacu pada rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kemenkes menegaskan bahwa AI tidak dapat menggantikan peran dokter dalam memberikan diagnosis yang akurat dan pengobatan yang sesuai.

Jika informasi dari ChatGPT selaras dengan hasil konsultasi dokter, maka masyarakat bisa memantau kesehatannya lebih lanjut dengan kunjungan ke rumah sakit atau melalui layanan kesehatan daring.

“Jangan menunggu sakit baru konsultasi. Harus proaktif, bisa bertanya ke ChatGPT atau ke dokter. Tapi hasilnya harus ditindaklanjuti,” tegas Setiaji.

Setiaji juga mengingatkan bahwa AI seperti ChatGPT masih memiliki keterbatasan sensitivitas dalam mendeteksi berbagai penyakit. AI belum bisa memberikan tingkat kepastian kesembuhan, terutama jika data yang digunakan tidak akurat atau bersumber dari gambar berkualitas rendah.

“Itu nanti tergantung dari image-nya juga. Kalau blur, tentu hasilnya tidak baik. Dua alat ukur yang kita gunakan adalah sensitivitas dan akurasi,” ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES