Kesehatan

Kanker Ovarium, Pembunuh Senyap Tertinggi Kategori Ginekolog

Jumat, 25 Juli 2025 - 01:17 | 15.46k
Ilustrasi kanker. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi kanker. (Foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTAKanker ovarium masih menjadi momok menakutkan bagi wanita, bahkan dinobatkan sebagai penyebab kematian tertinggi di antara seluruh kanker ginekologi.

Hal itu seperti yang diungkapkan oleh dr. Muhammad Yusuf, Sp. OG (K) Onk, seorang dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi, Konsultan Onkologi, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (24/7/2025).

Advertisement

Menurutnya,di Indonesia situasinya pun tak kalah mencemaskan. Data dari World Cancer Research Fund menempatkan Indonesia di jajaran 10 besar negara dengan kasus kanker ovarium terbanyak di dunia, dengan lebih dari 15.000 kasus baru terdeteksi setiap tahunnya.

Mengapa Kanker Ovarium Begitu Mematikan?
Ironisnya, mayoritas pasien kanker ovarium baru menyadari penyakitnya saat sudah memasuki stadium lanjut, yaitu stadium tiga atau empat. Hal ini terjadi karena gejala awal kanker ovarium cenderung samar dan tidak spesifik, seringkali disalahartikan sebagai keluhan biasa.

"Kebanyakan pasien kanker ovarium baru terdiagnosis pada stadium akhir, sehingga penanganan yang diperlukan sudah melibatkan operasi besar atau kemoterapi," ujarnya.

Kondisi ini, lanjut dia, menjadi lampu kuning bagi semua pihak untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman penyakit ini dan berupaya menekan laju pertumbuhannya.

Ancaman Kambuh yang Tinggi

Bahkan setelah menjalani kemoterapi awal, risiko kambuh penyakit ini terbilang sangat tinggi. Angka kekambuhan dapat mencapai 70 persen dalam tiga tahun pertama, sebuah fakta yang diungkapkan oleh dr. Muhammad Yusuf, yang juga anggota Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).

Pada kasus kanker ovarium stadium lanjut, pasien umumnya harus menjalani operasi besar untuk mengangkat indung telur, tuba falopi, rahim, dan semua jaringan kanker yang terlihat. Setelah operasi, kemoterapi pun menjadi langkah wajib untuk membunuh sel kanker yang tersisa.

Meski demikian, ancaman kambuh tetap menghantui, terutama setelah pengobatan lini pertama. Jika kambuh, pasien harus kembali menjalani kemoterapi, yang seringkali diikuti oleh periode remisi (bebas kanker) yang lebih singkat dan peningkatan risiko kematian. Dalam beberapa kasus, terapi target mungkin diberikan setelah kemoterapi, tergantung pada rekomendasi dokter.

Personalisasi Perawatan: Harapan Baru untuk Pasien
Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah kekambuhan? Direktur Medis Astrazeneca Indonesia, dr. Freddy, menekankan pentingnya perawatan yang terpersonalisasi.

"Menjalani perawatan yang terpersonalisasi setelah operasi dan kemoterapi adalah langkah yang sangat tepat. Antisipasi terhadap kekambuhan memberikan peluang hidup yang lebih baik bagi pasien kanker ovarium," ujar dr. Freddy.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyakit ini dan upaya pencegahan serta penanganan yang tepat, diharapkan angka kematian akibat kanker ovarium dapat ditekan, memberikan harapan baru bagi para pejuang kanker. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hendarmono Al Sidarto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES