Akar Penyakit Kronis di Era Modern, Perspektif Baru tentang Diabetes dan Kesehatan Lambung

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Di era digital yang serba cepat dan penuh tekanan seperti sekarang, isu penyakit kronis kian marak. Iwan Benny Purwowidodo, founder Konsep Karnus sekalius seorang ahli yang mendalami cara kerja tubuh manusia, menawarkan pandangan revolusioner terkait penyakit modern, mulai dari diabetes hingga masalah kecemasan (anxiety), yang seringkali luput dari perhatian di tengah hiruk pikuk gaya hidup kekinian.
Menurut Iwan, diabetes, yang kini menjadi momok kesehatan global, bukanlah sekadar masalah gula darah tinggi.
Advertisement
"Diabetes itu akibat gula tidak bisa masuk dalam sel. Hal ini terjadi karena ada yang menutupi reseptor insulin sel, sehingga sel tidak dapat perintah untuk mengambil gula dari darah, akibatnya gula numpuk dalam darah," jelasnya.
Ia menambahkan, pengobatan yang hanya berfokus pada penurunan kadar gula darah (simtomatik) justru dapat memperburuk kondisi pankreas.
"Pankreas disuruh bikin insulin lebih banyak lagi, jadi itu adalah masalahnya. Orang ini berobat, seolah-olah sembuh, tapi pankreas dipacu kerja keras, akhirnya makin rusak," tegasnya.
Iwan juga menyoroti krusialnya memahami nutrisi yang benar-benar dibutuhkan oleh sel tubuh, sebuah tantangan besar di tengah banjirnya pilihan makanan olahan.
"Sel itu butuh makan, tapi orang tidak pernah bertanya, sel itu makannya apa? Masyarakat tau-nya makan nasi pecel, rawon dan lain-lain. Sel tidak doyan itu," paparnya.
Ia menganalogikan lambung sebagai "dapur" dan asam lambung sebagai "api" dalam sistem pencernaan. Kerusakan pada lambung akibat pola makan yang salah (sering makan makanan instan atau junk food) atau penggunaan obat-obatan yang tidak tepat dapat mengganggu penyerapan nutrisi.
Hal ini bisa memicu berbagai penyakit, bahkan berdampak pada fungsi otak hingga memicu anxiety, yang kian umum terjadi di kalangan masyarakat modern akibat stres dan burnout.
"Sel-sel otak itu butuh gula sebagai bahan bakar utama, kalau gula telat maka yang dibakar adalah keton yang dibuat oleh liver dalam kondisi emergency. Tapi klo kita sering telat memberi makanan sel-sel otak, gimana mau dapat keputusan dari berbagai problem yang dihadapi? Begitu Anda gagal memutuskan, stres ya," imbuhnya.
Gaya hidup sehat, menurut Iwan, berpusat pada edukasi biokimia tubuh dan penerapan pola hidup yang selaras dengan prinsip dasar penciptaan. Ini mencakup konsumsi makanan yang benar-benar sesuai kebutuhan sel, menjaga kesehatan lambung agar tetap optimal. Terutama menghindari penetralan oleh obat yang banyak beredar di pasaran, serta memanfaatkan anugerah alam seperti sinar matahari.
"Makananmu harus sesuai dengan makanan manusia, yang kedua, lambungmu tidak boleh netral, tidak boleh kena obat (penetral asam lambung)," terang Iwan.
Ia juga mengingatkan agar tidak meremehkan atau bahkan membenci sinar matahari yang dianggapnya anugerah dan vital bagi kesehatan, di tengah tren menghindari matahari karena khawatir dampak kulit.
Iwan berharap pemahaman fundamental tentang tubuh dapat menjadi landasan bagi masyarakat untuk hidup lebih sehat dan cerdas di tengah kompleksitas isu kesehatan zaman sekarang.
"Semakin banyak orang itu mengenal aturan Sang Pencipta yang disematkan dalam tubuhnya, maka harapan manusia sehat, IQnya tinggi, cerdas, sehingga bisa membangun negeri ini, makin luas," pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |