Forum Dosen

Perempuan dalam Cinta Ilahi

Selasa, 12 Agustus 2025 - 15:20 | 6.15k
Mamluatur Rahmah, Dosen FUD UIN Raden Mas Said Surakarta dan Mahasiswa Doktoral UIN Walisongo Semarang.
Mamluatur Rahmah, Dosen FUD UIN Raden Mas Said Surakarta dan Mahasiswa Doktoral UIN Walisongo Semarang.

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Siaran pers Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyebutkan bahwa dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) yang dikelola tercatat sebanyak 14.039 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sampai tanggal 3 Juli 2025. 

Kasus tersebut ternyata terdapat lonjakan lebih dari 2.000 kasus hanya dalam kurun waktu 17 hari. Menurutnya, angka ini masih jauh di bawah temuan Survei SPHPN dan SNPHAR 2024 yang mengungkapkan prevalensi kekerasan jauh lebih tinggi.

Advertisement

Melihat masih banyaknya kasus yang menimpa perempuan, penulis tergerak untuk menuliskan tema tentang keperempuanan. Dalam Khazanah keilmuan Islam, tasawuf (sufisme) sering dilihat sebagai salah satu dimensi spiritual yang kuat akan kedekatan dengan Tuhan, melalui pembersihan hati (tazkiyatun nafs) dan pencarian hakikat kebenaran. 

Salah satu tema yang tidak bisa dilewatkan dalam kajian tasawuf adalah pandangannya terhadap perempuan. Berbeda dengan beberapa persoalan isu sosial-budaya yang bisa sedikit menyingkirkan perempuan, tasawuf justru menawarkan perspektif yang lebih setara dan mendalam terkait persoalan, peran dan spiritualitas Perempuan itu sendiri.

Prof. Quraish Shihab, salah satu ulama yang sangat responsive terdahap tema keperempuanan dan mendukung penuh hak perempuan dalam menuntut ilmu dan berperan pada kepemimpinan. 

Ia mencotohkan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah Islam, misalanya istri Nabi Muhammad yaitu Aisyah RA (menjadi guru hadis) dan Khadijah RA (pengusaha sukses). Ini jelas bahwa di dalam islam tidak membatasi peran terhadap perempuan.

Dari sisi tasawuf, Quraish Shihab juga juga mengakui bahwa perempuan mempunyai potensi spiritual yang luar biasa dan sama dengan laki-laki. Misalnya adalah tokoh-tokoh sufi perempuan seperti Rabi’ah al-Adawiyah, yang mencapai kedudukan (maqam) spiritual tinggi.

Perempuan sebagai Manifestasi Keilahian

Perempuan bukanlah makhluk lemah ataupun rendahan secara spiritual. Melainkan Perempuan dianggap sebagai manifestasi dari sifat kelembutan dan kasih sayang Tuhan. 

Dalam tasawuf misalnya, Rabi'ah al-Adawiyah, perempuan sufi yang legendaris dari abad ke-8, menjadi ikon cinta Illahi (mahabbah) yang tidak bersyarat. 

Ajarannya mengarahkan bahwa kedekatan dengan Allah dan kesucian hati itu tidak bergantung pada gender, tetapi pada sebuah ketulusan yang sungguh-sungguh dalam melakukan ibadah.

Dalam kajian literatur tasawuf klasik, ada kisah-kisah yang menceritakan perempuan sebagai ujian bagi laki-laki, misalnya dalam konteks godaan nafsu. Di sisi lain, perempuan diakui sebagai salah satu yang bisa mencapai kedudukan (maqam) spiritual tertinggi. 

Salah satu seorang filsuf dan tokoh sufi ternama, Ibn Arabi pada karyanya Fusus al-Hikam, menegaskan bahwa perempuan adalah penyempurna spiritual untuk laki-laki. Melalui perempuan itulah laki-laki bisa belajar tentang pengorbanan, cinta, dan ketulusan.

Catatan dalam sejarah tasawuf banyak perempuan yang menjadi guru spiritual (Mursyidah), seperti Rabi’ah al Adawiyah, Fatimah al Jarsyiyah, Aisyah binti Ja’far dan lainnya.  

Ini menunjukkan bahwa dalam tradisi tasawuf perempuan mempunyai kekuasaan spiritual dan keilmuan yang tidak jauh beda dengan laki-laki atau kata lainnya adalah sama atau setara.

Dengan pengutamaan terhadap inti ketuhanan yang mampu melampui dalam bentuk fisik, sebenarnya tasawuf sangat menolak diskriminasi terhadap gender. Konsep peleburan diri dari kesadaran akan eksistensi dirinya sendiri dan dunia, menuju kesadaran keesaan Allah (Fana dan wahdatul wujud) mengajarkan kepada kita bahwa pada tingkatan spiritual tertinggi, sudah tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan, karena yang ada hanyalah hamba (manusia) dan Sang Pencipta (Tuhan).

Tasawuf sendiri melihat bahwa perempuan bukanlah entitas yang rendah, melainkan mitra yang seimbang dalam perjalanan spiritual menuju Tuhan. Tasawuf juga mengajarkan kepada kita semua bahwa yang membedakan manusia di hadapan Tuhan hanyalah ketakwaan dan amal baik, bukan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan). 

Dengan merujuk pada ajaran tasawuf, kita bisa menemukan penjelasan yang lebih adil dan penuh inspirasi terkait peran perempuan dalam kehidupan spiritual.

Pemikiran tasawuf pada perempuan memang mengajarkan kepada kita untuk selalu melihat melampaui batasan fisik dan sosial, menuju pengakuan akan kesetaraan hakikat spiritual pada manusia. 

Tasawuf juga menawarkan pencerahan ke jalan menuju Tuhan sangat terbuka untuk siapa saja (perempuan dan laki-laki) dengan hati yang tulus dan suci.

***

*) Oleh : Mamluatur Rahmah, Dosen FUD UIN Raden Mas Said Surakarta dan Mahasiswa Doktoral UIN Walisongo Semarang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES