
TIMESINDONESIA, BALI – Generasi Z (Gen Z) sering disebut sebagai "digital native" karena tumbuh di era kemajuan teknologi yang pesat. Namun, mereka juga dikenal sebagai generasi yang berani menyuarakan pendapat dan mengambil tindakan nyata, terutama dalam isu-isu sosial.
Aktivisme Gen Z bukan sekadar tren sesaat, melainkan manifestasi dari cara mereka memahami dan menghadapi dunia, termasuk dalam konteks jati diri bangsa.
Advertisement
Gen Z memanfaatkan platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Twitter sebagai panggung utama untuk menyuarakan aspirasi mereka. Di ruang digital ini, isu-isu yang dulunya terbatas pada forum diskusi formal kini menjadi bahan percakapan publik.
Aktivisme digital memungkinkan Gen Z untuk mendefinisikan ulang jati diri bangsa dengan cara yang lebih inklusif dan beragam. Mereka tidak lagi terpaku pada narasi tunggal yang diwariskan dari generasi sebelumnya, melainkan menciptakan narasi baru yang lebih mencerminkan realitas multikultural Indonesia.
Sebagai contoh, gerakan-gerakan online yang mengkampanyekan isu keberagaman, toleransi, dan hak-hak minoritas semakin masif. Melalui konten-konten kreatif, mereka mengajak publik untuk melihat Indonesia bukan hanya sebagai satu entitas, melainkan sebagai mozaik yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya.
Ini adalah bentuk perlawanan terhadap stereotip dan narasi homogen yang berpotensi memecah belah. Dengan cara ini, Gen Z menunjukkan bahwa jati diri bangsa yang kuat adalah jati diri yang mampu merangkul semua perbedaan.
Mengubah Jati Diri Bangsa dari Bawah
Namun, aktivisme Gen Z tidak berhenti di ranah digital. Mereka menyadari bahwa perubahan sejati memerlukan tindakan nyata di dunia fisik. Aksi-aksi ini sering kali terinspirasi dari diskusi online yang kemudian diwujudkan dalam bentuk demonstrasi damai, penggalangan dana, atau kegiatan sosial lainnya.
Keterlibatan mereka dalam isu-isu lingkungan, misalnya, menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap keberlanjutan masa depan bangsa. Mereka tidak hanya mengkritik, tetapi juga menawarkan solusi konkret, seperti kampanye daur ulang, penanaman pohon, dan edukasi publik tentang isu-isu iklim.
Aksi nyata ini adalah cerminan dari jati diri bangsa yang progresif, di mana kepedulian terhadap lingkungan dan masa depan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tugas bersama.
Mereka membuktikan bahwa aktivisme adalah wujud dari kecintaan terhadap bangsa, bukan sekadar bentuk perlawanan. Dengan bergerak dari ranah digital ke dunia fisik, Gen Z menunjukkan bahwa jati diri bangsa adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan dijaga melalui tindakan kolektif.
Salah satu ciri khas aktivisme Gen Z adalah keberanian mereka untuk mengkritik status quo. Mereka mempertanyakan kebijakan pemerintah, norma-norma sosial yang dianggap usang, dan bahkan narasi sejarah yang sering kali diromantisasi.
Sikap kritis ini tidak muncul tanpa alasan. Mereka tumbuh di era di mana informasi dapat diakses dengan mudah, memungkinkan mereka untuk membandingkan kondisi di Indonesia dengan negara lain dan mengidentifikasi ketidakadilan.
Sikap kritis ini adalah bagian penting dari pembentukan jati diri bangsa yang sehat. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu berefleksi dan memperbaiki diri. Gen Z, dengan aktivisme mereka, memaksa kita semua untuk mempertanyakan: apakah kita sudah menjadi bangsa yang ideal?
Mereka tidak lagi menerima begitu saja narasi tentang keberhasilan masa lalu, tetapi fokus pada tantangan di masa kini dan masa depan. Ini adalah wujud dari jati diri bangsa yang berani, jujur, dan visioner.
Aktivisme Gen Z adalah fenomena yang kompleks dan multifaset. Mereka tidak hanya menggunakan teknologi untuk menyuarakan pendapat, tetapi juga menjadikannya alat untuk membentuk kembali jati diri bangsa yang lebih inklusif, progresif, dan kritis.
Melalui aktivisme digital dan aksi nyata, mereka menunjukkan bahwa jati diri bangsa bukanlah entitas statis yang hanya diwariskan, melainkan entitas dinamis yang terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Gen Z membuktikan bahwa jati diri bangsa adalah tentang merangkul keberagaman, berani mengkritik, dan bertindak nyata demi masa depan yang lebih baik. Mereka adalah agen perubahan yang membawa angin segar bagi Indonesia.
Dengan semangat juang mereka, kita bisa melihat masa depan di mana jati diri bangsa tidak hanya didasarkan pada sejarah, tetapi juga dibentuk oleh harapan dan aspirasi generasi muda.
Mereka adalah pewaris yang bertanggung jawab dan pembentuk masa depan yang penuh harapan. Jadi, daripada melihat aktivisme mereka sebagai ancaman, mari kita lihat sebagai peluang untuk membangun bangsa yang lebih baik.
***
*) Oleh : Ahmad Fajarisma Budi Adam, Guru Matematika SMP N 1 Banjar Seririt Bali.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |