
TIMESINDONESIA, MALANG – Tim peneliti Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menghadirkan solusi inovatif untuk meningkatkan kandungan pati resisten pada tepung umbi kimpul, bahan pangan lokal yang selama ini masih memiliki kadar pati resisten rendah, sekitar 4 (%bk). Lewat disertasi berjudul “Modifikasi Tepung Umbi Kimpul: Peningkatan Kadar Pati Resisten dan Karakterisasi Sifat Fungsional dengan Fermentasi serta Pemanasan Bertekanan–Pendinginan”, peneliti memadukan proses fermentasi mikroba dan perlakuan fisik termal untuk menciptakan tepung kimpul fungsional.
Penelitian dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama melibatkan fermentasi menggunakan tiga starter bakteri asam laktat—Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus plantarum, dan starter komersial Bimo-CF—dengan durasi fermentasi 24, 36, dan 48 jam. Tahap kedua menguji variasi pemanasan bertekanan pada suhu 121 °C selama 5, 10, atau 15 menit, diikuti siklus pendinginan pada suhu rendah sebanyak 1 hingga 3 kali. Setiap perlakuan dievaluasi berdasarkan kadar pati resisten (RS), daya mengembang (swelling power), indeks kelarutan air (WSI), kadar air, kadar abu, nilai warna L* (cerah–gelap) serta struktur permukaan granula melalui SEM.
Advertisement
Dari tahap fermentasi, kombinasi optimal diperoleh dari Lactobacillus plantarum selama 36 jam, yang mampu meningkatkan pati resisten tepung kimpul hingga 24,2 %, swelling power mencapai 36,6 %, dan WSI mencapai 6,1 %. Starter lain—L. bulgaricus dan Bimo-CF—juga menaikkan RS tetapi dengan capaian tertinggi masing-masing di kisaran 20–22 %. Data ini menunjukkan peran penting fermentasi mikroba dalam memecah struktur pati sehingga memudahkan pembentukan RS tipe 3.
Pada tahap optimalisasi termal, perlakuan autoclaving–cooling selama 15 menit yang diulang tiga kali menghasilkan pati resisten tertinggi, mencapai 26,7 %—kenaikan 2,4 % dibandingkan fermentasi saja. Swelling power meski sedikit menurun, tetap di kisaran 33–35 %, sedangkan WSI stabil pada 3,8 %. Kadar air terendah tercatat 9,5 %, kadar abu meningkat hingga 1,75 %, dan nilai L* mencapai 84,9, menandakan tepung lebih cerah. Analisis SEM memperlihatkan granula berbentuk sferis hingga subsferis dengan permukaan lebih berpori dan retakan mikro, ciri khas struktur pati yang termodifikasi.
“Hasil ini membuka peluang bagi pengembangan produk pangan fungsional, seperti nasi analog, mie instan rendah indeks glikemik, dan roti untuk penderita diabetes,” ujar Wirawan, peneliti utama. Ia menekankan bahwa fermentasi dengan L. plantarum dan autoclaving–cooling dapat diaplikasikan di skala UMKM menggunakan peralatan sederhana—autoklaf laboratorium dan lemari pendingin.
Para peneliti merekomendasikan agar industri kecil menengah mengadopsi metode ini untuk peningkatan nilai gizi dan daya saing tepung kimpul. Selain itu, kajian lanjutan diharapkan menelusuri stabilitas pati resisten selama penyimpanan dan performa tepung termodifikasi dalam formulasi produk akhir. Dengan begitu, umbi kimpul lokal tidak hanya menjadi sumber karbohidrat murah, tetapi juga bahan baku unggulan untuk pangan sehat berdaya saing global.
***
*) Oleh: Wirawan, Mahasiswa Program Doktor Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |