Kopi TIMES

PKB, Jalan Hidup dan Perjuangan Saya

Selasa, 22 Juli 2025 - 14:41 | 7.93k
Anas Burhani, Sekretaris DPC PKB, Sekretaris Fraksi PKB DPRD, dan Ketua Komisi B DPRD Jombang.
Anas Burhani, Sekretaris DPC PKB, Sekretaris Fraksi PKB DPRD, dan Ketua Komisi B DPRD Jombang.

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Memperingati Hari Lahir Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke-27 tahun ini, saya merenungkan kembali perjalanan panjang yang telah saya lalui bersama partai yang bagi saya bukan sekadar kendaraan politik, melainkan jalan hidup dan mati.

Sebagai kader PKB tulen, saya mengawali langkah dari titik paling dasar yakni merangkak dari Pengurus Ranting, kemudian diamanahi menjadi Sekretaris DPAC Kecamatan Plandaan. Sempat juga diamanahi sebagai Ketua DKC Garda Bangsa Jombang.

Advertisement

Akhirnya, dipercaya menjadi Kepala Kantor DPC PKB Jombang. Tepat pada tahun 2021 lalu, saya dipercaya dan diamanahi untuk menjadi Sekretaris DPC PKB Jombang hingga saat ini.

Perjalanan demi perjalanan saya lalui dengan hati ikhlas dan penuh keyakinan. Bahwa PKB mampu mengubah jalan hidup saya. Tidak ada yang instan dalam politik, apalagi jika kita benar-benar ingin menapaki jalan ini dengan idealisme dan komitmen.

Setiap hari saya belajar, mendampingi para senior, memahami bagaimana PKB bergerak di tingkat lokal maupun nasional. Dari situ, saya semakin yakin, bahwa PKB bukan hanya soal perebutan kekuasaan, melainkan perjuangan membawa aspirasi rakyat, utamanya warga Nahdlatul Ulama, yang selama ini menjadi ruh dari partai ini.

Saya lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren tepatnya di Jombang, Jawa Timur. Sebagai seorang santri, alumnus dari Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan, Jombang. Perjalanan saya di dunia aktivisme juga dimulai dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IAIN Sunan Ampel Surabaya yang kini menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Dari PMII saya belajar berorganisasi, memperjuangkan kepentingan masyarakat kecil, dan merawat semangat kebangsaan yang berlandaskan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah. PMII dan PKB bagi saya seperti satu mata rantai yang tak terpisahkan.

Namun, perjalanan menuju kursi legislatif tidak selalu mulus. Saya sudah tiga kali mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Jombang. Dua kali gagal di Pemilihan Legislatif tahun 2014 dan 2019.

Saya tahu betul rasanya menghadapi kenyataan pahit: sudah bekerja keras, sudah turun ke bawah, sudah bertemu warga, tapi belum diberi amanah oleh Allah dan rakyat.

Namun saya percaya, politik adalah soal kesabaran dan keikhlasan. Prinsip saya sederhana: kalah itu biasa, yang luar biasa adalah tetap berjuang meski berkali-kali jatuh. Alhamdulillah, di Pemilu 2024, takdir itu datang juga. Saya akhirnya terpilih menjadi anggota DPRD Jombang.

Lebih dari itu, saya dipercaya menjadi Ketua Komisi B, yang membidangi perekonomian dan pertanian. Ini adalah amanah besar sekaligus tantangan nyata. Saya membawa suara rakyat yang selama ini mempercayakan harapannya kepada PKB.

Di titik ini, saya semakin yakin bahwa PKB bukan sekadar partai politik bagi saya. Ia adalah jalan hidup, bahkan jalan mati. Jalan yang saya pilih dengan penuh kesadaran, bukan sekadar untuk mencari jabatan atau kekuasaan, tetapi untuk menebarkan manfaat bagi masyarakat luas.

Sebagai kader PKB yang juga mantan aktivis PMII, saya mengajak seluruh kader muda PKB dan NU di manapun berada: jangan pernah lelah berjuang. Jangan takut gagal, jangan takut jatuh. Politik bukan soal menang atau kalah semata, melainkan soal keberanian untuk terus mencoba, belajar, dan melayani umat.

PKB dan Perjuangan Meneguhkan Legalitas Pesantren

Menurut saya, PKB bukan hanya lahir dari rahim pesantren, tapi juga mewarisi semangat juang para kiai untuk memperjuangkan hak-hak santri dan eksistensi pesantren sebagai pilar pendidikan bangsa.

Di tengah derasnya arus modernisasi, PKB teguh berdiri sebagai benteng nilai-nilai keislaman yang moderat, toleran, dan nasionalis. Karakter khas pesantren yang terus diperjuangkan agar mendapat pengakuan setara dalam sistem pendidikan nasional.

Salah satu tonggak penting dari perjuangan ini adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, yang merupakan inisiatif penuh dari Fraksi PKB DPR RI. Undang-undang ini lahir dari kegelisahan panjang para kiai dan pengasuh pesantren yang selama ini merasa institusinya belum mendapat pengakuan hukum yang utuh.

Meski telah berkontribusi besar dalam mencetak tokoh-tokoh bangsa, pesantren masih diperlakukan sebagai entitas “alternatif” yang posisinya tidak sekuat lembaga pendidikan formal lainnya.

PKB hadir mengubah paradigma itu. Dengan kekuatan politiknya di parlemen, PKB tak hanya mengusulkan tetapi juga memperjuangkan agar pesantren mendapatkan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi dari negara. Ketiga prinsip ini menjadi semangat utama dalam UU Pesantren.

Pertama, Rekognisi berarti negara mengakui pesantren sebagai lembaga pendidikan yang sah dan setara.

Kedua, Afirmasi artinya negara wajib memberikan perlakuan khusus agar pesantren mampu bersaing tanpa kehilangan kekhasannya.

Ketiga, Fasilitasi menegaskan bahwa pesantren berhak atas dukungan anggaran, infrastruktur, serta pengembangan SDM sebagaimana lembaga pendidikan lainnya.

Sebagai kader PKB dan putra daerah Jombang atau kota santri yang menjadi rumah bagi ratusan pesantren. Saya menyaksikan langsung bagaimana undang-undang ini membawa angin segar.

Banyak pesantren kini mulai dilibatkan dalam program strategis pemerintah, mulai dari pendidikan vokasi, pelatihan guru, penguatan manajemen kelembagaan, hingga akses dana BOS Pesantren dan bantuan infrastruktur.

Namun perjuangan ini belum selesai. Implementasi UU Pesantren masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk soal regulasi teknis, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, serta pemahaman para pemangku kepentingan.

Karena itu, PKB di semua tingkatan baik DPR RI, DPRD Provinsi, hingga DPRD Kabupaten/Kota terus mengawal agar semangat undang-undang ini tidak mandek di atas kertas, tetapi benar-benar menjadi instrumen perubahan nyata di lapangan.

PKB percaya bahwa pesantren bukan hanya institusi pendidikan, tapi juga pusat pembinaan karakter bangsa. Di tengah krisis moral dan kegaduhan sosial, pesantren menjadi oase ketenangan. Di sana lahir generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga tawadhu’, nasionalis, dan berakhlak karimah.

Itulah sebabnya perjuangan PKB terhadap pesantren bukan sekadar agenda politik. Ini adalah amanat sejarah, fatwa nurani, dan ikhtiar ideologis untuk menempatkan pesantren sebagai bagian tak terpisahkan dari masa depan Indonesia.

Hingga akhirnya saya mengucapkan Selamat Hari Lahir PKB ke-27. Semoga PKB tetap menjadi rumah besar umat, tetap setia pada khittah Nahdliyyah, dan terus berjuang demi keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. (*)

***

*) Oleh : Anas Burhani, Sekretaris DPC PKB, Sekretaris Fraksi PKB DPRD, dan Ketua Komisi B DPRD Jombang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES