
TIMESINDONESIA, MALANG – Peringatan hari lahir Kepolisian Republik Indonesia 1 Juli 2025 sebagai implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1946, tidak boleh sekadar diisi dengan ritual kegiatan seremonial yang bersifat artifisial, menyentuh permukaan.
Melainkan, harus diarahkan pada hal yang substansial, mendasar. Evaluasi secara menyeluruh, terutama pada beberapa kasus besar yang melibatkan oknum Polisi dan mendegradasi institusi Polri dalam kepemimpinan Listiyo Sigit Prabowo, itu mutlak dilakukan.
Advertisement
Segar dalam ingatan, misalnya peristiwa yang begitu menggegerkan dan menggerus kepercayaan publik terhadap Polri adalah kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang melibatkan eks Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo (8 Juli 2022). Masyarakat disuguhi dengan drama kolosal bernuansa rekayasa.
Media mainstream menyiarkan siang dan malam tanpa henti. Masyarakat dipaksa mempercayai adanya baku tembak hingga menewaskan anggota Polri yang berusia muda, itu. Namun, akhirnya Polri mampu mengungkap peristiwa yang sejatinya. Publik pun kecewa! Sang pengayom justru terlibat tindak kriminal hingga hilangnya nyawa sang anak buah.
Lalu, dua bulan kemudian, terjadi Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang (1 Oktober 2022) berupa penembakan gas air mata oleh oknum Polisi dalam laga Arema FC dan Persebaya dan menjadi pemicu utama atas tewasnya 132 korban jiwa, mayoritas Aremania dimana peristiwa yang memantik reaksi keras Aremania itu tercatat sebagai bencana terburuk dalam sejarah sepak bola dunia.
Setelah itu, tiga belas hari kemudian, masyarakat dikejutkan dengan terjadinya kasus peredaran atau perdagangan narkoba seberat 5 kilogram, yang menyeret Teddy Minahasa (14 Oktober 2022), sepekan sebelum ia dilantik menjadi Kapolda Jawa Timur. Tak banyak yang menyangka, sosok Teddy yang dikenal dekat dengan lapisan masyarakat, terlibat dalam praktik haram, itu.
Sedangkan sepanjang tahun 2024, beberapa kasus yang melibatkan oknum Polri mencuat ke publik, yakni adanya kenaikan jabatan strategis terhadap 6 Polisi, yang sebelumnya diduga terlibat dalam kasus Ferdy Sambo. Hal ini menambah sederet rekam buruk lembaga Kepolisian yang diharapkan bersih dari praktik melabrak logika publik.
Lebih mengagetkan lagi, ada anggota Polri yang berhasil membongkar mafia BBM bersubsidi justru mengalami pemecatan. Tak berhenti di situ, ada juga oknum Polisi yang menembak warga sipil. Di ujung tahun, opini publik menghiasi pemberitaan yang mengarah pada dugaan keterlibatan oknum Polri dalam helatan Pilkada Serentak (2024).
Kemudian, antara Juni 2024 hingga Juni 2025, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat sederet kasus yang diduga melibatkan oknum Polri, yaitu terjadi sebanyak 602 peristiwa kekerasan, peristiwa penembakan terbanyak 411, penganiayaan sebanyak 81 kasus, penangkapan sewenang-wenang sebanyak 72 kasus.
Masih dalam catatan KontraS, terjadi pembubaran paksa sebanyak 42 kasus. Penyiksaan sebanyak 38 kasus (86 korban, 10 orang meninggal dunia, 76 orang lainnya luka ringan dan berat), intimidasi sebanyak 24 kasus, kriminalisasi sebanyak 9 kasus, kekerasan seksual sebanyak 7 kasus, dan tindakan tidak manusiawi sebanyak 4 kasus.
Selanjutnya, pembunuhan di luar hukum (korban 40 orang), salah tangkap sebanyak 44 peristiwa (8 orang meninggal dunia, 35 orang terluka), sebanyak 89 pelanggaran terhadap kebebasan sipil dalam ragam bentuk, sebanyak 42 peristiwa pembubaran paksa aksi unjuk rasa yang menyebar di pelbagai daerah di Indonesia.
Bahkan, terdapat 1020 orang yang diduga menjadi korban kekerasan oknum Polri, mayoritas adalah mahasiswa. Ada juga, jurnalis, para medis, petani, siswa, masyarakat sipil serta aktivis atau pembela HAM mengalami kerentanan serupa dengan mengalami 62 peristiwa penangkapan, dan lain-lain.
Itulah peristiwa demi peristiwa yang mengganggu instansi Kepolisian yang kita miliki. Sudah waktunya Polri melakukan evaluasi komprehensif demi terangkatnya kembali citra Kepolisian yang membanggakan masyarakat.
Tentu, Kapolri memiliki peran luar biasa untuk membenahi Polri yang dicita-citakan bersama. Sesuai sejarah berdirinya hingga hari lahir yang berusia dewasa sekarang.
Kita berharap, Presiden Prabowo Subianto turun langsung, memberikan arahan khusus untuk progresivitas, kemajuan Polri ke depan. Pendiri bangsa ini akan sedih jika menyaksikan peristiwa yang disebutkan di atas. Apalagi, jika tak di stop mulai sekarang. Korelasinya dengan rangkaian peristiwa yang menyesakkan dada itu, penulis bertanya pelan dalam hati. Apakah Polri sedang neniti jalan terjal? semoga, tidak!
Untuk Polri, dengan bangga penulis ucapkan, Selamat Hari Bhayangkara ke-79. Jadikan momentum hari lahir yang diperingati tiap 1 Juli sebagai refleksi atas kinerja yang tidak ideal dalam 5 tahun terakhir ini. Sungguh, masyarakat sipil menanti Polri yang benar-benar prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan (presisi).
Dengan demikian, akan terwujud kinerja Polri yang profesional, transparan, dan akuntabel. Di saat yang sama, Polri serius dalam transformasi organisasi, operasional, pelayanan publik, dan pengawasan sehingga berintegritas dalam performa penegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat.(*)
***
*) Oleh : Abd Aziz, Advokat, Legal Consultant, Lecture, Columnist, Mediator Non Hakim Pengadilan Negeri Malang, Founder dan CEO Firma Hukum PROGRESIF LAW, serta Sekjen DPP Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |