Kopi TIMES

Setengah Abad MUI: Pelayan Umat dan Mitra Pemerintah

Minggu, 27 Juli 2025 - 12:37 | 8.03k
M. Fuad Nasar, Direktur Jaminan Produk Halal Kementerian Agama RI.
M. Fuad Nasar, Direktur Jaminan Produk Halal Kementerian Agama RI.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 26 Juli 2025 memperingati Milad Setengah Abad atau 50 tahun. MUI berdiri sejak tanggal 17 Rajab 1395 Hijriyah/26 Juli 1975. Pembentukan MUI di tingkat pusat diharapkan dapat membantu kelancaran komunikasi antara ulama dengan umara atau pemerintah dan peran tersebut telah dijalankan MUI dari masa ke masa.

Organisasi yang menghimpun para ulama, zuama (pemimpin) dan cendekiawan muslim itu hadir sebagai pelayan umat (khadimul ummah) dan mitra pemerintah (shadiqul hukumah). Dalam sabda Rasulullah Saw diungkapkan, jika ulama dan umara baik, kebaikannya akan dirasakan oleh umat seluruhnya.

Advertisement

Dalam suasana memperingati setengah abad MUI patut dikenang pesan dan harapan Prof. Dr. H.A. Mukti Ali selaku Menteri Agama pada peresmian Pimpinan Majelis Ulama Indonesia tahun 1975 sebagaimana diabadikan dalam buku 10 Tahun Majelis Ulama Indonesia (1975 – 1985). 

“Hari ini adalah hari berdirinya Majelis Ulama Indonesia. Hari ini di tempat ini telah dikubur untuk selama-lamanya suasana kurang persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam sendiri. Pada hari ini dan di tempat ini pula telah dikubur untuk selama-lamanya iklim curiga-mencurigai dan saling tidak percaya-mempercayai antara para ulama dan aparat pemerintah. Pada hari ini dan di tempat ini didirikan tugu persatuan dan kesatuan dan ukhuwah islamiyah umat Islam di Indonesia,” demikian pesan yang tetap relevan hingga kini.

Sejarah MUI mencatat, Prof. Dr. Hamka atau populer dikenal Buya Hamka adalah Ketua Umum Pertama MUI masa jabatan 27 Juli 1975-18 Mei 1981 yang berjasa meletakkan prinsip-prinsip dasar independensi dan arah perjalanan MUI. 

Kepemimpinan Ketua Umum MUI Buya Hamka periode itu didampingi oleh Sekretaris Umum dari Kementerian Agama yaitu Kafrawi Ridwan (Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam). Dalam buku Perjalanan Terakhir Buya Hamka (1981) diungkapkan oleh H.A. Mukti Ali bahwa jasa Buya Hamka terhadap bangsa dan negara di antaranya adalah berdirinya Majelis Ulama. Tanpa Buya, lembaga itu tak akan mampu berdiri.

Para pucuk pimpinan MUI yang telah berpulang kerahmatullah secara berurutan, mulai dari Buya Hamka (Ketua Umum ke-1), K.H.M. Sjukri Ghozali (Ketua Umum ke-2), K.H. Hasan Basri (Ketua Umum ke-3), K.H. Ali Yafie (Ketua Umum ke-4), dan K.H.M.A Sahal Mahfudz (Ketua Umum ke-5), meninggalkan legasi yang dikenang di lingkungan majelis ulama dan masyarakat sebagai representasi kepemimpinan ulama di tingkat nasional.

Seperti dikemukakan oleh K.H. Hasan Basri bahwa sejak awal telah digariskan bahwa yang akan dikibarkan oleh MUI adalah ukhuwah islamiyah. MUI tidak mengerjakan apa yang telah dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam yang lain. H. S. Prodjokusumo (Sekretaris Umum MUI periode Ketua Umum K.H. Hasan Basri), mengatakan “MUI itu alamatnya seluruh ulama di Indonesia.”

Prodjokusumo menggambarkan umat Islam di Indonesia tergabung dalam banyak wadah organisasi Islam, lembaga-lembaga dakwah, lembaga pendidikan, lembaga sosial Islam, partai politik, dan bermacam-macam jam’iyah yang semuanya mengambil bagian dalam pergerakan dakwah dan pembangunan umat di berbagai bidang. 

Kehadiran banyak wadah dan organisasi yang menghimpun potensi umat akan mendatangkan rahmat apabila dibangun ukhuwah islamiyah dan jika semua organisasi, para pemimpin dan anggotanya menyadari kesatuan tujuan yang hendak dicapai.

Peran ulama dan tokoh-tokoh agama menjadi faktor penting dalam membangun harmoni kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara yang dinamis. Sejalan dengan jatidiri bangsa yang relijius dan tidak menganut paham sekuler, pembangunan bangsa memerlukan panduan nilai-nilai universal agama agar menghasilkan kemaslahatan.

Salah seorang tokoh majelis ulama, pendiri dan Ketua Umum Pertama MUI Provinsi Sumatera Barat, Buya Haji Mansur Daud Datuk Palimo Kayo, berpesan, “Tempat duduk ulama harus diperluas. Jangan mempersempit diri dalam kotak-kotak. Kita inginkan hanya satu yaitu ulama Islam, bukan ulama golongan. Mudah-mudahan dengan demikian hubungan antara ulama dengan umara pun dapat ditingkatkan,” tegas Buya Datuk yang juga salah seorang penandatangan Piagam Berdirinya Majelis Ulama Indonesia tahun 1975.

Dalam kurun waktu yang panjang MUI telah menjadi bagian penting sejarah umat Islam Indonesia era kemerdekaan dan pembangunan nasional. Salah satu partisipasi ulama dalam pembinaan bangsa yang tidak ternilai adalah partisipasi dalam ikut meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi integrasi nasional. 

MUI mempunyai tanggungjawab sosial untuk menjaga umat dari perselisihan dan perpecahan. Untuk itu sistem manajemen internal umat Islam seperti pernah disarankan oleh tokoh pemikir militer Brigjen TNI (Purn) Dr. Saafroedin Bahar perlu menjadi perhatian jajaran MUI dan ormas-ormas Islam lainya. Umat harus punya strategi perjuangan secara berkelanjutan dalam kerangka NKRI.

MUI melalui Komisi Fatwa dan Dewan Syariah Nasional merupakan lembaga yang mempunyai kompetensi dan legitimasi untuk memberikan fatwa dan nasihat mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam pada umumnya sebagai amar makruf nahi munkar. 

Selama lima dekade MUI dari periode ke periode telah mengeluarkan berbagai keputusan fatwa-fatwa keagamaan yang menjadi ranah para ulama dan merupakan respons atas pertanyaan atau permasalahan umat dalam berbagai bidang. 

Fatwa-fatwa MUI mencakup bidang akidah, peribadatan, pendidikan, kesehatan, obat dan makanan halal, lingkungan hidup, ekonomi, keuangan, dan lainnya.

Anregurutta Prof. K.H. Ali Yafie, dalam wawancara dengan Harian Umum Kompas tanggal 31 Januari 1999, menggaris-bawahi peran MUI sebagai lembaga pengemban amanah umat. "MUI adalah pelayan umat. MUI harus melayani semuanya. MUI tidak bisa hanya melayani pemerintah saja, atau rakyat saja. Keduanya adalah umat yang harus dilayani. Mengatakan benar kalau pemerintah benar, dan salah kalau pemerintah salah. Begitu juga terhadap yang lain. Dalam mengeluarkan fatwa atau kebijakan, para ulama MUI bersikap netral dan tidak berpihak ke manapun, karena timbangannya Al-Quran dan Hadis,” tuturnya.

Sindrom kemerosotan akhlak dan pergeseran nilai-nilai moral akhir-akhir ini yang dialami bangsa memunculkan fenomena apa yang sebelumnya dianggap tabu kini merupakan hal biasa. 

Peran ulama dibutuhkan sebagai kekuatan moral dalam masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih menjunjung tinggi ajaran agamanya. Taushiyah dan fatwa-fatwa MUI bertujuan untuk menjaga umat dengan ajaran agama.

Menteri Agama Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar sering menyampaikan bahwa semakin dekat umat dengan ajaran agamanya berarti pembangunan di bidang agama dinilai berhasil. Sebaliknya, semakin berjarak atau ada kesenjangan antara kehidupan umat dan ajaran agamanya berarti pembangunan di bidang agama belum berhasil.

Kehadiran MUI selama ini menyuarakan signifikansi peran agama dan fungsi ulama dalam pembangunan bangsa. MUI mengukir sejarah merintis perbankan syariah pertama yakni Bank Muamalat pada 1992 yang didahului dengan Lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” di Cisarua Bogor tahun 1990. 

Lokakarya MUI tentang bunga bank menjadi pembuka jalan hadirnya bank syariah pertama di Indonesia. Kebijakan dan program-program pemerintah yang menyentuh masyarakat pada umumnya tidak dapat berjalan baik tanpa dukungan ulama dan melibatkan para tokoh agama.

Ulama adalah pewaris tugas para nabi dalam menggerakan umat mengamalkan ajaran agamanya. Para ulama adalah pemimpin informal yang mempunyai peran dalam membina ketahanan mental masyarakat khususnya mental keagamaan. 

Kepemimpinan ulama yang mempunyai jiwa tasamuh kepada sesama muslim maupun sesama warga bangsa menjadi faktor perekat persatuan dan kesatuan. Para ulama disegani dan dicintai umat bukan hanya karena otoritas keilmuwannya, tapi karena ketokohan, kearifan, integritas moral dan keteladanannya.

Jejak pengabdian MUI setengah abad telah menjadi simbol kerjasama ulama dengan umara (pemerintah). Disadari atau tidak, perubahan yang cepat, besar dan bersifat fundamental sedang terjadi dan akan terus berlangsung di dunia yang melahirkan masyarakat global melalui teknologi informasi dan komunikasi. Program-program MUI diharapkan dapat mengangkat martabat umat Islam dalam situasi dunia yang terus berubah.

Untuk itu organisasi-organisasi Islam perlu memberi perhatian pada upaya meningkatkan pemahaman dan pengamalan Islam di tengah masyarakat, termasuk menggiatkan kaderisasi ulama, mubaligh dan cendekiawan muslim. 

Kegiatan pengajian dan pengkajian agama diperlukan agar mutu keberagamaan umat semakin meningkat dan terhindar dari pemahaman atau cara beragama yang dangkal dan menyimpang.

Saat menulis artikel ini saya mendapat kiriman resume tulisan Stephen T. Asma, profesor filsafat Columbia College dari M. Saleh Mude di Hartford International University for Religion and Peace, Amerika Serikat. 

Stephen T. Asma menyoroti rasa hormat terhadap agama yang menurun di hampir setiap aspek kehidupan modern, tidak hanya di kalangan ateis dan intelektual, tetapi juga di kalangan masyarakat luas. 

Generasi muda tampaknya akan menjadi kelompok demografi yang paling tidak tertarik berafiliasi dengan agama. Sebagai intelektual yang berpikir objektif Stephen menggarisbawahi bahwa kita membutuhkan apresiasi yang lebih jernih tentang peran analgesik budaya. 

Tidaklah cukup dengan mengabaikan agama atas dasar penilaian moral puritan tentang kelemahan seorang penganut agama. Menurut pandangan intelektual Barat tersebut, agama adalah respons budaya yang paling kuat terhadap kehidupan emosional universal yang menghubungkan kita semua.

Pengabdian dan khidmat MUI sebagai pelayan umat dan mitra pemerintah merefleksikan pesan bahwa berbagai persoalan di masyarakat tidak hanya dilihat dari satu sisi saja, misalnya fisik, ekonomi atau politik, melainkan juga dari sisi moral, mental spiritual dan agama untuk kemaslahatan umat manusia. 

Fenomena rapuhnya etika publik, maraknya korupsi, lemahnya ketahanan keluarga, keterasingan jiwa manusia di tengah keramaian, dan kerusakan lingkungan, menyadarkan masyarakat terhadap peran agama yang tidak bisa digantikan oleh sains dan teknologi.

Kegelisahan rohani umat manusia dalam menyongsong masa depan memerlukan kehadiran agama sebagai solusi atas masalah kemanusiaan. Pendekatan dakwah dibutuhkan dalam mengatasi krisis kemanusiaan dan menyelamatkan bumi dari kerusakan.

Dalam waktu belakangan semakin disadari kepentingan spiritualitas agama, pendidikan karakter, kebahagiaan perkawinan dan ketahanan keluarga serta ekoteologi.

Berbagai rangkaian kegiatan digelar dalam rangka menyemarakkan Milad Emas 50 Tahun MUI yang bertujuan untuk memperkuat peran MUI sebagai mitra umat dalam pembinaan keislaman, kebangsaan, dan peradaban. 

Dalam rangka Milad 50 Tahun MUI diselenggarakan Pameran dan Bazar Buku Karya Pengurus MUI sebagai medium untuk menyebarluaskan pengetahuan Islam dan literasi keulamaan. 

Dalam momentum bersejarah ini tim penulis MUI menyusun buku Biografi Ketua Umum dan Sekretaris Umum/Sekretaris Jenderal MUI Dari Masa Ke Masa, dan 50 Tahun Pengkhidmatan MUI.

Peringatan Milad ke-50 Tahun MUI juga diisi dengan kegiatan menziarahi makam Ketua Umum MUI di masanya, di TPU Tanah Kusir Jakarta Selatan tanggal 17 Juli 2025, yaitu makam almarhum Prof. Dr. Hamka, K.H.M. Sjukri Ghozali, K.H. Hasan Basri, Prof. K.H. Ali Yafie, dan makam K.H.M.A Sahal Mahfudz di Jawa Tengah. 

Pada 18 Juli 2025 mengunjungi Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, di mana terdapat makam mantan Sekretaris Umum MUI Mayjen TNI (Purn) H.A. Burhani Tjokrohandoko dan Kolonel TNI (Purn) H.S. Prodjokusumo, serta makam Drs. H. M. Ichwan Sam di Pemakaman Al-Azhar Karawang.

Tasyakur Milad Setengah Abad Majelis Ulama Indonesia digelar di Asrama Haji Jakarta Pondok Gede, Sabtu 26 Juli 2025, dihadiri antara lain oleh Wakil Presiden Ke-13 Republik Indonesia yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof. K.H. Maruf Amin, Wakil Menteri Agama Dr. Romo H.R. Muhammad Syafii, S.H., M.Hum, para tamu undangan pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat serta jajaran keluarga besar MUI pusat dan provinsi.

***

*) Oleh : M. Fuad Nasar, Direktur Jaminan Produk Halal Kementerian Agama RI.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES