Kopi TIMES

Menjaga Data, Menjaga Martabat Bangsa

Senin, 28 Juli 2025 - 23:21 | 8.32k
Ahmad Chuvav Ibriy, Pengasuh Ponpes Al-Amin Mojowuku Kedamean Gresik, Anggota Komisi Fatwa, Hukum dan Pengkajian MUI Kabupaten Gresik dan Pemerhati Literasi dan Pemikiran Islam Humanistik.
Ahmad Chuvav Ibriy, Pengasuh Ponpes Al-Amin Mojowuku Kedamean Gresik, Anggota Komisi Fatwa, Hukum dan Pengkajian MUI Kabupaten Gresik dan Pemerhati Literasi dan Pemikiran Islam Humanistik.

TIMESINDONESIA, GRESIK – Dalam dunia digital, data bukan sekadar angka atau teks. Data adalah cerminan kehidupan: identitas, preferensi, bahkan keyakinan dan kebiasaan sehari-hari seseorang. 

Dalam skala besar, data adalah potret kolektif sebuah bangsa. Maka ketika data itu mengalir ke luar negeri tanpa kendali, yang menguap bukan hanya informasi, melainkan kedaulatan.

Advertisement

Belakangan, publik dikejutkan oleh pemberitaan bahwa Indonesia membuka diri terhadap skema transfer data pribadi ke Amerika Serikat sebagai bagian dari kesepakatan dagang. 

Pemerintah berdalih bahwa hanya data “komersial” yang dialirkan, bukan data strategis. Namun, batas antara keduanya sangat kabur. Apa yang hari ini tampak komersial, bisa menjadi strategis di masa depan.

Kita perlu menyadari satu hal penting: siapa menguasai data, ia mengendalikan masa depan. Dari data, lahir algoritma. Dari algoritma, terbentuk pengaruh. Maka, siapa pun yang menguasai data suatu bangsa akan dengan mudah membentuk perilaku, arah konsumsi, bahkan pola berpikir warga negara tersebut.

Tak berlebihan jika kita sebut ini sebagai bentuk kolonialisme baru kolonialisme digital. Tidak melalui tentara, tetapi melalui jaringan, perangkat lunak, dan server yang letaknya bahkan tidak terlihat. Namun, dampaknya nyata dan berjangka panjang.

Yang lebih memprihatinkan, skema transfer data ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa aliran data ke luar negeri hanya boleh dilakukan jika negara tujuan memiliki tingkat perlindungan data yang setara atau lebih tinggi dari Indonesia. 

Sayangnya, Amerika Serikat hingga kini tidak memiliki standar perlindungan data nasional yang menyeluruh seperti Uni Eropa.

Mengapa Kita Terlalu Mudah Percaya?

Sebagai umat yang berakar pada nilai-nilai syariat, kita perlu menengok kembali prinsip maqāṣid al-syarī‘ah tujuan-tujuan agung dari hukum Islam. Dalam maqāṣid, ada prinsip ḥifẓ al-‘irḍ (menjaga kehormatan), yang oleh banyak ulama klasik dan kontemporer dipahami juga sebagai penjagaan perlindungan nama baik, privasi, dan martabat seseorang.

Dalam dunia modern, muncul tuntutan untuk memasukkan ḥifẓ al-‘irḍ perlindungan terhadap kehormatan dan nama baik sebagai maqṣad tersendiri. Data pribadi warga negara adalah bagian dari kehormatan itu. Ia tidak boleh dijualbelikan, diekspor, atau dipakai pihak lain tanpa pengawasan dan persetujuan yang sah.

Hari ini, ketika data digital dapat membongkar seluruh sisi kehidupan pribadi, maka menjaga data adalah bagian dari menjaga kehormatan manusia. Maka, transfer data tanpa kendali bukan hanya pelanggaran hukum positif, tetapi juga pelanggaran etik dan syar‘i.

Di sinilah peran penting para ulama, akademisi, dan santri. Kita tidak bisa diam. Umat Islam harus menjadi bagian dari barisan penjaga martabat digital bangsa.

Sudah saatnya dari podium masjid, podium akademik, hingga forum pesantren, dibunyikan peringatan: bahwa data rakyat adalah amanah. Jangan sampai menjadi tumbal dalam permainan dagang global.

Masyarakat juga harus diedukasi. Literasi data bukan hanya untuk para teknokrat. Ia bagian dari kecakapan hidup modern. Kita semua harus paham: setiap aplikasi yang diinstal, setiap persetujuan yang diklik, bisa jadi adalah izin bagi pihak asing untuk mencatat gerak-gerik kita.

Negara boleh saja berdalih ini bagian dari “normalisasi” hubungan internasional. Tapi rakyat berhak menuntut: jangan gadaikan martabat bangsa demi angka ekspor. 

Jangan tukar keamanan data rakyat demi satu atau dua digit pertumbuhan ekonomi. Menjaga data adalah menjaga martabat bangsa. Dan martabat, dalam syariat, adalah sesuatu yang tidak bisa dikompromikan.

***

*) Oleh : Ahmad Chuvav Ibriy, Pengasuh Ponpes Al-Amin Mojowuku Kedamean Gresik, Anggota Komisi Fatwa, Hukum dan Pengkajian MUI Kabupaten Gresik dan Pemerhati Literasi dan Pemikiran Islam Humanistik. 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES