Kopi TIMES

Menjadi Pemimpin dalam Keberagaman

Selasa, 05 Agustus 2025 - 23:51 | 9.01k
Alvin Dianuddin Pratama, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Alvin Dianuddin Pratama, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menjadi pemimpin dalam lingkungan yang berbeda latar budaya dan etnis adalah tantangan tersendiri, terutama ketika seseorang berasal dari suku minoritas yang bertugas di daerah tersebut. 

Salah satu contoh adalah ketika seseorang dari suku Jawa ditugaskan sebagai pemimpin di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan) di wilayah yang bukan daerahnya, yang secara kultural dan sosiologis didominasi oleh masyarakat lokal daerah tersebut. 

Advertisement

Situasi ini membutuhkan tidak hanya kemampuan teknis dan administratif, tetapi juga kecerdasan budaya, komunikasi yang adaptif, serta empati yang tinggi dalam menjalin relasi sosial dan membangun legitimasi kepemimpinan.

Kepemimpinan di daerah yang majemuk secara etnis menuntut pendekatan yang berbasis pada inklusivitas dan sensitivitas budaya. Seorang pemimpin dari suku Jawa, misalnya, harus memahami struktur sosial, nilai adat, dan norma-norma lokal di masyarakat agar dapat menjalin hubungan harmonis, baik dengan pegawai maupun dengan warga binaan. 

Dalam konteks Lapas dan Rutan, hubungan ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga berperan penting dalam menciptakan suasana yang kondusif untuk proses pembinaan dan reintegrasi sosial.

Langkah awal yang penting adalah membangun komunikasi yang terbuka dan saling menghargai. Meskipun berbeda suku, seorang pemimpin yang mampu menggunakan bahasa lokal, atau setidaknya menunjukkan upaya untuk memahami bahasa dan kebiasaan setempat, akan lebih mudah diterima oleh masyarakat sekitar. 

Pendekatan ini menunjukkan kesungguhan untuk beradaptasi dan menghormati identitas budaya masyarakat setempat. Dalam konteks profesional, hal ini memperkuat trust building dan mengurangi potensi resistensi yang mungkin muncul akibat perbedaan latar belakang.

Selain itu, penting bagi seorang pemimpin di lingkungan multikultural untuk bersikap netral dan adil dalam mengambil keputusan. Perlakuan yang sama terhadap semua individu tanpa memandang asal-usul etnis akan menciptakan iklim kerja yang sehat dan profesional. 

Pemimpin harus menunjukkan integritas dan komitmen terhadap prinsip meritokrasi, yakni menilai berdasarkan kompetensi dan kinerja, bukan berdasarkan latar belakang sosial atau budaya.

Strategi kepemimpinan juga harus memperhatikan pendekatan partisipatif, di mana seluruh elemen Lapas dan Rutan, termasuk staf lokal dan tokoh masyarakat sekitar, dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. 

Pendekatan ini tidak hanya memperkuat legitimasi kebijakan yang dibuat, tetapi juga menciptakan rasa memiliki di antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam lingkungan Lapas dan Rutan, hal ini sangat penting untuk menjaga stabilitas internal dan meminimalisir potensi konflik.

Kepemimpinan yang efektif di lingkungan suku minoritas juga membutuhkan kemampuan reflektif, yaitu kesiapan untuk terus belajar dan mengevaluasi diri. 

Pemimpin dari luar daerah perlu menyadari bahwa keberhasilan kepemimpinan tidak semata-mata ditentukan oleh jabatan atau otoritas formal, tetapi oleh sejauh mana ia mampu membangun relasi sosial yang bermakna, menunjukkan keteladanan, dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan konteks budaya lokal.

Penting juga untuk menumbuhkan rasa empati dan solidaritas dalam setiap kebijakan dan tindakan yang diambil. Dalam konteks Lapas dan Rutan, ini berarti memahami latar belakang sosial para warga binaan, mengakomodasi kebutuhan keagamaan dan budaya mereka.

Serta menciptakan program pembinaan yang relevan dengan lingkungan sosial mereka. Dengan demikian, pemimpin tidak hanya menjalankan fungsi administratif, tetapi juga berperan sebagai agen transformasi sosial.

Menjadi pemimpin dari suku minoritas di lingkungan yang berbeda secara budaya adalah tantangan yang memerlukan kecakapan sosial, keberanian untuk beradaptasi, dan komitmen untuk bersikap inklusif. 

Dalam konteks pemimpin di Lapas dan Rutan, keberhasilan bukan hanya diukur dari efektivitas operasional, tetapi juga dari kemampuan untuk menjembatani perbedaan, membangun kepercayaan, dan menciptakan harmoni dalam keberagaman. 

Kepemimpinan semacam ini bukan hanya menjadi contoh profesionalisme, tetapi juga kontribusi nyata terhadap persatuan dalam bingkai kebhinekaan.

***

*) Oleh : Alvin Dianuddin Pratama, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES