
TIMESINDONESIA, SEMARANG – Cerita film kartun yang penuh petualangan dan imajinasi salah satunya adalah One Piece. One Piece sendiri merupakan serial manga dan anime legendaris yang dibuat oleh Eiichiro Oda.
Film ini kali pertama diterbitkan sekira tahun 1997, dan telah menjadi salah satu franchise terpopuler di dunia, dengan anime yang tayang sejak 1999 dan masih berlanjut sampai sekarang.
Advertisement
Jika dilihat, film ini memiliki latar belakang di dunia fantasi yang mendominasikan dirinya di lautan, disaat bajak laut berkuasa, dunia pemerintahan penuh korupsi, dan legenda harta karun terbesar.
Rupa-rupanya, serial kartun ini menjadi viral di Indonesia menjelang hari peringatan ulang tahun kemerdekaan republik Indonesia ke 80, karena banyak dikibarkan pada kendaraan berat seperti truk dan bus.
Pertanyaan besar yang masih menjadi misteri adalah apakah tujuan dari pengibaran bendara Jolly Roger tersebut? Kenapa tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang mana jalanan dipenuhi pengibaran bendara merah putih pada kendaraan berat?
Tulisan ini bukan ingin mencari tahu apa yang melatar belakangi pengibaran bendara Jolly Roger, melainkan ingin melihat dari sisi lain yang bisa membantu membranding negara Indonesia lewat viralnya bendera Jolly Roger.
Bendara Jolly Roger bukan hanya sekadar simbol kelompok, melainkan sudah menjadi representasi identitas, loyalitas, dan nilai. Karena pada dasarnya setiap bendera mempunyai cerita dan makna, menghasilkan ikatan emosional kuat antar anggotanya. Misalnya, bendera Jolly Roger yang sederhana namun syarat akan makna, atau bendera Whitebeard yang menjadi lambang perlindungan.
Fenomena pengibaran bendera Jolly Roger menjadi sangat menarik jika dikatikan dengan konsep nasionalisme pada dunia nyata. Dimana bendera negara memiliki fungsi sebagai brand yang mempersatukan rakyat. Bagaimana manajemen branding ala One Piece mampu merefleksikan strategi untuk membangun nasionalisme?
Bendera Menjadi Identitas
Dalam cerita One Piece, setiap dari kru bajak laut mempunyai bendera sendiri yang unik dan mampu menjadi brand mereka. Jolly Roger misalnya, menggunakan topi yang terbuat dari Jerami dan gambar tengkorak tersenyum. Yang mana gambar tersebut mempunyai arti mewakili kebebasan, tekad dan persahabatan.
Begitu juga dengan bendera negara Indonesia (merah dan putih) yang memang dirancang untuk mencerminkan nilai-nilai inti bangsa Indonesia. Dengan branding yang kuat mampu menciptakan emotional connection, sehingga masyarakat haru dan siap berjuang demi brand itu. Layakanya cerita pada one piece yang rela mati untuk bendera mereka.
Kekuatan branding yang kuat terletak pada cerita dan konsistensi yang diciptakan. Bendera dalam One Piece tidak hadir begitu saja; namun melalui perjuangan dan pencapaian, seperti perubahan bendera setelah peristiwa Enies Lobby.
Begitu juga dengan nasionalisme juga harus membutuhkan narasi bersama sejarah perjuangan, nilai Pancasila yang terus menerus diperkuat lewat pendidikan, budaya popular dan meddai. Tanpa narasi yang kuat dan bagus, bendera hanya akan menjadi kain yang tidak memiliki arti.
Dalam ceria serial kartun One Piece, menghina bendera lain, seperti aksi Arlong merobek bendera Nami, adalah symbol dari pernyataan untuk berperang. Pada dunia yang nyata, aksi penodaan bendera dapat memicu kemarahan nasional, karena menyangkut harga diri bersama.
Manajemen branding nasionalisme harus dapat mengantisipasi ancaman dari luar, seperti hoaks yang bisa merusak persatuan bangsa, dengan strategi komunikasi yang ofensif menyebabkan rasa tidak senang yang mendalan. Pemerintah dan media mempunyai peran yang aktif untuk memperkuat pesan kebangsaan supaya symbol negara, melalui bendera tetap menjadi kebanggaan.
Beberapa bendera pada serial One Piece, seperti bendera dunia ini mewakili otoritas yang opresif keadaan atau perbuatan yang menindas, memberatkan, atau menekan secara tidak adil, sementara itu symbol bendera bajak laut menjadi simbol pemberontakan.
Rasa nasionalisme itu perlu kehati-hatian, jangan asal membrandingnya yang terlalu eksklusif, seperti primordialisme, karena bisa mengakibatkan perseteruan dan bisa memecah belah persatuan. Sebaliknya, nasionalisme yang inklusif, seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika, ini mampu memperkuat identitas bangsa tanpa mengucilkan kelompok minoritas lain.
Bendera pada cerita kartun One Piece mengajarkan kita bahwa branding yang efektif membutuhkan usaha visual identity, narasi kuat, dan emotional engagement. Jiwa nasionalisme merupakan suatu produk branding terbesar pada suatu bangsa. Jika dikelola dengan baik lewat pendidikan, simbol, dan cerita kolektif akan mampu menjadi penggerak persatuan.
Seperti kata Monkey D. Luffy dalam cerita One Piece; “Seorang kapten yang tidak bisa mempertahankan benderanya, tidak pantas jadi raja!". Begitu juga halnya menjadi seorang pemimpin negara juga harus mampu menjadikan bendera sebagai symbol kebanggaan, dan kebangsaan jangana hanya menjadi selembar kain.
Belajar dari cerita kartun One Piece, kita bisa tahu bagaimana branding yang kua dan inklustif bisa membangun rasa kesatuan, kebersamaan dan identitas nasionalisme uang kuat dan kokoh.
Inilah yang akan menjadi tantangan bagi setiap bangsa untuk menghasilkan dan membuat narasi yang bersifat menyatukan, sehingga bendera tidak hanya menjadi selembar kain saja, melainkan menjadi lambang harapan dan perjuangan bersama.
***
*) Oleh : Abdus Salam, Pengajar di FEBI UIN Raden Mas Said Surakarta dan Staf Yayasan ELSA Semarang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |