
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketika Joao Angelo De Sousa Mota mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara pada 11 Agustus 2025, publik disuguhi pesan terbuka yang menyentuh: rasa malu dan tanggung jawab atas capaian yang belum terwujud, di tengah tantangan birokrasi rumit dan keterbatasan anggaran.
Situasi ini mengingatkan bahwa kedaulatan pangan adalah tugas besar yang tak selalu dapat dituntaskan oleh satu lembaga atau satu sosok, sekuat apa pun tekadnya.
Advertisement
Momentum ini sepatutnya dibaca sebagai ajakan bagi seluruh elemen bangsa untuk memperluas lingkar kontribusi, termasuk dunia pendidikan yang memiliki jangkauan langsung ke generasi muda dan komunitas akar rumput.
Sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi memiliki kekuatan untuk menanamkan kesadaran dan keterampilan pangan, bukan sekadar lewat teori, tetapi melalui pengalaman nyata yang membentuk perilaku.
Di tingkat pendidikan dasar, kebun sekolah atau madrasah dapat menjadi ruang belajar yang menggabungkan sains, keterampilan hidup, dan rasa kepedulian terhadap lingkungan.
Anak-anak tidak hanya melihat biji sebagai benda kecil, tetapi sebagai awal dari rantai kehidupan yang memberi makan banyak orang. Kegiatan sederhana seperti menanam dan merawat sayuran membangun pemahaman bahwa pangan yang baik lahir dari proses yang sabar dan penuh perhatian.
Jenjang menengah dapat mengembangkan program ekstrakurikuler yang memadukan inovasi dan praktik, mulai dari pertanian vertikal, hidroponik, hingga kerja sama dengan petani lokal.
Peserta didik dapat merasakan keterhubungan langsung antara kerja mereka di sekolah dengan manfaat nyata bagi komunitas. Dari sini, tumbuh rasa percaya bahwa setiap orang bisa menjadi bagian dari solusi, meski tantangan di tingkat makro masih ada.
Perguruan tinggi memiliki ruang untuk mengambil langkah yang lebih strategis, melalui riset dan inovasi yang menjawab masalah nyata di lapangan. Teknologi irigasi hemat air, varietas tanaman tahan iklim ekstrem, atau metode pengolahan hasil tani yang efisien dapat dihasilkan dari kolaborasi lintas jurusan.
Mahasiswa yang membawa solusi ini ke desa-desa memperlihatkan bahwa kemajuan ilmu bisa hadir secara langsung di tengah masyarakat, tanpa menunggu perubahan dari atas.
Kolaborasi dengan dinas pertanian, koperasi, BUMN pangan, dan organisasi masyarakat akan memperluas dampak dari gerakan ini. Hasil kebun sekolah dapat mendukung kantin sehat, koperasi siswa, atau program pangan murah untuk warga sekitar.
Riset kampus bisa dimanfaatkan untuk memperkuat usaha tani lokal. Semua ini membentuk jejaring kontribusi yang bergerak bersama, mengisi celah dan memperkuat upaya yang sudah ada.
Pengunduran diri seorang pimpinan penting di BUMN pangan memang menimbulkan pertanyaan dan keprihatinan, namun dunia pendidikan dapat memilih untuk merespons dengan langkah positif dan terukur.
Dengan menanamkan kesadaran, membekali keterampilan, dan mendorong kolaborasi, sekolah dan kampus bukan hanya mencetak lulusan, tetapi juga menumbuhkan generasi yang mampu menjaga dan mengembangkan kedaulatan pangan bangsa.
***
*) Oleh : Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |