Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Mikul Duwur Mendhem Jero: Ala Presiden Prabowo Dalam 80 Tahun Indonesia

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 22:02 | 18.07k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Di usia 80 tahun kemerdekaannya, Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang tidak hanya kuat secara kebijakan, tetapi juga beretika dalam menjalankan amanat rakyat. Presiden Prabowo Subianto, dalam pidato kenegaraan HUT RI ke-80. Secara implisit menunjukkan prinsip kepemimpinan Jawa yang dalam: Mikul Duwur Mendhem Jero - sebuah filosofi yang mengajarkan untuk menghormati pendahulu sekaligus menyelesaikan masalah tanpa mengumbar aib. Prinsip inilah yang menjadi fondasi kebijakannya dalam menyelamatkan aset bangsa.

Dalam tradisi Jawa, Mikul Duwur berarti mengangkat martabat para pendahulu, sementara Mendhem Jero mengajarkan untuk menyimpan dalam-dalam hal-hal yang bisa merusak keharmonisan. Prabowo menerjemahkan filosofi ini dengan bijak dalam kepemimpinannya. Ia secara khusus menyebut dan menghargai kontribusi ketujuh presiden sebelumnya, mulai dari Soekarno yang mempertahankan kedaulatan NKRI, hingga Jokowi yang memulai program hilirisasi SDA. Ini bukan sekadar penghormatan protokoler, melainkan pengakuan bahwa pembangunan bangsa adalah mata rantai yang tidak terputus.

Advertisement

Komitmen melanjutkan program strategis pendahulu menjadi bukti nyata penerapan Mikul Duwur. Prabowo tidak serta merta membatalkan proyek-proyek sebelumnya demi pencitraan politik. Sebaliknya, ia menyempurnakan program hilirisasi dengan membentuk Danantara, lembaga investasi senilai USD 1 triliun. Pembangunan infrastruktur strategis seperti IKN dan tol laut tetap menjadi prioritas. Bahkan dalam reformasi agraria, ia melanjutkan penertiban lahan dengan target lebih ambisius.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Sisi Mendhem Jero terlihat jelas dalam penanganan masalah sensitif seperti korupsi dan kebocoran anggaran. Alih-alih menyalahkan pemerintahan sebelumnya atau mengumbar konflik internal, Prabowo memilih fokus pada solusi. Ia mengalihkan Rp300 triliun APBN dari pos-pos rawan korupsi ke program produktif tanpa perlu menyebut nama-nama pelaku. Ketika menghadapi kasus kebocoran kekayaan negara (net outflow of national wealth), ia menekankan pentingnya mencari solusi daripada menyalahkan pihak tertentu.

Namun, filosofi kepemimpinan ini bukan tanpa tantangan. Di satu sisi, pendekatan yang tidak konfrontatif ini menjaga stabilitas politik dan keharmonisan. Tapi di sisi lain, publik kerap mempertanyakan ketegasan dalam pemberantasan korupsi. Program-program seperti Makan Bergizi Gratis dan Sekolah Rakyat yang menjadi prioritas memang patut diapresiasi, tetapi jangkauannya masih perlu diperluas agar benar-benar merata ke seluruh pelosok negeri.

Di bulan kemerdekaan ini, kepemimpinan ala Mikul Duwur Mendhem Jero memberikan harapan baru. Gaya kepemimpinan yang mengedepankan harmoni, menghormati warisan pendahulu, sekaligus tegas dalam tindakan tanpa perlu pencitraan berlebihan, menjadi penanda kedewasaan berpolitik kita sebagai bangsa. Namun, etika kepemimpinan saja tidak cukup. Rakyat menanti bukti lebih nyata: penindakan korupsi yang tanpa tebang pilih, pemerataan pembangunan yang melampaui Jawa, serta transparansi dalam setiap kebijakan ekonomi.

Sebagai bangsa yang berusia 80 tahun, sudah saatnya kita melampaui politik saling menyalahkan dan beralih ke politik solusi. Prinsip Mikul Duwur Mendhem Jero yang dijalankan Prabowo bisa menjadi fondasi menuju Indonesia yang benar-benar berdaulat. Kedaulatan tidak hanya diukur dari kekuatan militer atau pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari kedewasaan elite politik dalam memimpin dengan etika dan kebijaksanaan.

Pada akhirnya, penyelamatan aset bangsa membutuhkan lebih dari sekadar kebijakan teknis. Dibutuhkan kepemimpinan yang memahami bahwa membangun bangsa adalah melanjutkan estafet, bukan memutus mata rantai sejarah. Di usia 80 tahun kemerdekaan ini, filosofi Mikul Duwur Mendhem Jero mungkin bisa menjadi penuntun menuju Indonesia yang benar-benar bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Seperti pesan dalam pidato kenegaraan: kemerdekaan yang sesungguhnya adalah ketika wong cilik bisa tersenyum karena tidak lagi takut lapar, tidak takut sakit, dan tidak takut anaknya tidak bisa sekolah. Inilah kemerdekaan sejati yang harus kita wujudkan bersama.***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES