Kopi TIMES

Pilar Rakyat Sejahtera untuk Indonesia Maju

Minggu, 17 Agustus 2025 - 19:31 | 5.74k
Sulis Styorini, S.Pd., M.Si., Pemerhati masalah sosial, perempuan dan anak, Ketua KPU Kab. Pacitan Periode 2019-2024 dan Pengurus Forhati Wilayah Jawa Timur.
Sulis Styorini, S.Pd., M.Si., Pemerhati masalah sosial, perempuan dan anak, Ketua KPU Kab. Pacitan Periode 2019-2024 dan Pengurus Forhati Wilayah Jawa Timur.

TIMESINDONESIA, PACITAN – Pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke-80, tema “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju” bukan sekadar slogan, melainkan panggilan untuk merefleksikan peran setiap elemen masyarakat dalam membangun bangsa. 

Di tengah perayaan ini, mari kita soroti peran perempuan sebagai tulang punggung perjuangan dan kemajuan Indonesia. 

Advertisement

Perempuan Indonesia dengan segala cerita dan atribut yang melekat padanya telah seiring sejalan dengan bangsa kita jauh dimulai sebelum masa kemerdekaan sampai dengan usia ke-80 tahun ini.

Sejarah perjuangan perempuan Indonesia dalam upaya kemerdekaan tidak bisa dipisahkan dari semangat nasionalisme yang membara. Sejak era kolonial, perempuan seperti R.A. Kartini telah membuka jalan dengan memperjuangkan hak emansipasi dan pendidikan, yang kemudian menjadi fondasi bagi gerakan perempuan selanjutnya. 

Cut Nyak Dien di Aceh, misalnya, memimpin perlawanan bersenjata melawan Belanda, menunjukkan bahwa perempuan bukan hanya supporting system, tapi parting system perjuangan. 

Pada masa Revolusi Nasional, perempuan berperan vital dalam menggalang dana, logistik, dan bahkan turun ke medan perang. Tokoh seperti Maria Walanda Maramis dan Rasuna Said memperjuangkan hak-hak perempuan melalui organisasi seperti Poetri Mardika, yang fokus pada pendidikan dan ekonomi mandiri. 

Kongres Perempuan Indonesia pertama pada 1928 menjadi tonggak, di mana perempuan dari berbagai daerah bersatu menyuarakan kesetaraan dan kemerdekaan. Perjuangan ini bukan sekadar partisipasi, melainkan kontribusi esensial yang mempercepat lahirnya Indonesia merdeka pada 1945.

Pasca-kemerdekaan, perjuangan perempuan tidak berhenti; justru semakin intensif dalam mengisi kemerdekaan. Pada era Orde Lama (1945-1966), organisasi seperti PERWARI (Persatuan Wanita Republik Indonesia) muncul untuk memperjuangkan hak politik, pendidikan, dan kesempatan kerja bagi perempuan. 

Mereka terlibat dalam pembangunan nasional, termasuk dalam diplomasi dan pengambilan kebijakan. Meskipun di era Orde Baru (1966-1998), kita merasakan seperti ada pembatasan gerakan perempuan yang menekankan peran domestik melalui organisasi seperti Dharma Wanita, perempuan pantang menyerah. Melalui Hari Ibu yang menjadi simbol perlawanan terselubung terhadap penindasan misalnya. 

Reformasi 1998 menjadi titik balik, di mana perempuan memainkan peran signifikan dalam demonstrasi dan advokasi hak asasi manusia. Naiknya presiden pertama perempuan Indonesia, membuka era baru kesetaraan politik.  

Pasca-reformasi, isu kekerasan domestik, hak reproduksi, dan partisipasi ekonomi, membuat gerakan perempuan semakin beragam. Organisasi seperti Komnas Perempuan, koalisi Perempuan Indonesia dan Jurnal Perempuan menjadi wadah untuk memperkuat suara feminis. 

Saat ini, perempuan-perempuan hebat dari berbagai latar belakang organisasi, profesi dan bidang keilmuan menduduki jabatan-jabatan penting menunjukkan kontribusi kontemporer yang luar biasa. Dari empat fase gerakan perempuan-kolonial, pasca-kemerdekaan, Orde Baru, dan reformasi; kita melihat evolusi dari perlawanan fisik ke advokasi struktural. 

Dewasa ini, idealnya perempuan mengisi kemerdekaan dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas mereka melalui pendekatan holistik. Pertama, pendidikan menjadi kunci utama. Seperti yang diperjuangkan sejak era Kartini, akses pendidikan yang setara memungkinkan perempuan mengembangkan keterampilan intelektual dan profesional.  

Saat ini, program afirmasi seperti kuota 30% perempuan di parlemen harus dimanfaatkan untuk meningkatkan partisipasi politik. 

Kedua, pemberdayaan ekonomi melalui usaha kecil-menengah, seperti yang dilakukan Poetri Mardika dengan pelatihan menjahit dan membatik, harus diperluas dengan teknologi digital. Perempuan bisa memanfaatkan platform e-commerce untuk mandiri secara finansial.

Ketiga, penguatan kapabilitas sosial melalui jaringan dan advokasi, seperti melawan kekerasan melalui gerakan afirmasi yang progresif. Dengan meningkatkan kapasitas ini, perempuan bukan hanya mengisi kemerdekaan, tapi juga menjadi agen perubahan yang mendorong inklusivitas masyarakat.

Ketika perempuan bersatu dan berdaulat, Indonesia akan semakin kuat. Persatuan perempuan, seperti dalam Kongres Perempuan 1928, telah membuktikan kekuatan kolektif dalam menghadapi tantangan nasional.  

Kedaulatan perempuan berarti kontrol atas hak-hak mereka, dari ekonomi hingga politik, yang memperkuat fondasi demokrasi Indonesia. Tanpa penguatan dan persatuan ini, bangsa rentan terhadap disintegrasi. 

Selanjutnya, ketika perempuan sejahtera, rakyat juga akan sejahtera. Perempuan sering menjadi pengelola rumah tangga; kesejahteraan mereka berdampak langsung pada keluarga dan komunitas. 

Misalnya, program pemberdayaan perempuan di desa-desa telah meningkatkan kesehatan dan pendidikan anak-anak, menciptakan siklus sejahtera bagi rakyat luas.  

Akhirnya, ketika perempuan maju, Indonesia juga maju. Kemajuan perempuan di bidang STEM, bisnis, dan kepemimpinan membawa inovasi dan pertumbuhan ekonomi. 

Lihat saja kontribusi perempuan dalam reformasi, yang telah mendorong demokratisasi dan hak asasi manusia.  Perempuan maju berarti setengah populasi bangsa berkontribusi optimal, mempercepat visi Indonesia Emas 2045.

Dalam kesimpulan, perempuan Indonesia telah menorehkan sejarah gemilang dari perjuangan kemerdekaan hingga era digital. Dengan bersatu berdaulat, mereka memastikan rakyat sejahtera dan Indonesia maju. 

Saatnya pemerintah, masyarakat, dan perempuan sendiri berkolaborasi untuk meningkatkan kapasitas, menghapus diskriminasi, dan mewujudkan kesetaraan sejati. Hanya dengan demikian, tema HUT RI ke-80 benar-benar terwujud. Mari kita jadikan perempuan sebagai motor penggerak bangsa yang tak tergantikan.

***

*) Oleh : Sulis Styorini, S.Pd., M.Si., Pemerhati masalah sosial, perempuan dan anak, Ketua KPU Kab. Pacitan Periode 2019-2024 dan Pengurus Forhati Wilayah Jawa Timur. 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES