Kopi TIMES

Resep Ketenangan di Tengah Kekuasaan yang Menggila

Minggu, 24 Agustus 2025 - 13:01 | 17.88k
Ahmad Fajarisma Budi Adam, Guru Matematika SMP N 1 Banjar Seririt Bali.
Ahmad Fajarisma Budi Adam, Guru Matematika SMP N 1 Banjar Seririt Bali.

TIMESINDONESIA, BALI – Dunia tak pernah kekurangan penguasa tiran. Dari kaisar Romawi yang kejam, diktator modern yang arogan, hingga atasan di kantor yang semena-mena, sejarah manusia dipenuhi kisah tentang kekuasaan yang disalahgunakan. Mereka adalah sosok-sosok yang menganggap diri di atas hukum dan empati. 

Di sisi lain, ada sebuah filosofi kuno yang menawarkan jalan berbeda, bukan untuk mengalahkan tiran dengan pedang, melainkan untuk menjaga ketenangan jiwa saat berada di bawah bayang-bayang kekuasaan mereka. Filosofi itu adalah Stoikisme.

Advertisement

Stoikisme sering disalahpahami sebagai ajaran yang pasif dan mengajarkan untuk bersikap apatis. Anggapan ini salah besar. Sejatinya, Stoikisme adalah filosofi praktis tentang ketahanan mental, kontrol diri, dan pemahaman realistis tentang apa yang bisa kita kendalikan dan apa yang tidak. 

Inti ajarannya berpusat pada tiga pilar utama: mengendalikan pikiran, menerima realitas yang tidak bisa diubah, dan bertindak sesuai kebajikan. Ini adalah resep yang sempurna untuk bertahan hidup, bahkan berkembang, di bawah tirani.

Senjata Rahasia Melawan Tiran

Seorang tiran mengandalkan rasa takut sebagai alat utama kekuasaannya. Mereka memanipulasi emosi publik, menyebarkan kegelisahan, dan menciptakan ketidakpastian. 

Di sinilah Stoikisme menawarkan pertahanan pertama dan terpenting. Filosofi ini mengajarkan bahwa yang benar-benar bisa kita kendalikan hanyalah penilaian dan reaksi kita terhadap suatu peristiwa, bukan peristiwa itu sendiri.

Seorang individu Stoik tidak akan terjebak dalam kecemasan atau kemarahan yang diciptakan oleh tiran. Mereka memahami bahwa ancaman yang datang dari luar, seperti hukuman atau cemoohan, hanyalah peristiwa eksternal. Yang menentukan penderitaan kita bukanlah peristiwa itu, melainkan bagaimana kita menilainya. 

Marcus Aurelius, seorang Kaisar Romawi dan salah satu tokoh Stoik paling terkenal, menulis dalam "Meditations"-nya: “Apa yang menghalangi tindakan kita tidak menghalangi niat kita. Rintangan di jalan menjadi jalan itu sendiri.” 

Ini adalah pengingat bahwa bahkan dalam situasi yang paling menekan, kita memiliki kekuatan untuk memilih bagaimana kita bereaksi. Kekuatan inilah yang tidak bisa diambil oleh tiran mana pun.

Keberanian Menghadapi Fakta

Pilar kedua Stoikisme adalah penerimaan. Ini bukan berarti menyerah pada nasib, melainkan keberanian untuk melihat realitas sebagaimana adanya, tanpa ilusi atau harapan kosong. 

Tiran sering kali membangun narasi palsu untuk membenarkan tindakan mereka, tetapi seorang Stoik terlatih untuk melihat melampaui kebohongan tersebut. Mereka menerima bahwa dunia tidak selalu adil dan bahwa orang-orang berkuasa bisa bertindak jahat tanpa alasan.

Penerimaan ini membebaskan individu dari kekecewaan yang mendalam. Alih-alih berharap penguasa akan berubah menjadi baik hati, mereka fokus pada apa yang ada di depan mata. Penerimaan ini memungkinkan mereka untuk menyalurkan energi yang sebelumnya terbuang untuk kekesalan atau keputusasaan menjadi tindakan yang lebih produktif dan masuk akal. 

Ini bisa berarti mencari cara untuk membantu sesama, membangun komunitas yang kuat, atau sekadar menjaga martabat pribadi di hadapan ketidakadilan. Sikap ini adalah bentuk perlawanan diam-diam yang sangat kuat, suatu penolakan untuk membiarkan tiran memecah belah jiwa.

Kompas Moral di Tengah Badai

Meskipun fokus pada batin, Stoikisme bukanlah filosofi yang egois. Sebaliknya, pilar ketiganya adalah tentang bertindak sesuai kebajikan, yang mencakup keadilan, keberanian, kebijaksanaan, dan pengendalian diri. 

Di bawah kekuasaan tiran, di mana moralitas sering kali kabur, kebajikan ini menjadi kompas moral yang tak tergoyahkan. Seorang Stoik akan selalu bertanya: "Apa yang benar untuk dilakukan, bahkan jika itu sulit?" Mereka mungkin tidak memiliki kekuatan untuk menggulingkan rezim, tetapi mereka bisa memilih untuk tidak berpartisipasi dalam kebohongan atau penindasan. 

Mereka bisa menunjukkan keberanian dengan berbicara kebenaran (saat aman), menunjukkan keadilan dengan membantu orang lain yang ditindas, dan menunjukkan kebijaksanaan dengan memilih pertempuran yang layak diperjuangkan.

Contoh paling nyata dari pilar ini adalah Epictetus, seorang filsuf Stoik yang lahir sebagai budak. Meskipun berada di bawah kekuasaan yang mutlak, ia memilih untuk tetap memegang kendali atas pikirannya dan mengajarkan prinsip-prinsip kebebasan batin. 

Ia membuktikan bahwa kebebasan sejati tidak bergantung pada status sosial atau kekuatan fisik, melainkan pada integritas moral dan kekuatan mental. Epictetus tidak memiliki kekuasaan, tetapi ia memiliki kebebasan batin yang jauh lebih berharga.

Pertemuan antara Stoikisme dan tirani adalah kisah tentang pertarungan antara kekuatan eksternal dan kebebasan batin. Seorang tiran bisa merampas harta, memenjarakan tubuh, atau bahkan mengambil nyawa. Namun, mereka tidak pernah bisa mengendalikan pikiran, menodai karakter, atau mencuri ketenangan jiwa yang dibangun di atas fondasi kebajikan. 

Di dunia yang dipenuhi kekuasaan yang semena-mena, Stoikisme bukan hanya alat untuk bertahan hidup. Ini adalah jalan menuju martabat yang utuh, sebuah pengingat bahwa di dalam diri kita masing-masing, ada benteng yang tidak bisa ditembus oleh ancaman apa pun dari luar.

***

*) Oleh : Ahmad Fajarisma Budi Adam, Guru Matematika SMP N 1 Banjar Seririt Bali.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES