Kopi TIMES

Di Ruang Digital Kita Membaca

Kamis, 11 September 2025 - 19:02 | 3.94k
Burhanuddin, Kader PMII Cabang Kota Malang.
Burhanuddin, Kader PMII Cabang Kota Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Di era digital saat ini, membaca tidak lagi sebatas membuka lembaran buku di perpustakaan atau majalah mingguan di kios koran. Literasi baca telah berpindah ke ruang digital, merambah ke berbagai platform media, mulai dari portal berita, media sosial, hingga aplikasi baca daring. 

Transformasi ini memberi peluang besar bagi masyarakat untuk lebih mudah mengakses informasi, sekaligus menghadirkan tantangan serius terkait kualitas bacaan dan daya kritis publik.

Advertisement

Fenomena ini tidak bisa dihindari. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa penetrasi internet di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Hampir semua lapisan masyarakat kini memiliki akses ke gawai yang membuka jalan menuju dunia digital. Pertanyaannya, apakah meningkatnya akses internet secara otomatis membuat literasi masyarakat ikut meningkat?

Sayangnya, jawabannya belum tentu. Literasi baca di ruang digital bukan sekadar kemampuan membuka dan membaca teks di layar, melainkan juga kemampuan memahami, menganalisis, dan memilah informasi. Masalah utama yang kita hadapi adalah banjir informasi (information overload). 

Di media sosial, misalnya, jutaan konten berseliweran setiap hari, dari yang benar-benar informatif hingga yang sekadar gosip dan hoaks. Jika masyarakat tidak memiliki daya kritis, ruang digital bisa menjadi jebakan yang justru menurunkan kualitas literasi.

Platform media daring memainkan peran sentral dalam fenomena ini. Di satu sisi, media digital menyediakan akses cepat terhadap berita, opini, dan kajian. Di sisi lain, persaingan bisnis dan algoritma membuat konten sering kali didorong bukan berdasarkan kualitas, melainkan sensasi. Judul-judul clickbait, berita setengah matang, atau bahkan informasi menyesatkan lebih cepat tersebar ketimbang tulisan mendalam yang memerlukan waktu untuk dipahami.

Kita tentu tidak bisa menutup mata terhadap perubahan pola baca masyarakat. Generasi muda, misalnya, lebih terbiasa membaca konten singkat di Twitter/X, Instagram, atau TikTok ketimbang menekuni artikel panjang di portal berita. 

Fenomena ini menimbulkan paradoks: akses terhadap bacaan semakin luas, tetapi kedalaman literasi semakin dangkal. Membaca sering kali hanya untuk tahu sekilas, bukan untuk memahami secara utuh.

Namun, daripada terus mengeluh, kita perlu mencari cara bagaimana literasi baca di ruang digital bisa diarahkan menjadi kekuatan. Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh.

Pertama, media digital harus mengembalikan peran edukatifnya. Tugas media bukan hanya menyajikan informasi secepat mungkin, tetapi juga memastikan kebenaran dan memberikan konteks. 

Artikel panjang yang analitis memang tidak selalu menarik banyak klik, tetapi media perlu berani menyeimbangkan konten ringan dengan tulisan berkualitas. Inovasi dalam gaya penyajian misalnya melalui infografis, video pendek, atau podcast bisa menjadi cara menjembatani kedalaman informasi dengan selera baca generasi digital.

Kedua, pendidikan literasi digital perlu ditanamkan sejak dini. Sekolah dan perguruan tinggi harus memperluas makna literasi, tidak sebatas membaca buku cetak, tetapi juga membaca media digital dengan kritis. 

Siswa perlu diajarkan cara membedakan berita asli dan hoaks, cara memverifikasi sumber, serta bagaimana menilai kredibilitas media. Tanpa pendidikan ini, masyarakat akan terus menjadi korban informasi palsu yang beredar di ruang digital.

Ketiga, peran komunitas literasi dan gerakan masyarakat sipil sangat penting. Di berbagai daerah, muncul komunitas baca digital yang memanfaatkan media sosial untuk mengkampanyekan literasi. 

Misalnya, akun-akun yang merekomendasikan bacaan, merangkum buku, atau mendiskusikan artikel jurnalistik. Gerakan ini perlu terus diperluas agar membaca di ruang digital tidak hanya soal hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari kebiasaan intelektual.

Keempat, setiap individu perlu melatih kesadaran membaca kritis. Literasi tidak bisa hanya mengandalkan lembaga atau media, tetapi juga kesadaran personal. 

Kita harus berani bertanya: apakah informasi ini benar? Apakah sumbernya kredibel? Apakah ada perspektif lain yang perlu diperhatikan? Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti ini bisa menjadi benteng pertama agar ruang digital tidak dipenuhi dengan konsumsi informasi yang asal-asalan.

Dalam konteks ini, literasi baca di ruang digital sebenarnya bisa menjadi kekuatan besar untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas. Dengan akses cepat dan luas, publik bisa belajar banyak hal tanpa terhalang jarak dan waktu. Hanya saja, akses yang luas harus diimbangi dengan kemampuan memilih bacaan yang berkualitas.

Kita perlu ingat, kualitas demokrasi, kebijakan publik, bahkan arah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas literasi masyarakatnya. Jika publik hanya membaca judul tanpa isi, jika masyarakat hanya sibuk dengan gosip viral ketimbang laporan investigasi, maka ruang demokrasi akan terus diisi dengan kebisingan, bukan kebijaksanaan.

Literasi baca di ruang digital melalui platform media adalah medan pertempuran baru. Di sana, informasi palsu dan informasi berkualitas saling berebut perhatian. Tugas kita bersama adalah memastikan masyarakat tidak menjadi korban, melainkan menjadi subjek aktif yang bisa mengendalikan arah bacaan mereka.

Literasi digital bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan. Membaca di ruang digital harus melahirkan pemahaman, bukan sekadar konsumsi sesaat. Dan media, pendidikan, komunitas, serta individu harus bersinergi untuk menjadikan literasi baca di ruang digital sebagai fondasi masyarakat yang cerdas, kritis, dan berdaya.

***

*) Oleh : Burhanuddin, Kader PMII Cabang Kota Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES