Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Harapan Publik di Balik Reshuffle Kabinet

Senin, 15 September 2025 - 15:32 | 8.28k
Dr. Imam Safi’i, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Dr. Imam Safi’i, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Selama bertahun-tahun, reshuffle kabinet selalu menjadi peristiwa politik yang menarik perhatian publik. Setiap kali presiden mengumumkan perombakan menteri, masyarakat penuh dengan harapan, tidak peduli apakah itu adalah upaya nyata untuk meningkatkan kinerja pemerintahan atau sekadar taktik politik untuk mempertahankan keseimbangan kekuasaan.

Dalam wacana demokrasi, reshuffle sejatinya adalah alat yang digunakan presiden untuk memastikan operasi pemerintahan berjalan dengan lancar. Namun, reshuffle biasanya dipandang dengan cara yang ambigu: di satu sisi dianggap sebagai koreksi kinerja, di sisi lain dianggap memerlukan manuver politik.

Advertisement

Publik sering percaya bahwa reshuffle tidak menyelesaikan masalah utama, yang menyebabkan keluhan publik. Apakah pergantian menteri benar-benar akan membawa perbaikan atau hanya akan mempertahankan keadaan dengan cara baru? Publik membutuhkan kejelasan bahwa perombakan bukanlah sekadar perebutan kekuasaan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Jejak Reshuffle Kabinet di Indonesia

Reshuffle kabinet telah terjadi sejak zaman Orde Lama hingga Reformasi. Karena dinamika politik yang tidak stabil, Presiden Soekarno sering melakukan perombakan. Karena koalisi pemerintah yang sangat kuat di era Orde Baru, Soeharto hampir tidak pernah melakukan reshuffle. Reshuffle setelah Reformasi menjadi lebih dinamis.

Presiden Abdurrahman Wahid beberapa kali melakukan perombakan untuk mendukung partai koalisi. Reshuffle dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjaga stabilitas politik dan meningkatkan citra kinerja. Namun, reshuffle telah dicatat oleh Presiden Joko Widodo cukup sering, terutama saat kinerja menteri menjadi perhatian publik atau tuntutan partai koalisi. Seperti yang ditunjukkan oleh sejarah, reshuffle selalu memiliki dua sisi: evaluasi kinerja dan tekanan politik.

Harapan Publik

Tidak diragukan lagi, masyarakat ingin reshuffle menjadi momentum untuk menempatkan menteri yang lebih profesional, mahir, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Mereka juga berharap wajah baru kabinet akan membawa semangat baru: birokrasi yang lebih gesit, kebijakan yang lebih tepat sasaran, dan kepedulian yang lebih besar terhadap masyarakat kecil.

Reshuffle harus dilihat sebagai cara untuk meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan dalam konteks ini. Mereka yang memiliki visi, kemampuan, dan integritas harus menggantikan menteri yang gagal mengelola program. Reshuffle seharusnya merupakan tanggapan atas ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang buruk.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kalkulasi Politik Nasional

Meskipun demikian, kenyataan politik sering kali berbeda. Tidak jarang, reshuffle digunakan untuk menjaga stabilitas koalisi. Kursi menteri dianggap sebagai jatah partai politik daripada amanah rakyat. Karena itu, dalam situasi di mana ada gejolak politik atau partai koalisi mengancam untuk keluar dari barisan, reshuffle kerap digunakan sebagai cara untuk mencapai kesepakatan: kursi menteri diberikan sebagai bentuk akomodasi.

Ini adalah fenomena yang membuat masyarakat skeptis. Reshuffle justru dianggap sebagai kalkulasi politik yang sarat dengan keuntungan jangka pendek daripada meningkatkan kinerja. Tidak hanya menteri yang diganti karena kegagalan mereka dalam menjalankan tugas, tetapi juga karena perubahan politik yang terjadi di luar pandangan publik.

Reshuffle kali ini harus dilihat dari dua sudut pandang. Sejauh mana reshuffle memenuhi harapan publik, seperti menunjukkan menteri yang lebih kompeten, meningkatkan kinerja, dan mempercepat program strategis pemerintah. Kedua, sejauh mana reshuffle hanya berfokus pada kalkulasi politik, mengubah peta koalisi, atau memenuhi kepentingan elit.

Dalam hal ini, analisis kritis publik sangat diperlukan untuk menentukan apakah perubahan ini benar-benar signifikan atau hanya perubahan kosmetik. Jika reshuffle hanya menghasilkan nama-nama baru tanpa perubahan dalam kinerja, ketidakpuasan publik akan menjadi lebih besar.

Namun, reshuffle dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas pemerintahan jika menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat. Presiden dapat menggunakan eshuffle sebagai alat legal untuk memperkuat kabinet. Namun, agar reshuffle tidak kehilangan legitimasi moral, fokus utamanya harus jelas: meningkatkan kinerja, bukan hanya memperoleh koalisi politik. Kita semua berhak mengharapkan bahwa reshuffle akan menghasilkan menteri yang benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan sekadar bermain dalam permainan politik kekuasaan. 

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Dr. Imam Safi’i, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES