Kopi TIMES

Likuidasi Entitas Akuntansi Kabinet Merah Putih

Senin, 15 September 2025 - 22:57 | 7.85k
Abi Khoiri, Kepala Seksi Verifikasi, Akuntansi dan Kepatuhan Internal KPPN Kuala Tungkal.
Abi Khoiri, Kepala Seksi Verifikasi, Akuntansi dan Kepatuhan Internal KPPN Kuala Tungkal.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perubahan struktur pemerintahan pasca pengembangan Kabinet Merah Putih bukan sekadar soal pergeseran kursi menteri. Di balik euforia politik, perubahan itu membawa konsekuensi serius pada tata kelola organisasi kementerian dan lembaga. 

Penataan ulang fungsi, pergeseran kewenangan, hingga penggabungan unit organisasi menimbulkan dampak langsung pada keberadaan entitas akuntansi di lingkungan pemerintah.

Advertisement

Entitas akuntansi, sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), adalah unit yang diwajibkan mencatat, mengelola, dan melaporkan keuangan negara. 

Mereka bisa berupa kementerian, lembaga, maupun unit kerja yang memiliki otoritas anggaran. Namun, ketika restrukturisasi kabinet terjadi, banyak entitas ini kehilangan relevansinya. Akibatnya, proses likuidasi entitas akuntansi menjadi tak terelakkan.

Likuidasi bukan sekadar membubarkan lembaga. Ia berarti menyelesaikan seluruh aset, kewajiban, piutang, utang, hingga komitmen anggaran, sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2017. 

Proses ini meliputi penutupan buku, penyusunan laporan keuangan akhir, transfer aset, penutupan rekening kas, hingga audit internal dan eksternal. 

Singkatnya, likuidasi adalah langkah krusial untuk menjaga akuntabilitas dan memastikan transisi kelembagaan tidak merusak keteraturan laporan keuangan pemerintah.

Namun, di lapangan, proses ini tidak semudah teks regulasi. Likuidasi menghadapi berbagai tantangan. Pertama, ketidaksiapan data. Banyak entitas belum mencatat aset secara menyeluruh sehingga inventarisasi kerap timpang. 

Kedua, keterbatasan SDM akuntansi. Proses penutupan buku dan audit memerlukan tenaga yang memadai, sementara jumlahnya terbatas. 

Ketiga, kompleksitas transfer aset. Sering kali aset yang dipindahkan antar entitas menimbulkan perbedaan pencatatan dan berisiko menimbulkan sengketa administratif. 

Keempat, waktu yang sangat terbatas. Likuidasi harus segera diselesaikan mengikuti ritme politik, padahal tata kelola keuangan tidak bisa berjalan dengan logika kejar tayang.

Jika tantangan ini tidak ditangani serius, konsekuensinya fatal. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) bisa terganggu dan opini audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpotensi menurun. 

Publik tentu berhak bertanya: bagaimana mungkin pemerintah berbicara soal transparansi jika penataan struktur malah melahirkan kerumitan akuntansi dan risiko inefisiensi?

Likuidasi entitas akuntansi tidak boleh dipandang sebagai sekadar teknis administratif. Ia adalah ujian nyata bagi etika tata kelola pemerintahan. 

Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara justru diuji di momen transisi ini. Jika dilakukan secara profesional, likuidasi dapat menjadi bukti bahwa pemerintah berkomitmen mempertahankan kualitas tata kelola meski terjadi perubahan struktural. 

Sebaliknya, jika dijalankan asal-asalan, publik akan menilai bahwa restrukturisasi kabinet hanya menjadi ruang kompromi politik yang mengorbankan integritas keuangan negara.

Dalam konteks ini, Kabinet Merah Putih tidak boleh hanya diingat sebagai hasil negosiasi politik, tetapi juga sebagai momentum pembuktian: apakah pemerintah mampu menjaga prinsip good governance di tengah perubahan. Likuidasi yang transparan dan akuntabel bukan hanya soal memenuhi amanat regulasi, melainkan juga cara mempertahankan kepercayaan publik.

Lebih jauh, likuidasi entitas akuntansi harus dipahami sebagai refleksi komitmen pemerintah terhadap prinsip keadilan fiskal. Setiap rupiah yang tercatat adalah uang rakyat, dan setiap laporan keuangan adalah cermin integritas negara. 

Tanpa mekanisme likuidasi yang tertib, kita berisiko menghadapi kekacauan data, hilangnya aset negara, hingga turunnya kredibilitas pemerintah di mata publik maupun dunia internasional.

Dengan demikian, proses likuidasi entitas akuntansi akibat pengembangan kabinet bukan hanya soal “menghapus” lembaga yang tidak relevan. Ia adalah proses peneguhan komitmen etika, transparansi, dan akuntabilitas dalam mengelola keuangan negara. 

Dan di titik ini, publik akan menilai: apakah pemerintah benar-benar bekerja untuk tata kelola yang bersih, atau sekadar menata ulang kursi kekuasaan.

***

*) Oleh : Abi Khoiri, Kepala Seksi Verifikasi, Akuntansi dan Kepatuhan Internal KPPN Kuala Tungkal.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES