
TIMESINDONESIA, MALANG – Penggunaan tanaman obat di Indonesia telah lama menjadi bagian penting dalam sistem kesehatan tradisional. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 59,12% masyarakat Indonesia pernah mengonsumsi jamu tradisional, dengan tingkat kepuasan hingga 95,60%. Jenis tanaman obat yang paling banyak digunakan antara lain jahe, kencur, temulawak, meniran, dan mengkudu.
Artikel ini membahas bentuk sediaan jamu, teknik perebusan yang tepat untuk menjaga senyawa bioaktif, serta regulasi resmi yang mengatur penggunaan obat tradisional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/187/2017 tentang Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia (FROTI).
Advertisement
Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu perebusan yang optimal adalah 60 °C untuk menjaga aktivitas antioksidan. Artikel ini menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat dalam mengolah obat tradisional dengan tepat serta membatasi penggunaannya sesuai aturan untuk menjamin keamanan dan efektivitasnya.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan kekayaan biodiversitas tanaman obat terbesar di dunia. Pemanfaatan tanaman herbal telah lama menjadi tradisi dalam menjaga kesehatan dan mengobati penyakit. Beberapa tanaman yang paling populer digunakan meliputi jahe (50,36%), kencur (48,77%), temulawak (39,65%), meniran (13,93%), dan mengkudu (11,17%).
Sebanyak 59,12% masyarakat Indonesia berusia di atas 15 tahun dilaporkan pernah mengonsumsi jamu tradisional, dan 95,60% di antaranya merasakan manfaat positif. Fakta ini menunjukkan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan tradisional.
Namun demikian, efektivitas obat tradisional sangat bergantung pada cara pengolahan. Senyawa bioaktif dalam tanaman obat, seperti fenolik, flavonoid, dan minyak atsiri, dapat mengalami kerusakan apabila tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu, penelitian terkait cara pengolahan, khususnya metode perebusan, perlu mendapat perhatian serius.
Selain itu, penggunaan obat tradisional kini juga memiliki payung hukum yang jelas, yaitu Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia (FROTI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Penulisan artikel ini dilakukan melalui kajian literatur dan telaah dokumen FROTI serta penelitian empiris mengenai efektivitas tanaman obat. Data sekunder diperoleh dari hasil penelitian terdahulu mengenai penggunaan jamu di Indonesia, aktivitas antioksidan pada berbagai tanaman herbal setelah perebusan, serta aturan resmi yang berlaku. Analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif-kualitatif untuk merumuskan pedoman penggunaan obat tradisional yang aman dan efektif.
Hasil
1. Tingkat Konsumsi Obat Tradisional
-
59,12% masyarakat Indonesia pernah mengonsumsi jamu.
-
95,60% menyatakan merasakan manfaat kesehatan.
-
Tanaman yang paling banyak digunakan: jahe, kencur, temulawak, meniran, dan mengkudu.
2. Bentuk Sediaan Jamu
-
Cairan/ekstrak
-
Seduhan/serbuk
-
Rebusan/rajangan
-
Kapsul, pil, atau tablet
Bentuk rebusan merupakan metode paling sederhana dan umum dilakukan masyarakat.
3. Hasil Penelitian Perebusan
-
Rebusan batang brotowali pada 100 °C selama 5 menit menghasilkan aktivitas antioksidan 25,4%.
-
Perebusan yang sama selama 25 menit menurunkan aktivitas menjadi 5,86%.
-
Suhu perebusan optimal adalah 60 °C; pada suhu lebih rendah (40 °C) ekstraksi tidak maksimal, sedangkan pada suhu tinggi (>80 °C) senyawa bioaktif cepat rusak.
Pengolahan tanaman obat harus dilakukan dengan memperhatikan teknik yang benar agar senyawa bioaktif tetap terjaga. Pemilihan wadah perebusan menjadi faktor penting; gerabah, keramik, atau stainless steel disarankan karena bersifat inert. Penggunaan wadah logam seperti besi, aluminium, atau kuningan berpotensi menimbulkan reaksi kimia yang berbahaya.
Selain itu, suhu perebusan menjadi faktor kritis dalam menjaga efektivitas tanaman obat. Senyawa antioksidan, fenolik, dan flavonoid cenderung rusak pada pemanasan berlebihan. Penelitian menunjukkan bahwa perebusan optimal berada pada suhu sekitar 60 °C, di mana ekstraksi senyawa bioaktif lebih maksimal tanpa merusak struktur kimianya.
Untuk bahan yang mengandung minyak atsiri atau senyawa volatil, metode perendaman (infus) lebih tepat digunakan. Hal ini mencegah hilangnya senyawa aktif akibat penguapan saat pemanasan.
Dari sisi regulasi, FROTI menegaskan bahwa obat tradisional tidak boleh digunakan dalam kondisi gawat darurat, sebagai obat mata, intravaginal, maupun parenteral. Selain itu, jamu dilarang mengandung alkohol >1% dan bahan kimia obat (BKO).
Kesimpulan
Obat tradisional memiliki peran penting dalam kesehatan masyarakat Indonesia. Namun, efektivitasnya sangat dipengaruhi oleh teknik pengolahan, khususnya perebusan. Suhu perebusan sekitar 60 °C merupakan kondisi optimal untuk menjaga aktivitas antioksidan dan senyawa bioaktif. Selain itu, penggunaan wadah perebusan yang tepat serta pemilihan metode pengolahan sesuai jenis senyawa aktif sangat penting.
Penggunaan obat tradisional juga harus memperhatikan regulasi resmi melalui FROTI agar tetap aman dan tidak disalahgunakan. Dengan pemahaman yang baik, obat tradisional dapat terus menjadi pelengkap dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Kata kunci: obat tradisional, jamu, perebusan, antioksidan, FROTI, UWG Malang
Daftar Pustaka
-
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/187/2017 tentang Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia (FROTI). Jakarta: Kemenkes RI.
-
Su’i, M. (2025). Aturan Penggunaan Obat Tradisional. Universitas Widya Gama Malang.
-
Hariana, A. (2008). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
-
Moeljanto, R. D. (1999). Jamu: Obat Tradisional Indonesia. Jakarta: Kanisius.
-
Winarto, W. P. (2013). Tanaman Obat: Khasiat dan Cara Penggunaannya. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |