
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Istilah profesionalisme berasal dari kata professio, dalam Bahasa Inggris professio memiliki arti “A vocation or occupation requiring advanced training in some liberal art or science and usually involving mental rather than manual work, as teaching, engineering, writing, etc”. (Webster dictionary, 1960: 1163) yakni suatu pekerjaan atau jabatan yang membutuhkan pelatihan yang mendalam baik di bidang seni atau ilmu pengetahuan dan biasanya lebih mengutamakan kemampuan mental dari pada kemampuan fisik, seperti mengajar, ilmu mesin, penulis, dan lain-lain.
Sedangkan secara umum profesionalisme merupakan mutu atau kualitas perilaku dan tindakan yang menjadi ciri khas suatu profesi atau orang yang profesional, yang mencakup kompetensi, integritas, akuntabilitas, etika, dan dedikasi tinggi terhadap pekerjaan untuk menghasilkan kerja yang terbaik dan memenuhi kepercayaan yang diberikan. Hal ini adalah sikap kerja yang mengacu pada kecakapan, keahlian, dan disiplin dalam menekuni pekerjaan dan mematuhi aturan kode etik profesi yang berlaku.
Advertisement
Tuntutan untuk bekerja secara profesional tidak hanya dikerjakan pada bidang tertentu saja, namun dapat di implementasikan dalam semua jenis bidang pekerjaan. Profesi atau pekerjaan apapun haruslah ditekuni, dipelihara, dikembangkan dan di perjuangkan. Banyak orang yang bekerja secara tidak serius atau merasa ragu dengan profesinya, tanpa komitmen, idealisme dan tanggung jawab yang berakibat merugikan banyak pihak.
Mereka berpikir, bersikap dan berperilaku yang jauh dari produktivitas bahkan cenderung mengganggu organisasi tempat mereka bekerja dan mengabdi. Mereka tidak mau dan mampu mengembangkan serta meng-upgrade keahlian yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sejalan dengan itu perkembangan jaman yang menuntut perubahan untuk terus belajar dan berbenah jarang dilakukan terhadap pegawai yang jauh dari kata profesional.
Begitu juga terhadap para abdi masyarakat desa dimana dalam perkembangan pemerintahan desa yang ada pada saat ini, pemerintahan desa di bawah para birokrat desanya di konsepkan sebagai lembaga pelayanan bagi warga desa.
Dengan adanya konsep lembaga pelayanan bagi warga pedesaan tentunya para punggawa desa melalui pemerintahan desa di harapkan mampu melaksanakan pengendalian manajemen guna memastikan tujuan-tujuan dari pemerintahan desa dapat tercapai. Punggawa desa harus mampu berbenah dan terus mengejar ketertinggalan terhadap perubahan jaman dan kondisi masyarakat desa.
Konsep profesionalisme di ukur dari kecepatan dalam mengerjakan sesuatu sesuai dengan bidang tugasnya serta berdasarkan pada prosedur yang telah ditetapkan. Salah satu faktor yang menghambat kelancaran dan efektifitas birokrasi publik adalah tidak profesionalnya aparatur desa dalam menjalankan tugas dan fungsi.
Tidak profesionalnya aparatur desa di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya temuan para pakar dan pengalaman pribadi masyarakat di lapangan tentang pelayanan publik yang diselenggarakan birokrasi. Lambannya birokrasi dalam merespon aspirasi publik serta pelayanan yang terlalu prosedural (red tape) merupakan sedikit contoh diantara sekian banyak ketidakberesan dalam pemerintahan desa di Indonesia.
Di banyak desa-desa yang ada, masih seringkali kita jumpai para punggawa desa bekerja ala kadarnya dan jauh dari kata profesional. Seringkali mereka bekerja hanya mengandalkan SOP yang telah ditentukan dan di konsepkan pemerintah pusat.
Padahal mereka bekerja selain sebagai abdi pemerintah juga sebagai abdi masyarakat. Sebagai abdi masyarakat sudah sewajarnya jika para punggawa desa bekerja dengan mengedepankan pendekatan secara kekeluargaan yang bersifat fleksibel, luwes dan tidak kaku atau rigid.
Selain itu konsep pelayanan publik yang tidak membeda-bedakan kasta dan kedudukan juga harus mampu diterapkan. Dengan adanya persamaan warga dalam mendapatkan pelayanan dan perhatian warga masyarakat, maka para punggawa desa akan mudah mendapat simpati dan mampu merebut hati warga di daerahnya. Simpati dan hati warga perlu diambil jika ingin mampu melaksanakan pembangunan, pemberdayaan danmengembangkan partisipasi warga desa.
Keberadaan aparat desa menduduki posisi yang sangat penting karena sebagai organ pemerintahan yang paling bawah. Dengan demikian aparat desa dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan penyajian data dan informasi yang dibutuhkan, semakin dituntut adanya kerja keras dan kemampuan yang optimal guna memperlancar pelaksanaan tugas pemerintahan.
Perlu kiranya dibuat suatu pedoman atau kerangka yang memuat dengan jelas sistem metode dan prosedur pembinaan serta tujuan dan sasaran setiap bentuk aparat desa yang bermental baik, berdaya guna, berhasil guna dan sadar akan tanggung jawab dalam melaksanakan dan menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. Adanya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa tentunya menjadi pijakan utama dalam membuat aturan pelaksanaan guna mewujudkan profesionalitas punggawa desa.
Untuk dapat mencapai profesionalisme para birokrat desa di Nusantara, kiranya perlu dilakukan beberapa strategi diantaranya. Pertama, disiplin aparat yakni ditinjau dari aspek ketepatan dan kebutuhan setiap aparat terhadap tugas pelaksanaan administrasi pemerintah Desa.
Kedisiplinan dalam segala hal merupakan kunci dari keberhasilan, dan perangkat desa haruslah mampu bertindak secara disiplin, baik dalam ketepatan masuk kerja, membuat dan mengajukan laporan, melayani surat bagi warga dan sebagainya. Disiplin merupakan suatu budaya yang memerlukan proses dan waktu, tidak dapat muncul secara tiba – tiba.
Kedua, dengan penerapan fleksibelitas, dimana punggawa desa haruslah mampu jeli melihat setiap hal yang terjadi terhadap warga masyarakat di desanya. Setiap kejadian dan permasalahan yang menimpa warga merupakan tanggung jawab secara moral yang harus dipikul para punggawa desa. Keluwesan punggawa desa dalam memecahkan setiap masalah yang ada sangatlah diperlukan, karena memang karakteristik warga suatu desa biasanya akan lebih suka dengan fleksibelitas atau pendekatan kekeluargaan.
Punggawa desa harus sadar sepenuhnya bahwa masyarakat desa adalah masyarakat yang terbentu dari kesatuan adat setempat yang lebih cenderung guyub, damai dan memperhatikan satu dengan yang lain. Adanya keluwesan punggawa desa akan mempermudah dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya, sehingga kebersamaan dan kearifan yang ada dalam masyarakat desa akan tetap terjaga.
Ketiga, dengan pengembangan potensi diri, bahwa pengembangan diri dapat dijalankan atas dasar kemauan yang kuat. Sedangkan implementasinya dapat dilakukan dengan banyak cara, mulai dari mengikuti pelatihan yang diadakan secara formal maupun yang non formal dari lembaga-lembaga terkait.
Pengembangan diri sangat diperlukan terutama dalam menjawab tantangan jaman yang semakin kompleks. Kompleksitas perubahan jaman bukan hanya dalam aspek teknologi semata, namun juga dalam aspek yang lainnya.
Dan yang terakhir kolaborasi dan sinergi, hal ini sangat diperlukan guna mencapai profesionalisme punggawa desa. Koaborasi dan sinergi dapat dijalankan dengan menggandengan banyak pihak mulai dari instansi lainnya, pemerintahan supra desa, swasta maupun lembaga pendidikan tinggi.
Adanya kolaborasi dan sinergi akan di temukan jalan tengah dalam mengatasi permasalahan dan hambatan yang ada dalam mewujudkan profesionalitas personil birokrat desa, kiranya dengan beberapa strategi dan langkah tersebut akan mampu menjadikan punggawa desa yang profesional sehingga dapat menjawab setiap persoalan dan keluh kesah warga.
Selain itu, adanya profesionalisme punggawa desa akan menjadikan desa lebih kuat dan berdaya bukan hanya dalam bidang pembangunan semata, namun juga pemberdayaan dan pelayanan terhadap warga masyarakat desa sesuai dengan dambaan kita semua yakni terciptanya kesejahteraan warga masyarakat. (*)
***
*) Oleh : Dr. Hadis Turmudi, M.H., Dosen Pengajar di STMIK AMIKOM Surakarta dan Penulis Buku Tentang Masalah Pedesaan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |