
TIMESINDONESIA, MALANG – Menjadi rakyat bukan sekadar status kewarganegaraan. Ia adalah identitas yang melekat pada setiap individu yang hidup di tengah tatanan sosial dan politik. Namun, rakyat yang hanya berhenti pada pengakuan formal tidak akan melahirkan peradaban.
Untuk membangun bangsa yang berdaya, rakyat harus menghayati makna bermasyarakat: hidup bersama, saling terhubung, serta ikut bertanggung jawab atas keberlangsungan nilai dan kehidupan sosial.
Advertisement
Bermasyarakat berarti memahami bahwa kehidupan tidak pernah berdiri sendiri. Setiap individu membutuhkan orang lain untuk tumbuh, belajar, dan bekerja. Dalam masyarakat, gotong royong bukan sekadar warisan budaya, melainkan fondasi moral yang memastikan setiap warga tidak berjalan sendiri dalam menghadapi tantangan. Tradisi saling membantu, menjaga, dan menghormati adalah pilar yang membuat masyarakat Indonesia tetap kokoh meski dihadapkan pada perubahan zaman.
Menjadi rakyat yang bermasyarakat juga berarti menempatkan kepentingan bersama di atas ego pribadi. Ketika seseorang mampu mendahulukan kebaikan umum, ia sedang menjaga harmoni yang memungkinkan semua pihak memperoleh manfaat.
Dalam konteks inilah lahir kesadaran untuk taat aturan, membayar pajak, menjaga kebersihan lingkungan, dan tidak merugikan sesama. Hal-hal sederhana seperti itu sering dianggap remeh, padahal justru menentukan kualitas hidup bersama.
Pendidikan memainkan peran besar dalam membentuk rakyat yang bermasyarakat. Sekolah dan lembaga pendidikan bukan hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai kebersamaan, empati, dan tanggung jawab sosial.
Nilai-nilai ini harus terus ditanamkan agar generasi muda tidak tumbuh menjadi pribadi yang individualistis, melainkan warga yang peduli terhadap lingkungannya. Pendidikan sejatinya adalah jembatan yang menyatukan individu dengan komunitas.
Di era digital, tantangan untuk menjadi rakyat yang bermasyarakat semakin kompleks. Ruang virtual sering kali menciptakan jarak dan sekat baru. Informasi yang beredar cepat bisa memperkuat ikatan, tetapi juga berpotensi memecah belah jika tidak dikelola dengan bijak.
Oleh karena itu, literasi digital menjadi penting agar setiap warga mampu membedakan informasi benar dan palsu, serta menggunakan teknologi untuk memperkuat kohesi sosial, bukan menebar kebencian.
Selain itu, partisipasi aktif rakyat dalam proses sosial dan politik adalah syarat mutlak dari bermasyarakat. Demokrasi hanya bisa berjalan sehat jika rakyat mau terlibat, tidak apatis, dan kritis terhadap kebijakan publik.
Menjadi rakyat yang bermasyarakat bukan berarti tunduk buta pada kekuasaan, melainkan ikut mengawal jalannya pemerintahan agar berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Sikap kritis inilah yang menjaga agar demokrasi tetap hidup.
Bermasyarakat juga berarti menghargai keberagaman. Indonesia dibangun atas perbedaan agama, budaya, bahasa, dan adat istiadat. Menjadi rakyat yang bermasyarakat berarti menerima perbedaan itu sebagai kekayaan, bukan ancaman.
Perbedaan yang dikelola dengan sikap toleran justru akan memperkuat fondasi bangsa, karena setiap kelompok merasa memiliki ruang yang sama untuk berkontribusi.
Dalam konteks globalisasi, menjadi rakyat yang bermasyarakat juga menuntut kesiapan beradaptasi dengan perubahan dunia. Mobilitas tinggi, arus informasi yang deras, dan keterhubungan antarbangsa membuat masyarakat harus cerdas sekaligus terbuka. Namun keterbukaan itu tetap harus berakar pada nilai-nilai kebangsaan, sehingga rakyat tidak kehilangan identitas di tengah pergaulan dunia.
Menjadi rakyat yang bermasyarakat pada akhirnya adalah kesediaan untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban. Rakyat berhak mendapat pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang layak, tetapi juga berkewajiban menjaga harmoni sosial, menghormati hukum, dan berkontribusi pada pembangunan. Kesadaran akan keseimbangan inilah yang membedakan rakyat yang sekadar ada dengan rakyat yang sungguh-sungguh hidup dalam masyarakat.
Jika setiap individu mampu menghayati peran sebagai rakyat yang bermasyarakat, maka kehidupan bangsa akan terbangun di atas pondasi yang kokoh. Keadilan sosial, persatuan, dan kesejahteraan bukan lagi cita-cita yang jauh, melainkan kenyataan yang bisa dirasakan bersama.
Harus kita ingat bersama bahwa bangsa yang besar bukan hanya ditentukan oleh pemimpinnya, tetapi oleh rakyat yang memilih untuk hidup bermasyarakat dengan penuh tanggung jawab.
***
*) Oleh : Andriyady, SP., Penulis dan Pengamat Sosial Politik.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |