Kopi TIMES

Kado Pahit Jelang Hari Santri Nasional 2025

Rabu, 15 Oktober 2025 - 18:30 | 826
Husnul Hakim, SY., MH., Dekan FISIP UNIRA Malang, Wakil sekretaris PCNU Kab Malang, Pemerhati kebijakan dan Hukum.
Husnul Hakim, SY., MH., Dekan FISIP UNIRA Malang, Wakil sekretaris PCNU Kab Malang, Pemerhati kebijakan dan Hukum.

TIMESINDONESIA, MALANG – Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober sejatinya adalah momentum kebanggaan bagi santri dan pesantren di Nusantara ini. Sebuah perayaan atas kontribusi panjang para santri, kiai, dan pesantren dalam sejarah perjuangan bangsa. 

Namun menjelang peringatan HSN tahun 2025 ini, rasa syukur itu seolah tersaput duka dan kekecewaan. Ada dua peristiwa besar terjadi hampir bersamaan, yang satu berupa musibah kemanusiaan, dan satunya lagi pelecehan simbolik melalui media tv nasional.

Advertisement

Keduanya menjadi kado pahit yang mengguncang batin umat, santri, kiai dan pesantren serta menyayat rasa hormat dan bangga masyarakat serta terbangunnya persepsi negatif terhadap dunia pesantren.

Pondok pesantren dengan berbagai keterbatasannya, sejak berdiri hingga kini selama ratusan tahun memang belum secara maksimal mendapat perhatian dari negara, terlebih soal struktur fisik bangunannya, dan musibah runtuhnya bangunan pesantren Alkhoziny menjadi cermin masih rentannya struktural bangunan yang menghantui banyak pesantren di negeri ini. Sehingga musibah pesantren Alkhoziny terjadi dan banyak meninggalkan kesedihan bagi seluruh keluarga besar lakhoziny dan kalangan pesantren.

Ketika dinding-dinding itu runtuh, bukan hanya tubuh para santri yang tertimbun reruntuhan. Harapan, cita-cita, dan masa depan mereka pun seakan turut ambruk. Air mata orang tua, duka para kiai, dan kepedihan masyarakat sekitar menggema di seluruh penjuru negeri. 

Namun demikian, betapa musibah ini terjadi sedemikian rupa ada saja yang menanggapi dengan tanpa rasa empati bahkan membangun narasi negatif terhadap pesantren, bahkan kalimat itu bermunculan dari para tokoh dan pejabat negara. 

Namun di balik kesedihan itu, bangsa ini kembali diingatkan, bahwa pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan agama, melainkan bagian dari denyut kehidupan sosial masyarakat bawah, tempat belajar, tempat berjuang, dan tempat berharap sebuah keberkahan ilmu. 

Luka Simbolik dari Trans7

Belum pulih luka fisik dan batin akibat musibah pesantren Alkhoziny, publik kembali dikejutkan oleh tayangan salah satu program di Trans7 yang menampilkan potongan cerita yang menyudutkan, melecehkan, bahkan merendahkan martabat kiai, santri, dan pesantren, dengan menampilkan potongan video hasil comotan dari berbagai media sosial dengan narasi penghinaan, melecehkan dan menyudutkan kiai, santri dan pesantren Lirboyo dengan nada sinis dan nyinyir. 

Hal ini sangat mengherankan dan diluar nalar, media TV selevel Trans7 menampilkan tayangan yang sama sekali diluar prinsip profesionalitas sebuah perusahaan media nasional. 

Hal ini memunculkan kecurigaan, apa yang sebenarnya ingin dibangun oleh media Trans7 atas persepsi negatif terhadap pesantren. Apakah ini sebuah desain yang sudah lama dipersiapkan oleh mereka untuk membentuk narasi negatif terhadap pesantren. Sebegitu benci kah mereka kepada pesantren sehingga melakukan semua itu?

Melihat video dalam tayangan program trans7 tersebut, kita jadi teringat peristiwa G30S PKI, bagaimana sikap PKI ketika itu sangat membenci kiai dan pesantren sehingga menganggap kiai sebagai tujuh antek setan dan pemuja kapitalisme. Senista itukah Trans7 memandang kiai, santri dan pesantren sehingga membangun narasi sarkas, penuh penghinaan, pelecehan dan nyinyir terhadap kiai dan pesantren.

Karena kalau kita lihat videonya, itu mencerminkan pandangan yang sama persis dengan sikap PKI terhadap kiai dan pesantren. 

Padahal, di balik kesederhanaan pesantren, tersimpan peradaban ilmu, moral, dan spiritualitas yang telah membentuk karakter bangsa ini selama berabad-abad.

Ketika pesantren dijadikan bahan hinaan, sejatinya yang dihina bukan hanya lembaganya, melainkan akar kebudayaan Islam Nusantara itu sendiri.

Maka jangan salahkan jika banyak reaksi keras dari berbagai kalangan mulai dari masyarakat, organisasi keagamaan, hingga alumni pesantren Lirboyo khususnya dan seluruh santri Indonesia itu merupakan hal yang wajar. 

Tayangan tersebut bukan sekadar “kelalaian editorial”, tetapi sebuah bentuk pelanggaran etika penyiaran dan moral publik. Dalam konteks ini, Trans7 harus mendapatkan sanksi keras dari Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena telah menayangkan program yang melanggar prinsip keseimbangan, kesantunan, dan penghormatan terhadap simbol-simbol agama.

Membangun Kontra-Narasi Pesantren

Musibah dan pelecehan tersebut, menjadi tantangan dunia pesantren yang dihadapkan pada dua tantangan sekaligus, yakni pemulihan martabat dan pembentukan persepsi publik. Kerusakan fisik seperti di Alkhoziny bisa diperbaiki dengan tenaga dan waktu. Tetapi kerusakan citra akibat framing media memerlukan kontra-narasi yang kuat, strategis, dan berkelanjutan.

Kalangan pesantren, santri dan seluruh alumni serta seluruh santri Nusantara harus berkolaborasi, bersatu dan aktif dalam dunia media digital dan media sosial dan melakukan beberapa langkah penting diantaranya.

Pertama, bagi pesantren harus proaktif dalam komunikasi publik. Setiap pesantren perlu memiliki humas digital atau media center yang berfungsi mengelola informasi, menjawab isu negatif, dan menyiarkan kegiatan positif santri ke ruang publik. Dunia digital tidak boleh dibiarkan kosong, sebab kekosongan narasi akan diisi oleh pihak lain.

Kedua, membangun jejaring dengan jurnalis dan media mainstream. Pesantren perlu bersahabat dengan wartawan dan redaksi media agar setiap pemberitaan tentang pesantren bersifat proporsional, edukatif, dan menghormati nilai keagamaan. 

Ketiga, melakukan literasi media di lingkungan pesantren. Santri harus diajarkan cara membaca, memahami, dan menanggapi media dengan kritis. Pesantren harus melahirkan santri literat yang mampu menulis, memproduksi konten, dan menjawab stigma dengan data serta nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.

Keempat, Dorong Dewan Pers dan KPI bersikap tegas. Tindakan hukum dan etik terhadap lembaga penyiaran yang melanggar harus ditegakkan, agar tidak terulang dan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers yang berkeadaban.

Kelima, santri dan alumni serta seluruh santri Nusantara harus bersatu dalam solidaritas moral. Seluruh jaringan alumni pesantren, ormas Islam, dan komunitas keagamaan perlu berdiri bersama, tidak dengan amarah semata, melainkan dengan kecerdasan dan kesantunan yang tetap berakar pada akhlak pesantren, aktif dimedia sosial dan membangun kontra narasi atas berbagai narasi negatif terhadap kiai, santri dan pesantren.

Menjelang Hari Santri Nasional 2025 ini, menjadi momentum untuk kebangkitan santri dan pesantren, harus menjadi titik balik dan refleksi dari keterpurukan akibat pembentukan narasi negatif tersebut. 

Peristiwa Alkhoziny dan pelecehan Trans7 terhadap kiai, santri dan pesantren Lirboyo harus menjadi pemicu bagi seluruh santri untuk tidak diam dan harus bergerak didunia digital dan media sosial membangun kontra narasi atas kesengajaan pihak-pihak yang menyerang tradisi, melecehkan kehormatan dan nama baik kiai, santri dan pesantren.

Santri harus hadir dalam setiap momentum dan mengisi ruang kosong dunia digital dan media sosial, santri tidak boleh hanya menjadi obyek pemberitaan semata, dia harus menjadi pelaku dalam mencatatkan sejarahnya sendiri dan meninggal legasi baik serta membangun narasi positif atas diri dan bangsanya.

“Ketika pesantren dihina, yang diuji bukan hanya kesabaran kita, tetapi juga kecerdasan kita dalam menjaga martabat dengan cara yang beradab.”

***

*) Oleh : Husnul Hakim, SY., MH., Dekan FISIP UNIRA Malang, Wakil sekretaris PCNU Kab Malang, Pemerhati kebijakan dan Hukum.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES