Kopi TIMES

Keteladanan Kiai dan Santri dalam Membangun Negeri

Selasa, 21 Oktober 2025 - 22:34 | 802
Iswan Tunggal Nogroho, Praktisi Pendidikan.
Iswan Tunggal Nogroho, Praktisi Pendidikan.

TIMESINDONESIA, MALANG – Kiai dan santri mempunyai peran penting dalam sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia. Keduanya bukan hanya bagian dari tradisi keagamaan, tetapi juga aktor sosial yang turut menegakkan nilai moral dan memperjuangkan kemerdekaan. 

Dari bilik pesantren yang sederhana, lahir pandangan hidup yang menekankan keseimbangan antara ilmu, akhlak, dan pengabdian. Keteladanan kiai dan santri menjadi pilar penting dalam membangun negeri yang tidak hanya melalui gagasan, tetapi melalui laku dan keteguhan moral.

Advertisement

Pesantren sejak awal berdiri telah menanamkan tiga nilai dasar yaitu keikhlasan, kesederhanaan, dan pengabdian. Nilai-nilai ini tidak hanya menjadi panduan spiritual, tetapi juga fondasi etis bagi kehidupan sosial. Kiai menjalankan peran sebagai teladan moral dan juga sebagai seorang guru yang tidak hanya berbicara, tetapi hidup dalam keselarasan antara ilmu dan amal. 

Sementara santri dididik untuk menghormati ilmu, menjaga adab, dan mengabdi dengan hati yang bersih. Dari sinilah muncul kultur pendidikan yang menumbuhkan tanggung jawab sosial dan spiritual secara seimbang.

Di tengah krisis moral dan kepemimpinan yang melanda berbagai sektor, keteladanan pesantren kembali menemukan urgensinya. Masyarakat kini menghadapi tantangan baru, Kemajuan teknologi yang pesat namun sering kali tidak diimbangi dengan kedewasaan etika. 

Berdasarkan konteks ini, pesantren menawarkan model pendidikan yang menyatukan pengetahuan dan kebajikan, rasio dan rasa. Kiai dan santri menunjukkan bahwa pendidikan sejati bukan sekadar transfer pengetahuan, tetapi pembentukan manusia berkarakter yang beriman, berilmu, dan beradab.

Keteladanan seorang kiai tidak lahir dari simbol kekuasaan, tetapi dari kekuatan moral dan keteguhan prinsip. Ia dihormati bukan karena jabatan, melainkan karena keikhlasannya dalam membimbing umat. 

Dalam konteks pembangunan bangsa, tipe kepemimpinan seperti inilah yang dibutuhkan, kepemimpinan yang berakar pada nilai, bukan sekadar ambisi. Para santri sebagai generasi penerus, diajarkan untuk meneladani semangat ini. Berjuang dengan ilmu, bekerja dengan niat ibadah, dan memimpin dengan adab.

Peran kiai dan santri dalam sejarah perjalanan Indonesia tidak hanya terbatas pada bidang pendidikan dan dakwah. Mereka juga ikut andil menjadi motor penggerak sosial dan politik. Resolusi Jihad 1945 yang digagas KH. Hasyim Asy’ari sebagai bukti bahwa nilai keagamaan dan nasionalisme bisa berjalan beriringan. 

Pesantren menjadi basis lahirnya kesadaran kebangsaan yang kokoh, bahwa mencintai tanah air adalah bagian dari iman. Dalam konteks kekinian, semangat ini relevan untuk membangun kemandirian bangsa di tengah tantangan global.

Kini pesantren menghadapi tugas baru, yaitu menyiapkan generasi santri yang tidak hanya saleh secara spiritual, tetapi juga cakap secara intelektual dan sosial. Keteladanan kiai menjadi inspirasi agar santri mampu beradaptasi dengan perubahan tanpa kehilangan nilai-nilai dasar pesantren. 

Santri masa kini perlu hadir di ruang publik, di dunia pendidikan, ekonomi, dan politik dengan membawa etika pesantren yang rendah hati, jujur, dan berorientasi pada kemaslahatan.

Dalam konteks pembangunan nasional, nilai-nilai tersebut merupakan fondasi yang tak tergantikan. Pembangunan sejati tidak hanya berbicara tentang infrastruktur atau pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tentang pembentukan manusia beradab. 

Pembangunan tanpa moralitas hanya akan melahirkan kemajuan yang rapuh. Di sinilah keteladanan kiai dan santri memberi arah, bahwa kemajuan harus disertai kearifan, dan kekuasaan harus dijaga dengan integritas.

Pesantren dengan segala kesederhanaannya telah membuktikan bahwa perubahan besar dapat lahir dari tempat yang sunyi. Kiai dan santri dengan semangat keikhlasan dan pengabdian, terus menyalakan lentera moral di tengah gelapnya zaman, menjadi mata air moral yang tak pernah kering ditengah dahaga etika bangsa.

***

*) Oleh : Iswan Tunggal Nogroho, Praktisi Pendidikan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES