Kopi TIMES

Menjaga Ekologi, Menyelamatkan Bumi Nusantara

Rabu, 22 Oktober 2025 - 15:02 | 1.30k
Ribut Baidi, Advokat dan Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Madura (UIM), Pengurus Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI).
Ribut Baidi, Advokat dan Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Madura (UIM), Pengurus Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI).

TIMESINDONESIA, PAMEKASAN – Persoalan ekologi dan lingkungan hidup adalah fenomena dan diskursus yang menarik untuk terus didiskusikan. Dialektika ekologis dan lingkungan hidup bukan hanya seputar hadirnya negara melalui produk hukum, pencegahan, dan penindakan yang selama ini memantik perhatian para akademisi, praktisi, dan publik secara umum bagi siapapun yang melanggarnya, tetapi dari waktu ke waktu justru efektifitas dan efek jeranya yang tak sesuai harapan publik.   

Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup serta terancamnya keberlangsungan ekologis untuk kehidupan makhluk hidup dan ekosistem-naturalistik di bumi nusantara tidak hanya sebatas laporan ‘hitam-putih’ pemerintah melalui kementerian, instansi penegak hukum, penelitian (research) dari berbagai perguruan tinggi, dan non Governmen Organization (NGO) yang dikemas dalam bentuk ‘progress report’ dengan berbagai penyajian fakta dalam bentuk angka, gambar, serta catatan ilmiah lainnya yang tidak bisa kita tolak.

Advertisement

Indonesia Environment & Energy Center (2025) telah mencatat soal krisis lingkungan hidup  di tahun 2025 dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang terdiri dari 4 (empat) hal. 

Pertama, prediksi lonjakan deforestasi hinggi 600 (enam ratus) ribu hektar. Hal tersebut terjadi seiring terbukanya celah hukum bagi perusahaan-perusahaan besar untuk mengalihfungsikan kawasan hutan, termasuk hutan lindung dan konservasi untuk tujuan ekonomi jangka pendek.

Kedua, eksploitasi pulau kecil untuk pertambangan. Puluhan pulau kecil di Indonesia telah dikapling untuk keperluan pertambangan. Problematika tersebut merupakan ketimpangan struktural yang terus mempersempit ruang hidup masyarakat pesisir dan mengancam kontinuitas ekosistem laut. 

Ketiga, lemahnya penegakan hukum lingkungan. Pelanggaran hukum akibat aktifitas yang merusak lingkungan hidup tidak disertai dengan konsistensi penegakan hukum oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum. Banyak pelaku kejahatan lingkungan hidup justru lolos dari proses hukum atau yang paling dominan hanya mendapatkan sanksi administratif ringan. 

Keempat, kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup. Salah satu bentuk degradasi demokrasi lingkungan hidup adalah penggunaan pasal-pasal tertentu dalam undang-undang untuk membungkam warga yang menolak proyek ekstraktif. Para nelayan, petani, dan masyarakat adat yang bersuara justru dihadapkan dengan persoalan hukum karena dianggap mengganggu investasi. 

Ancaman Kerusakan Hutan dan Ekologi

Prediksi lonjakan deforestasi hingga 600 (enam ratus) ribu hektar di Indonesia bukanlah sekedar wacana. Pemerintah Indonesia menurunkan laju deforestasi untuk mencapai target pengurangan emisi 2030 dinilai gagal arah dan kontradiktif. 

Dalam dokumen FoLU Net Sink 2030, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menetapkan bahwa 60% pengurangan emisi berasal dari sektor hutan dan lahan. Namun, deforestasi terus terjadi secara masif dan terencana. (Forest Watch Indonesia, 2025).

Angka deforestasi netto tahun 2024 tercatat sebesar 175,4 ribu hektar. Angka ini diperoleh dari deforestasi bruto sebesar 216,2 ribu hektare dikurangi hasil reforestasi yang mencapai 40,8 ribu hektar. Mayoritas deforestasi bruto terjadi di hutan sekunder dengan luas 200,6 ribu hektar (92,8%), di mana 69,3% terjadi di dalam kawasan hutan dan sisanya di luar kawasan hutan. 

Untuk menekan angka deforestasi, Kemenhut telah melaksanakan upaya reforestasi melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan seluas 217,9 ribu hektar pada tahun 2024. Angka tersebut merupakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di dalam kawasan seluas 71,3 ribu hektar dan di luar kawasan seluas 146,6 ribu hektar, baik yang berasal dari sumber pendanaan APBN maupun pendanaan non APBN. 

Sementara itu dalam satu dekade terakhir, angka rata-rata Rehabilitasi Hutan dan Lahan seluas 230 ribu hektar per tahun, di mana angka ini dapat menjadi referensi pengurang angka deforestasi. Upaya ini akan tercatat sebagai penambah tutupan hutan dan lahan pertanian campuran (agroforestry) dan sebagian menjadi tutupan hutan sekunder. (https://www.kehutanan.go.id, 2025).

Data deforestasi di kawasan hutan Indonesia tersebut adalah angka yang cukup besar dan berpotensi tiap tahun akan bertambah di tengah banyaknya lonjakan aktifitas bidang lingkungan hidup seperti pertambangan, perkebunan, dan perluasan kawasan pemukiman untuk pertumbuhan populasi manusia di Indonesia. 

Kekhawatiran berkurangnya kawasan hutan dan potensi munculnya kerusakan maupun pencemaran lingkungan hidup hampir menjadi keniscayaan. Pemerintah melalui Kemenhut bersama kementerian maupun lembaga lainnya yang memiliki keterkaitan program dalam bidang lingkungan hidup, kehutanan, perkebunan, pemukiman, dan pertanian untuk terus berkoordinasi dalam rangka menekan seminimal mungkin deforestasi. 

Bahkan, kalau perlu memperkuat koordinasi dengan lembaga penegak hukum untuk melakukan pencegahan dan penindakan hukum terhadap pengusaha (personal maupun korporasi) yang melakukan perusakan hutan dan ekologi di luar ketentuan yang diperbolehkan berdasarkan undang-undang.

Di sisi lain, kerusakan maupun pencemaran terhadap lingkungan hidup di Indonesia semakin meluas. Upaya pencegahan maupun penindakan hukum oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum semakin meningkat, tetapi aktifitas industri pertambangan dalam skala kecil maupun skala besar juga semakin meningkat, baik yang memiliki izin dari pemerintah maupun yang beroperasi secara ilegal dan hampir tersebar di seluruh kawasan bumi nusantara yang menyimpan potensi sumber daya alam yang besar. 

Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup melalui Deputi Penegakan Hukum Lingkungan menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup 2025, dengan tujuan untuk memperkuat koordinasi, sinergi, dan efektifitas penegakan hukum lingkungan  hidup antara pemerintah pusat dan daerah. 

Fokus utama diarahkan pada optimalisasi peran Dinas Lingkungan Hidup di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam menegakkan regulasi lingkungan hidup dan menangani berbagai permasalahan hukum di daerah. (https://kemenlh.go.id, 2025). 

Tidak hanya masyarakat awam, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebenarnya merasakan bahwa dampak buruk dari aktifitas industri pertambangan dan aktifitas lainnya yang berdampak langsung terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup adalah ancaman yang nyata, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah taktis-strategis untuk memperkuat koordinasi, sinergi, dan efektifitas di dalam penegakan hukum lingkungan hidup agar ke depan potensi-potensi yang mengancam kelestarian ekologis dan semua komponen lingkungan hidup benar-benar menjadi perhatian serius dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Upaya menyelamatkan keberlangsungan ekologi dan komponen lingkungan hidup lainnya dari aktifitas eksploitasi sumber daya alam tanpa kontrol dan perusakan kawasan hutan untuk kebutuhan industri pertambangan dan perluasan pemukiman yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga harus didukung oleh masyarakat Indonesia. 

Dengan demikian, langkah pemerintah dan pemerintah daerah dengan penerapan perundang-undangan maupun regulasi bidang lingkungan hidup melalui pengawasan, pencegahan, dan penindakan adalah wujud nyata untuk pemenuhan hak asasi bidang lingkungan hidup sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 untuk masyarakat di seluruh Indonesia dan demi menyelamatkan bumi nusantara saat ini maupun di masa depan. 

 

***

*) Oleh : Ribut Baidi, Advokat dan Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Madura (UIM), Pengurus Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES