TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di bumi yang tak pernah tidur ini, di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, ada kekayaan umat yang tersimpan rapi dalam harta wakaf. Tanah, bangunan, dan uang yang seharusnya menjadi jembatan kesejahteraan bagi sesama, masih banyak yang sunyi, menunggu tangan amanah yang benar-benar menyalurkannya.
Laporan State of the Global Islamic Economy 2024 mengingatkan kita bahwa potensi wakaf dunia mencapai lebih dari US$1 triliun, tetapi baru sedikit yang benar-benar bergerak, memberi manfaat, dan dirasakan oleh mereka yang membutuhkan. Seolah-olah, niat mulia umat terjebak di antara ketidakpastian dan kekhawatiran akan penyalahgunaan.
Advertisement
Di tengah gelapnya ketidakpastian itu, muncul cahaya harapan: Wakaf Blockchain dan Cash Waqf Linked Deposit (CWLD). Mereka bukan sekadar inovasi teknologi; mereka adalah nyanyian modern bagi amanah lama yang tertidur.
Blockchain memberi janji bahwa setiap rupiah wakaf yang kita titipkan akan terekam selamanya, transparan, dan tak tersentuh tangan yang tidak bertanggung jawab. CWLD menambahkan nada harmonis: pokok dana tetap aman, namun manfaatnya berputar untuk kepentingan sosial dan pemberdayaan ekonomi umat.
Kepercayaan adalah jiwa dari wakaf. Tanpa kepercayaan, harta yang disalurkan bisa menjadi kosong, tak bernyawa. Di Indonesia, dari lebih 440 ribu hektar tanah wakaf, baru seperempatnya yang produktif. Defisit kepercayaan ini bukan sekadar angka statistik; ia adalah luka sosial yang menganga, mengurangi potensi umat untuk menggerakkan ekonomi moral.
Blockchain hadir seperti simfoni yang mengikat semua nada secara harmonis. Setiap transaksi terekam abadi, bisa dilihat, dan dipercaya oleh siapa saja. Tidak ada dusta yang bisa menyusup di celah digitalnya.
Malaysia dan Uni Emirat Arab telah lebih dahulu menabuh genderang ini: WaqfChain Malaysia dan Blockchain Zakat Dubai menunjukkan bahwa transparansi bukan mimpi, tetapi nyata, dan mampu menggugah partisipasi umat.
Survei Al-Huda Centre of Islamic Banking & Economics (2024) bahkan mencatat peningkatan minat wakaf hingga 35 persen di negara-negara yang mengadopsi sistem digital terverifikasi publik.
Namun, transparansi saja tidak cukup. Wakaf harus produktif. Di sinilah Cash Waqf Linked Deposit (CWLD) menyuarakan irama baru. Deposito wakaf yang dikelola secara syariah memastikan bahwa pokok dana tetap aman, sementara hasilnya menari ke proyek sosial: pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Malaysia telah membuktikannya: RM 350 juta CWLD dikelola untuk manfaat sosial secara terbuka dan akuntabel.
Indonesia, dengan jumlah penduduk muslim terbesar dunia, memiliki kapasitas untuk memainkan simfoni yang lebih agung. Dengan integrasi BWI, perbankan syariah, fintech, dan startup digital, CWLD dapat menjadi nada utama dalam orkestrasi wakaf nasional mengubah potensi menjadi harmoni nyata yang terdengar hingga pelosok negeri.
Kepercayaan tidak hanya dibangun melalui angka dan teknologi, tetapi juga melalui identitas dan reputasi. “Brand wakaf digital” bukan sekadar logo atau nama lembaga; ia adalah simbol amanah yang diperkuat oleh teknologi.
Bayangkan seorang wakif menatap aplikasi digital, melihat setiap rupiah wakafnya tersalurkan untuk pendidikan anak yatim, pelatihan UMKM, atau rumah sakit.
Di situ muncul ketenangan, keyakinan, dan kepuasan spiritual. Generasi muda muslim yang akrab dengan dunia digital pun semakin terdorong untuk berpartisipasi, melihat bahwa ibadah mereka juga relevan dengan zaman.
Global Islamic Fintech Report 2024 menunjukkan bahwa 7 dari 10 milenial muslim di Asia Tenggara lebih percaya pada lembaga yang memiliki sistem digital audit terbuka.
Dengan branding yang tepat, Wakaf Blockchain dan CWLD bukan hanya instrumen keuangan, tapi juga simbol integritas moral yang menyuarakan keadilan dan kebermanfaatan.
Keberhasilan sebuah inovasi terletak pada kolaborasi global. Arab Saudi telah menghubungkan sistem Waqf-nya dengan Blockchain Center; Turki memanfaatkan smart contract untuk menyalurkan dana wakaf ke UMKM binaan; Qatar dan Bahrain bereksperimen dengan tokenisasi wakaf yang sah secara syariah.
Indonesia berada di persimpangan peluang strategis. Infrastruktur fintech berkembang pesat, populasi muslim terbesar dunia, dan regulasi keuangan syariah semakin matang. Yang dibutuhkan hanyalah keberanian untuk memimpin dan membangun harmoni antara regulasi, lembaga wakaf, dan inovasi digital.
Wakaf Blockchain dan CWLD bukan sekadar teknologi; mereka adalah reformasi moral. Mereka mengubah paradigma: dari ekonomi berbasis birokrasi dan kecurigaan menjadi ekonomi berbasis amanah, transparansi, dan kebermanfaatan.
Mereka memastikan bahwa setiap rupiah yang disalurkan membawa keadilan, keberkahan, dan dampak nyata bagi masyarakat. Di sinilah nilai spiritual bertemu dengan rasionalitas ekonomi: amanah menjadi terukur, ibadah menjadi produktif, dan kekayaan umat menjadi harmonis dengan kemaslahatan sosial.
Kita berada di ambang era baru filantropi Islam. Saatnya Indonesia tidak hanya menjadi pusat halal lifestyle, tetapi juga menjadi pusat inovasi keuangan sosial Islam dunia. Wakaf Blockchain dan CWLD adalah nada-nada pertama dari simfoni itu menyanyikan harapan, kepercayaan, dan keberkahan bagi generasi yang akan datang.
***
*) Oleh : Edi Setiawan, Dosen dan Peneliti FEB Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
| Editor | : Hainorrahman |
| Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |