Janji Politik, Program Strategis dan Kepentingan Bisnis MBG
TIMESINDONESIA, BOYOLALI – Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah janji kampanye Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Sebagai sebuah janji politik, maka sudah seharusnya program tersebut ditunaikan.
Salah satu alasan pemilih memilih kandidat karena program yang disampaikan sebagai janji kampanye sesuai dengan kebutuhan pemilih. Tanggung jawab kepemimpinan mengharuskan janji politik yang diucapkan untuk ditunaikan. Menjadi tolak ukur kepemimpinan salah satunya dilihat dari program yang dijanjikan dan realisasinya kemudian.
Advertisement
Janji kampanye menjadi komitmen yang harus dipenuhi kandidat ketika terpilih untuk menunjukkan kualitas kepemimpinan yang bertanggung jawab. Dalam menyusun janji kampanye atau janji politik hendaknya mengukur sejauh mana peluang realisasi atas janji tersebut, sehingga ketika menjabat dapat dipenuhi tanpa alasan apapun.
Persoalan yang kerapkali muncul dalam praktek politik kita adalah janji politik tidak dirancang dengan kesiapan yang baik, hanya pada tataran memenuhi euforia keinginan semu, bukan pada pemenuhan kebutuhan fundamental atas persoalan yang dihadapi masyarakat. Bahkan tidak jarang janji politik keluar dari konteks kewenangan atas jabatan yang akan diembannya.
Komitmen Presiden Prabowo menjalankan MBG adalah wujud kepemimpinan bertanggungjawab dari pemimpin yang berani mengambil resiko, meskipun berat. Namun, keyakinan akan keberhasilan MBG dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak masih dihadapkan pada kenyataan berbagai persoalan dan menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Selian itu masih perlu pematangan lebih lanjut termasuk tepat sasaran tidaknya program yang juga tidak menimbulkan masalah yang membahayakan keselamatan anak-anak.
Progran MBG mencerminkan program populis digunakan untuk menyentuh masyarakat kalangan tertentu yang masih membutuhkan pemenuhan makanan bergizi terutama bagi anak. Persoalan gizi anak termasuk aspek yang diperhatikan karena menyangkut masa depan anak sebagai generasi masa depan bangsa.
Keterbukaan pemerintah merespon kegelisahan publik menyangkut MBG perlu dilakukan, dengan sekali lagi melihat anak adalah investasi terbaik menatap masa depan Indonesia yang lebih baik, sehingga perlu didukung dengan menyiapkan kualitas terbaik sejak dini.
Faktanya realisasi MBG sejauh ini menimbulkan berbagai persoalan seperti keracunan, spesifikasi makanan yang tidak sesuai, ataupun di sektor ekonomi yang hanya menguntungkan pihak tertentu.
Publik banyak menyoroti kepemilikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang dinilai memberi keuntungan ekonomi bagi tokoh politik, tim pemenangan, maupun pengusaha bermodal besar, dibanding memberi peluang bagi masyarakat ekonomi lemah untuk terlibat dalam perputaran ekonomi melalui MBG.
Program Strategis Pemerintah
Keberhasilan MBG secara politik akan menjadi legacy Presiden Prabowo Subianto baik untuk menyongsong periode kedua nantinya ataupun sebagai catatan sejarah yang baik. Pemberian makanan bergizi dalam skala besar menjadi program baru pemerintah yang diupayakan semaksimal mungkin harus berhasil.
Pembentukan badan khusus yaitu Badan Gizi Nasional (BGN) yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dengan kewenangan yang diberikan semata untuk menyukseskan program MBG yang ditunjang dengan anggaran fantastis menjadi bukti pentingnya program ini bagi pemerintah.
Sebagai kalkulasi sederhana melihat RAPBN 2026 direncanakan alokasi anggaran MBG sebesar 335 Triliun Rupiah yang sebagian besar diambil dari alokasi sektor pendidikan. Dengan anggaran sebesar itu jika dialihkan untuk pengentasan angka kemiskinan di Indonesia, maka tidak ada lagi angka kemiskinan itu.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025 jumlah keluarga miskin di Indonesia per September 2025 adalah 24,06 juta. Keluarga miskin dilihat dari pengeluarannya dibawah Rp. 609.160 perbulan atau Rp. 20.305 perhari.
Dana 335 Triliun Rupiah jika dibagi dengan keluarga miskin tersebut maka masing-masing keluarga mendapatkan Rp. 1.160.293 perbulan untuk satu tahun. Meskipun memang standar angka kemiskinan menurut BPS tersebut seharusnya diperbaiki dengan standar yang lebih tinggi, sehingga sejahtera yang ada bukan hanya berdasar data statistik tetapi benar nyata dirasakan.
Pertaruhan pemerintah menginvestasikan anggaran untuk MBG dapat menjadi lompatan suksesnya kebijakan atau justru menjadi blunder paling memalukan yang dilakukan pemerintah. MBG adalah muka pemerintah hari ini, sehingga tidak ada alasan untuk gagal.
Kepentingan bisnis terlihat dalam pelaksanaan program MBG yang disinyalir melibatkan tokoh-tokoh dengan modal besar. Tidak dapat dipungkiri bahwa diperlukan modal besar untuk menyiapkan SPPG diawal pembangunannya.
Perlu membangun atau sewa tempat yang memadai, biaya operasional yang besar, hingga sarana penunjang seperti mobil distribusi dan alat dapur. Melibatkan masyarakat ekonomi menengah kebawah tentu tidak mungkin, jikapun bisa hanya sebagai suppier bahan dalam skala kecil dan menjadi lapangan pekerjaan.
Keterlibatan sektor bisnis dalam program pemerintah menjadi sesuatu yang lumrah dan selama ini swasta menjadi mitra strategis pemerintah menjalankan berbagai program kebijakan terutama yang memerlukan modal atau pembiayaan besar.
Dalam konsep good governance dikenal tiga sektor dalam tata kelola pemerintahan yang baik yakni rakyat atau public, pemerintah atau goverment, dan swasta atau private. Ketiga sektor tersebut memiliki peran strategis agar menghasilkan tata kelola pemerintahan yang profesional, efisien, transparan, dan akuntabel.
Dengan mengedepankan kepentingan masyarakat dan partisipasi publik untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang mencakup penggunaan wewenang secara efektif untuk mengelola urusan publik melalui proses pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sektor swasta berkontribusi besar dalam menjaga stabilitas ekonomi melalui kerja bisnis yang terukur. Dalam konteks ekonomi yang baik diharapkan terjadi sirkulasi perputaran uang melalui barang dan jasa yang merata dengan pemenuhan demand dan ketersediaan supply yang terukur, sehingga tidak terjadi monopoli atau bahkan mafia ekonomi berkembang.
Sektor bisnis menjadi pondasi penting bagi terjaganya kondusifitas sebuah negara dengan kondisi ekonomi masyarakat dikelola dengan baik dalam kondisi yang stabil. Ruang swasta atau bisnis dapat berkembang tentu dengan dukungan pemerintah dalam mengatur regulasi dan rakyat dalam menghadirkan suasana sosial yang stabil. Kekhawatiran utama dari swasta adalah terjadinya gejolak politik yang berakibat pada kondisi pasar yang tidak menentu.
Dalam program seperti MBG kepentingan bisnis tidak boleh menjadi kepentingan utama, meskipun ada nilai ekonomi yang dimungkinkan. Penyedia MBG memperhatikan lebih jauh program yang dijalankan memberi dampak luas baik ketika berhasil maupun gagal. Jika berhasil tentu kontribusi terhadap peningkatan kualitas gizi anak menjadi kebanggaan dan harapan baik masa depan.
Demikian sebaliknya jika kegagalan yang dituai tentu program ini sangat dimungkinkan tidak akan bertahan lama, yang artinya investasi yang dikeluarkan juga akan mendapati kerugian. Melihat lebih jauh MBG perlu kontrol dari berbagai pihak terutama terhadap SPPG sebagai penyedia makanan.
Penghentian program MBG sama halnya kegagalan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam memenuhi janji kampanye, pun juga terhadap kepercayaan publik secara menyeluruh terhadap kemampuan perencanaan dan eksekusi kebijakan pemerintah. Perlu evaluasi yang harus didengar pemerintah terutama terkait masalah kasus keracunan, dan rantai ekonomi yang terlalu panjang.
Pertama, MBG diserahkan kepada sekolah sebagai pengawas dan penanggungjawab langsung program. Sekolah dapat memberdayakan kantin sekolah dan dimasak menjelang dikonsumsi sehingga masih sangat fresh.
Kedua, pendampingan dari BGN secara berkala tetap dilakukan dengan ahli yang memang berkualitas memahami kebutuhan gizi dan inovasi makanan.
Memanfaatkan kantin sekolah secara sadar pihak sekolah akan sangat berhati-hati mengelola makanan anak, karena akan berdampak terhadap institusi. Pihak sekolah dapat memberdayakan masyarakat sekitar untuk mengolah makanan di kantin sekolah.
Dengan beban kebutuhan jumlah siswa yang terjangkau sehingga tidak menimbulkan beban memasak yang terlalu lama. Selain itu proses penyiapan makanan hingga di konsumsi menjadi lebih singkat.
Pemerintah juga dapat memberi insentif anggaran kepada sekolah-sekolah yang sudah memberlakukan makan siang selama ini dengan besaran anggaran sebagaimana di MBG misalnya senilai Rp. 10.000. Pihak sekolah memiliki kewenangan mengelola anggaran tersebut dengan melakukan penyesuaian tentunya.
Keterlibatan pihak sekolah secara langsung juga akan melibatkan pengawasan berjenjang yang sudah berjalan selama ini dalam bidang pendidikan melalui dinas pendidikan yang akan memonitor. Sedangkan yang saat ini berjalan melalui SPPG pengawasan dari BGN terlalu jauh rentang kendalinya, tidak ada institusi daerah yang bertanggungjawab.
***
*) Oleh : M. Dwi Sugiarto, Ketua Umum HMI FISIP UNDIP 2014-2015, Waketum Pemuda ICMI Jawa Tengah dan KAHMI Boyolali.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
| Editor | : Hainorrahman |
| Publisher | : Sholihin Nur |