Kopi TIMES

Pemuda dan Keadaban Publik

Senin, 27 Oktober 2025 - 12:02 | 1.64k
Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional.
Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setiap kali tanggal 28 Oktober tiba, bangsa Indonesia diingatkan pada satu momentum sejarah yang menandai kedewasaan kebangsaan. Pada tahun 1928 para pemuda dari berbagai daerah mengikrarkan tekad bersama untuk bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia. 

Sumpah Pemuda bukan hanya peristiwa politik atau simbol persatuan, tetapi juga cermin keadaban intelektual, yakni kemampuan menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi maupun golongan. 

Advertisement

Kini, hampir satu abad kemudian, semangat itu kembali diuji di tengah arus globalisasi, derasnya informasi, dan menurunnya kualitas etika publik dalam kehidupan sosial maupun digital.

Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mengalami perubahan besar dalam cara berinteraksi. Ruang publik tidak lagi hanya berbentuk forum tatap muka, tetapi juga hadir dalam bentuk dunia maya yang terbuka tanpa batas. 

Media sosial menghadirkan kebebasan berekspresi, namun juga memunculkan tantangan berupa ujaran kebencian, polarisasi, dan menurunnya kesantunan dalam berkomunikasi. 

Banyak perdebatan publik berubah menjadi pertengkaran, dan perbedaan pendapat sering berujung pada saling menghina. Pada kondisi seperti inilah penting untuk membicarakan kembali makna keadaban publik, terutama di kalangan pemuda sebagai pewaris semangat Sumpah Pemuda.

Keadaban publik bukan sekadar persoalan sopan santun dalam berbicara, melainkan kesadaran moral untuk menghormati orang lain, menjaga tatanan sosial, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap tindakan. 

Dalam kehidupan berbangsa, keadaban publik menjadi fondasi yang menopang persatuan nasional. Tanpa keadaban, kebebasan dapat berubah menjadi kekacauan, dan perbedaan pandangan bisa menimbulkan perpecahan.

Menurut Prof. Anton M. Moeliono, pakar bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia, bahasa mencerminkan budi pekerti seseorang. Pilihan kata yang digunakan menunjukkan cara berpikir dan tingkat peradaban. 

Bahasa yang penuh celaan, hinaan, atau fitnah adalah tanda krisis keadaban, sedangkan bahasa yang santun dan berimbang mencerminkan kematangan berpikir serta rasa hormat terhadap sesama. 

Pandangan ini sangat relevan bagi generasi muda masa kini. Dalam era digital yang serba cepat, kemampuan menjaga kesantunan berbahasa menjadi ukuran baru kualitas karakter bangsa.

Keadaban publik juga bersumber dari nilai-nilai luhur Pancasila, terutama sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Kata beradab bukanlah hiasan retorik, melainkan panggilan moral agar setiap warga negara, terutama pemuda, berperilaku sesuai dengan norma kemanusiaan. 

Dalam konteks Sumpah Pemuda, nilai keadaban itu tampak ketika para pemuda dari berbagai suku dan latar budaya rela menanggalkan ego primordial demi cita-cita bersama, yaitu Indonesia yang satu dan merdeka.

Era digital membuka peluang besar bagi partisipasi warga, tetapi juga membawa risiko yang tidak kecil. Banyak kalangan muda aktif di dunia maya, namun tidak semuanya menyadari tanggung jawab sosial di balik kebebasan berekspresi. 

Fenomena perundungan siber, penyebaran berita bohong, ujaran kebencian, dan pembunuhan karakter menjadi pemandangan sehari-hari di media sosial. Padahal ruang digital seharusnya menjadi sarana memperluas wawasan dan memperkuat hubungan sosial yang sehat.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penting, yaitu bagaimana pemuda Indonesia dapat mempertahankan nilai keadaban di tengah situasi yang serba bebas dan terbuka. Jawabannya terletak pada kesadaran bahwa kebebasan berekspresi tidak berarti bebas tanpa batas. 

Setiap kebebasan harus diimbangi dengan tanggung jawab moral dan penghormatan terhadap martabat manusia. Inilah bentuk baru perjuangan pemuda abad ke-21, menjaga ruang publik agar tetap beradab.

Dalam derasnya arus informasi, kemampuan berpikir kritis dan empati menjadi benteng utama. Pemuda perlu belajar memilah fakta dari opini serta membedakan kebenaran dari kebohongan. 

Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga kecerdasan moral dalam berinteraksi. Pemuda yang berkeadaban mampu berdebat tanpa menghina, berpendapat tanpa memecah belah, dan berpartisipasi tanpa menyingkirkan orang lain.

Dalam sejarah bangsa, pemuda selalu hadir sebagai kekuatan moral dan sosial. Mereka bukan hanya pelaku perubahan, tetapi juga penjaga nilai. Di masa kini, peran itu harus diperluas ke dunia digital dan kehidupan sosial yang semakin majemuk. Pemuda diharapkan menjadi teladan dalam menjaga kesantunan, baik di sekolah, kampus, dunia kerja, maupun di ruang maya.

Banyak contoh positif yang dapat menjadi inspirasi. Komunitas literasi digital yang dibentuk oleh pelajar dan mahasiswa di berbagai daerah telah membuktikan bahwa ruang maya bisa menjadi tempat belajar yang sehat. 

Gerakan pemuda yang menebarkan pesan toleransi seperti kampanye Bijak Bermedia Sosial atau Pemuda Tanggap Hoaks merupakan wujud nyata semangat Sumpah Pemuda yang hidup kembali dalam konteks kekinian. Di tangan pemuda berintegritas, media sosial dapat berubah dari arena pertengkaran menjadi ruang kolaborasi dan solidaritas.

Keadaban publik juga tumbuh melalui pendidikan karakter di sekolah dan keluarga. Guru, orang tua, dan masyarakat perlu membimbing generasi muda agar tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional dan sosial. Dengan demikian, semangat Sumpah Pemuda tidak berhenti sebagai slogan tahunan, tetapi hidup dalam perilaku sehari-hari.

Indonesia adalah bangsa yang besar karena keberagamannya. Namun justru di situlah tantangan terbesar muncul. Ketika perbedaan suku, agama, dan pandangan politik tidak dikelola dengan baik, persatuan menjadi rapuh. 

Maka semangat Sumpah Pemuda perlu dihadirkan kembali tidak hanya dalam upacara, tetapi juga dalam cara kita berinteraksi sebagai warga bangsa. Persatuan bukan berarti menyeragamkan, melainkan merayakan perbedaan dengan saling menghormati.

Keadaban publik menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai perbedaan itu. Pemuda yang beradab akan menghargai pendapat orang lain, meskipun tidak sependapat. 

Ia akan memilih berdialog daripada bertengkar, bekerja sama daripada saling menuding. Itulah wujud nyata semangat persatuan dalam kehidupan modern, persatuan yang tumbuh dari rasa hormat dan tanggung jawab bersama.

Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa kekuatan bangsa tidak terletak pada jumlah penduduk atau luas wilayah, melainkan pada kualitas keadaban warganya. Pemuda masa kini memikul tanggung jawab besar untuk menjaga agar Indonesia tetap menjadi bangsa yang berbudaya dan beradab di tengah perubahan global yang cepat. 

Data Badan Pusat Statistik tahun 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 52 persen penduduk Indonesia adalah generasi muda berusia di bawah 35 tahun. Angka ini menunjukkan potensi besar pemuda dalam membangun keadaban publik dan memperkuat kohesi sosial bangsa.

Momentum Hari Sumpah Pemuda tahun 2025 hendaknya menjadi pengingat bahwa kemajuan teknologi dan kebebasan berekspresi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab moral. 

Ketika pemuda Indonesia mampu menampilkan wajah keadaban dalam setiap tindakannya, semangat satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa tidak hanya menjadi kenangan sejarah, melainkan napas yang hidup dalam keseharian bangsa ini.

 

***

*) Oleh : Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES