Kopi TIMES

BBM Brebet dan Krisis Kepercayaan Publik

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:51 | 612
Syaifudin Zuhri, S.Pd., Ketua DPC GMNI Kabupaten Malang.
Syaifudin Zuhri, S.Pd., Ketua DPC GMNI Kabupaten Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Belakangan, warganet ramai mengeluhkan motor mereka tiba-tiba brebet atau mogok setelah mengisi Pertalite di sejumlah SPBU. Fenomena ini bukan hanya soal teknis kendaraan, melainkan juga menggambarkan persoalan yang lebih dalam: krisis kepercayaan publik terhadap tata kelola energi di negeri ini. 

Ketika masyarakat mulai curiga dan membagikan keluhan serupa di media sosial, artinya ada sesuatu yang tidak beres dalam sistem, baik pada aspek komunikasi publik maupun pengawasan mutu bahan bakar.

Advertisement

Dalam dunia otomotif, memang benar bahwa gejala brebet tidak selalu disebabkan oleh bahan bakar. Dosen ITS, misalnya, menjelaskan bahwa faktor seperti kondisi busi, filter udara, injektor, hingga kualitas perawatan kendaraan turut memengaruhi performa mesin. 

Penjelasan teknis ini belum cukup menjawab keresahan publik. Sebab, masalahnya tidak semata-mata berada di ruang bengkel, melainkan di ruang kebijakan publik yang gagal memberikan rasa aman dan transparansi.

Bahan bakar minyak (BBM) merupakan produk strategis yang menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap gangguan pada kualitasnya bisa berdampak langsung pada mobilitas, ekonomi, hingga psikologis masyarakat pengguna. 

Ketika muncul gejala massal seperti “BBM brebet”, tanggung jawab pemerintah dan lembaga energi bukan sekadar memberi klarifikasi singkat, tetapi melakukan audit terbuka, mengundang lembaga independen, serta melibatkan kalangan akademisi dan konsumen dalam proses evaluasi.

Krisis ini memperlihatkan lemahnya sistem komunikasi publik. Seharusnya, pemerintah tidak hanya menunggu viralnya keluhan masyarakat baru kemudian merespons. Diperlukan sistem pengawasan yang proaktif dan transparan. 

Publik berhak mengetahui bagaimana standar kontrol kualitas Pertalite diterapkan, apakah ada perbedaan antara satu SPBU dengan yang lain, dan sejauh mana distribusi dijamin tetap sesuai dengan spesifikasi teknis.

Fenomena “BBM brebet” juga menyingkap masalah yang lebih filosofis: relasi antara rakyat dan negara dalam hal pelayanan publik. Ketika rakyat membeli BBM bersubsidi, mereka sejatinya tidak sedang meminta belas kasihan, tetapi sedang menunaikan hak sebagai warga negara yang dijamin oleh kebijakan energi nasional. 

Kekecewaan masyarakat terhadap kualitas BBM tidak boleh diremehkan sebagai sekadar keluhan warganet, tetapi harus dilihat sebagai sinyal penting untuk memperbaiki tata kelola energi yang lebih berkeadilan dan berorientasi pada kepentingan rakyat kecil.

Ke depan, pemerintah perlu membangun sistem kontrol mutu BBM yang berbasis partisipasi publik dan digitalisasi pengawasan. Masyarakat, kampus, serta lembaga pengawas independen harus diberi ruang untuk turut serta memantau mutu bahan bakar di lapangan. Dengan begitu, setiap keluhan tidak akan berhenti di ruang media sosial, melainkan menjadi data valid untuk perbaikan kebijakan.

Masyarakat tidak menuntut kesempurnaan. Mereka hanya menginginkan kepastian bahwa bahan bakar yang digunakan aman, sesuai standar, dan diproduksi dengan tanggung jawab moral. 

 

***

*) Oleh : Syaifudin Zuhri, S.Pd., Ketua DPC GMNI Kabupaten Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES