Kopi TIMES

Makna Baru Kepahlawanan Era Digital

Senin, 10 November 2025 - 12:14 | 918
Upik Raudhotul Hasanah, S.S., Mahasiswi Aktif Pascasarjana Sosiologi UMM.
Upik Raudhotul Hasanah, S.S., Mahasiswi Aktif Pascasarjana Sosiologi UMM.

TIMESINDONESIA, MALANG – Tanggal 10 November, bangsa Indonesia senantiasa memperingati Hari Pahlawan. Sebuah momentum untuk mengenang jasa para pejuang yang rela mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan. 

Namun, di tengah derasnya arus teknologi dan perubahan zaman, muncul pertanyaan: masihkah ada ruang untuk menjadi pahlawan di era digital ini saat peperangan tak lagi digerakkan oleh senjata, melainkan oleh pikiran, kreativitas, dan keberanian moral?

Advertisement

Dahulu pahlawan dikenal sebagai sosok yang angkat senjata, turun ke medan perang serta melawan penjajahan dengan darah dan air mata. Namun kini diera moderna yang serba digital, bentuk perjuangan berubah. 

“Senjata” kita bukan lagi bambu runcing atau peluru, melainkan gawai, koneksi internet, dan pengetahuan. Medan perang pun bergeser: dari tanah Surabaya ke dunia maya yang luas dan tanpa batas.

Dalam perspektif sosiologi modern, perubahan ini dapat dijelaskan melalui teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh William F. Ogburn, bahwa perkembangan teknologi adalah salah satu faktor utama yang memengaruhi transformasi nilai dan perilaku masyarakat. 

Teknologi digital tidak hanya mengubah cara manusia berinteraksi, tetapi juga menggeser makna sosial dari konsep kepahlawanan itu sendiri. Jika dahulu heroisme diukur dari keberanian fisik, kini ia terwujud dalam keberanian moral dan intelektual. Para pahlawan masa kini berjuang dalam medan sosial baru: ruang digital yang menuntut kecerdasan sosial, empati, dan integritas.

Dari sudut pandang teori yang dikemukakan oleh Max Weber dalam tindakan sosial, tindakan manusia didorong oleh makna subjektif yang ia berikan terhadap dunia sekitarnya. 

Ketika seseorang menggunakan media digital untuk menyebarkan edukasi, melawan hoaks, atau menolong orang lain secara daring, maka tindakannya merupakan tindakan sosial bermakna yang berorientasi pada nilai (value-oriented action).

Pahlawan masa kini bisa jadi adalah seorang guru yang membuat konten edukatif di YouTube untuk anak-anak pelosok, seorang dokter yang berbagi informasi kesehatan di media sosial, atau seorang remaja yang mengampanyekan literasi digital di sekolahnya. Mereka berperan sebagai agen sosial yang membawa nilai-nilai positif dalam arus besar globalisasi.

Dengan demikian, heroisme digital tidak lagi individualistis, tetapi kolektif dan partisipatif, sesuai dengan pandangan Émile Durkheim tentang solidaritas organic yakni bentuk solidaritas yang muncul dalam masyarakat modern di mana individu saling bergantung melalui peran sosial masing-masing.

Nilai Kepahlawanan yang Tak Lekang Waktu

Kepahlawanan sejati bukan soal masa, melainkan nilai. Nilai keberanian, kejujuran, tanggung jawab, dan semangat pengabdian tetap relevan di setiap zaman. Nilai-nilai ini berfungsi sebagai mekanisme integratif social yang menghubungkan individu dengan sistem sosial yang lebih luas, menjaga stabilitas dan keberlanjutan masyarakat.

Di era digital, nilai-nilai tersebut mengambil bentuk baru. Keberanian berarti berani menyuarakan kebenaran di tengah derasnya opini palsu. Kejujuran berarti menjaga integritas dalam bermedia social. Pengabdian berarti menggunakan teknologi untuk membantu sesama. Tanggung jawab berarti berpikir sebelum berbagi informasi.

Nilai-nilai ini menjadi pondasi bagi terciptanya masyarakat digital yang beretika dan berkarakter, sekaligus memperlihatkan bahwa semangat kepahlawanan tetap menjadi kebutuhan sosial yang mendasar.

Di dunia maya, tindakan kecil seperti menolong sesama, berbagi ilmu, atau mengedukasi orang lain membentuk simbol kepahlawanan baru yang diterima oleh masyarakat digital. Setiap orang kini dapat menjadi pahlawan dalam ruang hidupnya masing-masing baik di dunia nyata maupun maya. 

Kepahlawanan tidak lagi eksklusif bagi mereka yang berjuang di medan perang, melainkan milik siapa saja yang berjuang mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari.

Hari Pahlawan bukan sekadar sebuah situal atau seremoni saja, tetapi ajakan untuk merenungi apa makna dari sebuah  perjuangan bagi kita hari ini. Dalam konteks sosiologis, pahlawan adalah aktor sosial yang memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan, perubahan, dan moralitas masyarakat.

Di zaman serba digital hari ini, berjuang tanpa senjata berarti menggerakkan hati, pikiran, dan tindakan untuk membawa perubahan positif. Kita mungkin tidak turun ke medan perang seperti para pejuang terdahulu, akan tetapi kita tetap bisa berjuang melawan kemalasan, kebodohan, dan sikap acuh terhadap sesama. 

 

***

*) Oleh : Upik Raudhotul Hasanah, S.S., Mahasiswi Aktif Pascasarjana Sosiologi UMM.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES